Sabtu, 21 Juni 2014

Seribu Semesta Arlet. Part 7 ( end )

Bagian. 7
Akhir Sebuah Cerita…!!!

Bani keluar dari rumah sakit lebih cepat dari perkiraan Dokter, namun ia masih harus istirahat beberapa hari sebelum bisa kembali bekerja,
“Sepertinya Arlet merawatmu dengan baik,” Ian memuji Arlet, Arlet hanya terseyum membalas pujian Ian… “Ya, itulah hebatnya wanita, mereka mampu menjadi apa saja, tergantung pada situasi yang sedang mereka hadapi,” Bani melirik kearah Arlet yang sedang membereskan kamar tidur Bani di kontrakannya.
Satu bulan setelah kecelakaan Bani, Kedai Kopi Palang, 19.00…
“Apa yang ingin kau bicarakan, sepertinya ada yang serius Bani?”
“Arlet, aku harus kembali ke Pontianak untuk beberapa minggu”
“Apa maksudmu, mengapa begitu mendadak seperti ini?”
“Ayah sedang di rumah sakit Arlet, Ibu bilang kondisi Ayah cukup mengkhawatirkan, dan Ibu menyuruhku pulang”
Arlet, menghela nafasnya panjang…
“Kapan berangkat?”
“Setelah mendapat izin darimu,” Bani menatap Arlet..
“Kau tidak perlu izin dariku Bani, pulanglah, ikuti kata Ibumu, jadilah anak yang berbakti,” Arlet menggenggam tangan Bani…
“Jika aku tidak bisa kembali dalam waktu dekat, kumohon, tunggulah aku, jangan pernah berpikir aku meniggalkanmu jika aku tidak bisa kembali dalam waktu dekat, kau mengerti Arlet,”
“Aku mengerti, kembalilah saat semua urusanmu disana selesai, aku akan menuggumu Bani,”
Tiga bulan setelah kepergian Bani ke Pontianak,,,,
Arlet melamun disamping jendela kamar kosnya, matanya sembab, Bani menghilang tanpa kabar, Arlet tidak bisa menghubungi Bani, pesan Arlet tidak pernah dibalas Bani selama dua pekan terakhir ini, dan Bani juga tidak pernah menelpon Arlet balik, dan sekarang setelah dua bulan, nomor Bani tidak bisa dibungi, Arlet menyerah, mungkin Bani punya alasan mengapa ia melakukan hal seperti itu kepada Arlet. Arlet sangat merindukan Bani, ia sangat ingin bertemu dengan Bani, ia ingin mendengar penjelasan dari Bani mengapa ia melakukan hal ini pada Arlet, dalam hatinya ia masih sangat mencintai laki-laki itu, namu ia selalu tak kuasa menahan air matanya jika teringat akan Bani, akan apa yang Bani lakukan padanya, meninggalkannya tanpa tau kapan ia akan kembali….
Pintu kamar Arlet terbuka…
“Apa yang kau lakukan disitu, melamun?” Edis menghampiri Arlet,
“Kau tidak bilang dulu kalau kau akan datang, Dis”
“Kau menangis lagi Arlet, kau masih memikirkan keparat itu?”
“Berhenti memanggilnya keparat Edis, dia tidak seperti itu”
“Bagaimana tidak, dia meninggalkanmu begitu saja, membiarkanmu menunggu dan menangisinya selama tiga bulan lamanya,”
“Dia pergi karena Orangtuanya Edis,”
“Arlet, pakai akal sehatmu, berhenti menangisi nya, berhenti memikirkannya, kau bahkan tidak tau apakah dia masih ada didunia ini atau tidak”
“Kau gila Edis, kau mau mengatakan bahwa dia sudah mati?”
“Kau bahkan tidak tau bagaimana dia sekarang Arlet, apakah dia di Pontianak atau tidak, apakah ia masih hidup atau tidak, apa kau masih mau menunggu hal yang tak pasti seperti itu Arlet,”
“Dia masih ada didunia ini Edis, aku yakin itu, dan dia akan kembali cepat atau lambat, dan aku akan menunggunya,sesuai permintaannya,”
“Are you crazy, hu?... buat apa masih menunggu laki-laki yang meniggalkanmu, kalu dia mencintaimu dia tidak akan pergi tanpa memberi kabar kepada mu, You can get better more than him Arlet, trust me,”
“Dia yang terbaik Edis, aku mencintainya, dan aku akan menunggunya,”
“Baiklah, tapi apa yang akan kau lakukan jika dia tidak kembali, Arleta?”
“Dia akan kembali, aku yakin Edis, aku yakin…” Arlet menangis,,,
“Oh… please Arlet, you have to move on, berhenti menagis” Edis memeluk Arlet,
“Aku yakin dia akan kembali Edis, jangan menyuruhku untuk melupakan dia, aku mohon,,,” Arlet terisak
“Ok, kita lihat saja nanti apakah dia akan kembali atau tidak, sekarang bisakah kau hanya focus pada skripsimu yang sudah hampir selesai Arlet, apa kau tidak ingin wisuda tepat waktu?”
Arlet tau ia tidak bisa terus tenggelam dalam kesedihannya, ia harus move on sesuai kata Edis, tetapi bukan move on untuk melupakan Bani, melainkan move on untuk melupakan kesedihannya, dan Arlet harus kembali fokus pada skripsinya, melupakan Bani untuk sementara waktu…
Satu bulan kemudian…
Hari ini adalah hari wisuda Arlet, hari yang ia tunggu-tunggu selama ia menjadi seorang mahasiswi. Arlet sedang duduk bersama kedua orangtuanya dan Refi adiknya, wisudanya telah selesai lima belas menit lalu, ia memakai kebaya berwarna merah hati, rambutnya disanggul sederhana, riasannya tidak terlalu berlebihan, ia ingin terlihat natural dihari pentingnya itu.
“Bani, bukankah kau pernah bilang akan datang dihari wisuda ku, kau kemana Bani, ini sudah empat bulan semenjak kau pergi, dan aku masih menuggumu sesuai keinginanmu”, batin Arlet…
“Arlet ada yang menyuruhku memberikan ini” Edis datang membawa satu buket bunga mawar merah,
“Dari siapa ini dis?”
“Baca saja sendiri, disitu ada kartu ucapannya”
Arlet melihat bunga yang Edis bawa tadi, ia mengambil selembar kartu ucapan yang disematkan diantara bunga-bunga mawar berwarna merah itu, ia membuka kartu tersebut,
“Engkau selalu menjadi bagian terpenting dalam hidupku, selamat, akhirnya hari yang selama ini kau tunggu datang juga___ Gamal”
Arlet terkejut bukan main, ekspresi wajahnya berubah drastis, ada kemarahan yang dicampur bahagia dalam mata Arlet, hatinya tersentak luar biasa hebat, laki-laki yang pergi dari hidupnya empat bulan lalu, kini memberi nya sebuket bunga,
“Dimana dia Edis” bisik Arlet
“Di parkiran mobil lantai satu gedung ini, apakah kau akan menemuinya Arlet?”
“Iya, aku harus menemuinya,” Arlet berlari keluar dari ruangan tempat wisudanya berlangsung, melepas High heels nya, dan ia tidak peduli dengan tatapan orang-orang yang ada diruangan itu, ia hanya ingin berlari menemui Bani.
Sampai dilantai satu gedung, Arlet menyapu seluruh tempat parkir mobil gedung dengan pandangannya, pandangannya terhenti pada satu titik, pada seorang laki-laki yang sedang berdiri didepan pintu mobil Honda Brio berwarna putih, laki-laki itu memakai kemeja polos lengan pendek berwarna biru laut, celana bahan slim fit, dan memakai kacamata hitam, laki-laki itu berdiri menyender, menyilangkan kakinya, menunduk, dan tangannya kedua tangannya berada didalm saku celana bahan slim fit yang ia kenakan, Arlet hafal betul siapa laki-laki itu, “Bani” ucap Arlet pelan, Arlet berjalan menghampiri Bani, sampai ditempat Bani, Arlet berdiri disamping kanan Bani, Bani belum menyadari kedatangan Arlet, ia masih menunduk. Arlet menjatuhkan High Heels yang ia pegang ditangan kirinya, Bani menoleh, melepaskan kacamat hitam yang ia kenakan, ia kini berdiri tegak didepan Arlet,,,
“Arlet”, Bani terkejut
“Bani, kenapa kau baru datang setelah empat bulan” Arlet mendorng tubuh Bani sangat keras hingga Bani terjatuh,
“Kenapa baru datang Bani, kenapa” teriak Arlet
“Maafkan aku Arlet,” Bani berdiri, memegang pundak Arlet
“Lepaskan, kau bahkan memberi ku bunga, sementara kau tau bahwa aku tidak meyukai bunga,”
“Arlet biar aku jelaskan semuanya Arlet,”
“Aku menunggu mu kau datang Bani, aku tidak pernah menyerah menunggu mu, aku menunggumu sesuai permintaanmu, tapi kenapa kau baru datang setelah empat bulan,” Arlet menangis
“Maafkan aku Arlet, ada hal penting yang membuatku tidak bisa kembali dalam waktu cepat,” Bani mengusap air mata yang jatuh dipipi Arlet dengan kedua telapak tangannya,
“Aku begitu merindukanmu Bani, apa kau tidak tau itu”
“Aku juga merindukanmu Arlet, sangat merindukamu, dan aku datang sesuai janjiku, aku datang dihari wisuda mu” Bani memeluk Arlet yang masih menangis,
“Kenapa baru datang?”
“Setelah Ayah keluar dari rumah sakit, Ayah menyuruhku untuk membantu mbak Andin mengurus bisnisnya, ayah mengancam tidak mau menjalani operasi pencangkokan ginjal jika aku menolaknya, jadi aku menuruti perkataan Ayah, agar Ayah mau menjalani operasi itu, maafkan aku Arlet, sungguh aku begitu menyesal karena meninggalkanmu terlalu lama, maafkan aku”
“Apakah kau akan meninggalkanku lagi, apakah kau akan pergi lagi?”
“Tidak tanpamu” Bani melepas pelukannya memandang wajah Arlet,,,
“Apa maksudmu?”
“Sebelum kembali ke Semarang, setelah Ayah menjalani operasinya aku membujuk Ayah untuk mengizankanku kembali ke Semarang, aku mengatakan kepada beliau, ada seorang wanita yang sangat amat aku cintai yang ingin aku temui, aku bercerita pada Ayah dan Ibu, bahwa wanita itu telah mnyelamatkan hidupku, ia rela mendonorkan darahnya untuk meyelamatkanku, awalnya Ayah tetap kekeuh tidak mengizankanku, Ayah ingin aku tetap mengurus bisnisnya disana, tapi, mbak Andien membantuku membujuk Ayah, mbak Andien menjelaskan pada Ayah bahwa aku tidak berbakat dalam hal bisnis, memang aku tidak mempunyai bakat untuk itu, aku menjelaskan pada Ayah aku bahwa aku sangat menikmati pekerjaan ku sebagai perawat, akhirnya beliau setuju, beliau mengizinkanku kembali ke Semarang, dengan catatan beliau ingin aku membawa mu ke Pontianak, Ayah dan Ibu ku ingin bertemu denganmu Arlet, Ayah ingin bertemu dengan wanita yang telah meyelamatkan hidup anak mereka,” jelas Bani, “Apa kau mau ikut ke Pontianak bersamaku untuk beberapa hari?”
“Tapi kau harus janji tidak kan meniggalkanku terlalu lama lagi”
“Aku akan berusaha Arlet”, Bani kembali memeluk Arlet…
Seminggu setelahnya…
Arlet masih tertidur dikamar Bani, di kediaman orangtua Bani di Pontianak, ia dan Bani baru sampai jam dua dini hari, ketika Arlet membuka matanya, ia langsung mendapati Bani sedang duduk disampingnya…
“Morning, beautiful”,, sapa Bani ketika Arlet membuka Bani,
Arlet tersenyum…
“Apakah menyenangkan tidur dikamar milik kekasihmu, hu?” tanya Bani
Arlet sudah dalam posisi duduk disamping Bani,
“Meyenangkan karena bisa langsung melihat wajahmu ketika membuka mata”
Bani mengacak-ngacak rambut Arlet, lalu menyerahkan segelas air putih untuk Arlet…
“Arlet, kau mau langsung makan atau masih mau bermals-malasan dulu dikamar milik kekasihmu ini”
Arlet memukul pudak Bani, “Aku mau mandi dulu, keluar sana,”
“Baiklah, aku tunggu diruang makan Mrs. Haqi,” Bani meninggalkan Arlet,”Jangan mandi lama-lama, hu?” teriak Bani dari luar…
Dua puluh menit kemudian…
Arlet berjalan menuju ruang makan kediaman orangtua Bani, sampai diruang makan, ia mengahmpiri Bani yang sudah menunggunya dimeja makan, Arlet duduk di kursi samping Bani, melihat seisi ruangan…
“Sepi sekali, kemana Ayah dan Ibumu Bani?”
“Kau mandi lama sekali, tidak taukah kau aku sudah sangat lapr, Ayah dan Ibu sedang pergi kerumah mbak Andien”
“Oh… sini biar kuambilkan” Arlet mengambil piring yang sedang dipegang Bani…
“Arlet, ada yan ingin kubicarakan, penting,,,”, Kata Bani dengan ekspresi serius, “Mau bicara apa sih,, serius banget wajah kamu,” Jawab Arlet penasaran. Bani bangkit dari tempat duduknya, berlutut disamping kursi tempat Arlet duduk, mengeluarkan sebuah benda dari saku celana sebelah kirinya, membukanya,,,, sebuah cincin, dengan satu permata ditengahnya, sederhana sekali, hanya memiliki satu permata, tidak terlalu besar. Arlet terkejut,,,, “Arlet, dengarkan perkataan ku baik-baik,” Kata Bani sambil memegang cincin yang baru ia keluarkan dari saku celananya tadi, “ Arleta Harumi Althaf, kau tau bahwa aku sudah mencintaimu dari sejak pertama kali kita bertemu, kau tau hati ku merasa sakit saat kau menangis gara-gara seorang laki-laki, dan kau tau bahwa aku mencintaimu dengan setulus hati yang kupunya, Arleta Harumi Althaf, saat aku terbaring di Rumah Sakit, aku bisa merasakan ketulusan hatimu mencintai ku walau saat itu kau belum mengatakan itu kepada ku, Arleta Harumi Althaf, kini, dalam diriku, mengalir juga darah mu, itu bukan rayuan, melainkan itu nyata, karena memang kaulah yang memberikan kehidupan bagiku disaat aku sedang dalam kondisi antara hidup dan mati, Arleta Harumi Althaf, kau adalah wanita kedua yang memberi ku kehidupan setelah Ibu ku, Ibu melahirkan ku kedunia ini, memberi kehidupan bagiku, memberi kasih sayang dan cinta yang tak pernah usang kepada ku, dan kau Arlet, kau memberiku kehidupan bagiku disaat aku sedang dalam kondisi antara hidup dan mati, kamu memberiku Cinta sama seperti Ibuku, memberi kehangatan sama seperti Ibuku, merawatku dengan sabar saat aku sedang di Rumah Sakit, Arleta Harumi Althaf, aku tau ini memang terlalu cepat dan mengejutkan bagimu, tapi, anggaplah ini sebagai lamaran pribadi ku, kelak, entah itu dua tahun lagi, tiga tahun lagi, atau empat tahun lagi, lamaran ini akan berubah menjadi lamaran yang bukan hanya melibatkan aku dan kau tapi juga kedua keluarga kita dan semoga Tuhan mengizinkan itu, Arleta Harumi Althaf, aku akan dengan sabar menunggu mu siap menjadi pendampingku karena aku yakin bahwa memang kamulah wanita yang diciptakan Tuhan untuk ku, seperti kamu yang dengan sabar dan ikhlasmu pula merawat dan menungguku saat aku pergi, Arleta Harumi Althah, aku tidak ingin mengganggu cita-cita yang ingin kamu gapai, aku ingin melihatmu melangkah menggapai cita-citamu , dan aku ingin berada disisimu, menemanimu saat engkau memulai langkah mu untuk itu, Arleta Harumi Althaf, kau tau bahwa semua manusia tidak akan bisa hidup selamanya di dunia ini, dan sisa waktuku didunia ini, sungguh aku ingin melewatkan itu bersamamu, sungguh aku ingin berada disampingmu selama sisa hidupku, Arleta Harumi Althaf, aku tidak bisa berjanji selalu menemanimu disisimu, tapi aku akan berusaha untuk memberikan hal-hal manis diwaktu yang aku sanggup menemani mu, aku tidak berjanji bisa melakukan apa yang kau ingin aku lakukan, tapi percayalah bahwa aku akan berusaha melakukan itu selagi aku mampu, kau juga tau bahwa tiada manusia yang sepenuhnya baik dan sempurna, tapi sungguh aku akan berusaha memperlakukan mu dengan baik,  Arleta Harumi Althaf, aku akan berusaha dengan segala kemampuanku setia menunggu kesiapanmu, aku mohon padamu Arlet, sungguh, jika suatu saat aku merasa lelah akan “Kita”, berjanjilah, jangan pernah engkau meninggalkan ku apabila hal yang tidak aku inginkan itu terjadi, sungguh aku mohon, tetaplah disisi ku saat amarah menguasai ku, sungguh aku mohon, tetaplah disisiku saat luka sedang kualami, tetaplah menjadi air yang memadamkan api dalam hatiku, engkau pun tau bahwa dalam agama kita, setiap manusia sudah diciptakan berpasang-pasangan, Tuhan kita menjadikan sebuah pernikahan adalah ibadah, dan,,,,, Arleta Harumi Althaf, maukah engkau menjadi akhir dari cerita ku, maukah kamu menjadi wanita terakhir yang memberi cinta kepadaku, menjadi wanita yang dipilihkan Tuhan untukku, aku akan menunggumu sampai engkau siap, dan semoga Tuhan selalu mejaga cinta ku untukmu, dan begitu pula sebalikya, maukah engkau menerimaku, sebagai laki-laki yang kelak akan di Halal kan untukmu oleh Tuhan?” Kata Bani, dengan begitu serius, memandang mata Arlet yang berkaca mendengar ucapan Bani, Arlet terharu, tidak kuasa menahan air mata nya, ia begitu tersentuh dan bahagia, walau itu hanya kata-kata, tapi Arlet tau bahwa Bani memang bersungguh-sungguh denga yang ia ucapkan, Bani tidak muluk-muluk dalam berjanji, ia begitu sederhana mencintai Arlet, memandang hanya kepada Arlet, Bani layaknya sebuah Semesta bagi seorang Arlet, dimata Bani, Arlet melihat ketulusan, di perkataan Bani Arlet mendengar kenyataan, di genggaman tangan Bani, Arlet mendapat sebuah kekuatan, di dalam pelukan Bani, Arlet mendapat perlindungan yang nyata, di hati Bani, Arlet mendapat seribu cinta, di setiap perlakuan Bani, Arlet mendapat prioritas dan keutamaan, bagi Arlet, Bani seperti alam semesta ciptaan Tuhan, memberi seribu hal yang Arlet butuhkan, menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan Arlet, Seribu semesta Arlet dalam diri Bani, dalam diri laki-laki yang ribet namun berpenampilan sedrhana, dimana Arlet telah dengan ikhlas memberikan sebagian darahnya. “Kau tau, Gamal Albani Haqi,,,,, adakah hal yang bisa membuat ku menolakmu,,, adakah hal itu?, kau tau Gamal Albani Haqi, aku rela mengalahkan rasa takutku untukmu, kau tau wahai semesta ku, bahwa aku mencintaimu lebih dari yang kau tau, walau ada sebagian dari sifatmu yang kubenci, tapi itu tidak akan bisa membuatku menolakmu, walau engkau hanya memiliki waktu yang terbatas bagiku, itu tidak akan bisa membuat ku berpaling, maaf jika kadang sikapku terlihat terlalu dingin, aku tidak tau harus seperti apa menunjukkan kecintaanku kepadamu, dan,,,, sungguh, aku begitu ingin menghabiskan waktuku juga bersamamu, dan aku ingin menjadi akhir cerita dalam hidupmu, aku ingin menerima cincin itu”, kata Arlet dengan suara yang sedikit bergetar. Bani memasangkan cincin di jari manis tangan kiri Arlet, menghapus air mata yang membasahi pipi Arlet, menggenggam kedua tangan Arlet, menatap kedua mata Arlet, “You’re, the best I ever have, Arlet”, kata Bani, “Dan kau adalah hal terbaik yang menimpa ku, jangan pernah pergi lagi, jadilah akhir dari ceritaku,” Jawab Arlet, “Tidak ada hal bisa membuat ku pergi darimu, termasuk sikap dinginmu, karena aku menyukai itu, itu membuatmu seperti hal yang sangat mahal dalam hidupku, aku akan disisimu, selalu akan kuusahakan itu, dan aku mau menjadi akhir dari ceritamu,” Kata Bani masih menatap mata Arlet. “ Aku menyayangi mu, tidakkk,,,, Aku mecintaimu, itu yang benar”, bisik Arlet, “Aku pun begitu,,, mencintaimu dengan segenap ketulusan yang kupunya,”
Bani, memandang Arlet seperti ia memandang Ibunya, penuh hormat, Bani sebisa mungkin tidak ingin menyakiti Ibunya, itu pula yang ia lakukan kepada Arlet, Bani begitu menghormati kedua wanita ini, Ibunya yang telah melahirkan dan membesarkannya, dan Arlet, wanita yang meyelamatkan  Bani di saat Bani sedang dalam kondisi antara hidup dan mati. Bani menyayangi Arlet sama seperti Bani menyayangi Ibunya. Melalui Ibunya ia mendapatkan kasih sayang yang tiada tara, melalui Arlet, Bani mendapatkan kasih sayang yang tanpa syarat, Ibu Bani menyayangi Bani dengan semua sifat buruk Bani, Arlet menyayangi Bani dengan semua sifat buruk Bani pula, Arlet tidak ingin selalu diprioritaskan oleh Bani, Arlet hanya ingin cinta Bani yang tulus, namun, seberapa kerasnya Arlet meminta untuk tidak terlalu memprioritaskan nya, sekeras itu pula Bani menolak, apapun yang terjadi dengan Arlet, Bani selalu berusaha ada disamping Arlet.
Jika engkau memiliki wanita yang engkau cintai, perlakukan ia, sayangi ia, dan hormati ia, seperti ia adalah Ibu mu. Jika engkau sudah merasa yakin terhadap wanita mu, jadikanlah ia Halal untukmu, perlakukan pula ia dengan baik, seperti ibumu memperlakukanmu dengan baik tanpa sebuah cela sekalipun, jangan sakiti ia, baik itu fisiknya ataupun psikisnya, jangan terlalu muluk-muluk berjanji kepada seorang wanita, jangan membuatnya menaruh harap yang tinggi terhadapmu, jika engkua telah berjanji kepada seorang wanita, maka wanita akan mengingat janjimu itu tidak hanya dalam pikirannya tapi juga ia akan menaruh janjimu di hatinya, jika engkau mengigkarinya, bukan hanya pikirannya yang kacau tapi juga hatinya merasa teriris, seperti itulah wanita. Dan jika engkau ingin menghabiskan sisa hidupmu dengannya maka katakanlah “Aku ingin bersamamu, selama sisa hidupku”, That simple right?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar