Bagian.
7
Akhir
Sebuah Cerita…!!!
Bani keluar dari rumah sakit lebih
cepat dari perkiraan Dokter, namun ia masih harus istirahat beberapa hari
sebelum bisa kembali bekerja,
“Sepertinya Arlet merawatmu dengan
baik,” Ian memuji Arlet, Arlet hanya terseyum membalas pujian Ian… “Ya, itulah
hebatnya wanita, mereka mampu menjadi apa saja, tergantung pada situasi yang
sedang mereka hadapi,” Bani melirik kearah Arlet yang sedang membereskan kamar
tidur Bani di kontrakannya.
Satu bulan setelah kecelakaan Bani,
Kedai Kopi Palang, 19.00…
“Apa yang ingin kau bicarakan,
sepertinya ada yang serius Bani?”
“Arlet, aku harus kembali ke Pontianak
untuk beberapa minggu”
“Apa maksudmu, mengapa begitu mendadak
seperti ini?”
“Ayah sedang di rumah sakit Arlet, Ibu
bilang kondisi Ayah cukup mengkhawatirkan, dan Ibu menyuruhku pulang”
Arlet, menghela nafasnya panjang…
“Kapan berangkat?”
“Setelah mendapat izin darimu,” Bani
menatap Arlet..
“Kau tidak perlu izin dariku Bani,
pulanglah, ikuti kata Ibumu, jadilah anak yang berbakti,” Arlet menggenggam
tangan Bani…
“Jika aku tidak bisa kembali dalam
waktu dekat, kumohon, tunggulah aku, jangan pernah berpikir aku meniggalkanmu
jika aku tidak bisa kembali dalam waktu dekat, kau mengerti Arlet,”
“Aku mengerti, kembalilah saat semua
urusanmu disana selesai, aku akan menuggumu Bani,”
Tiga bulan setelah kepergian Bani ke
Pontianak,,,,
Arlet melamun disamping jendela kamar
kosnya, matanya sembab, Bani menghilang tanpa kabar, Arlet tidak bisa
menghubungi Bani, pesan Arlet tidak pernah dibalas Bani selama dua pekan
terakhir ini, dan Bani juga tidak pernah menelpon Arlet balik, dan sekarang
setelah dua bulan, nomor Bani tidak bisa dibungi, Arlet menyerah, mungkin Bani
punya alasan mengapa ia melakukan hal seperti itu kepada Arlet. Arlet sangat
merindukan Bani, ia sangat ingin bertemu dengan Bani, ia ingin mendengar
penjelasan dari Bani mengapa ia melakukan hal ini pada Arlet, dalam hatinya ia
masih sangat mencintai laki-laki itu, namu ia selalu tak kuasa menahan air
matanya jika teringat akan Bani, akan apa yang Bani lakukan padanya,
meninggalkannya tanpa tau kapan ia akan kembali….
Pintu kamar Arlet terbuka…
“Apa yang kau lakukan disitu, melamun?”
Edis menghampiri Arlet,
“Kau tidak bilang dulu kalau kau akan
datang, Dis”
“Kau menangis lagi Arlet, kau masih
memikirkan keparat itu?”
“Berhenti memanggilnya keparat Edis,
dia tidak seperti itu”
“Bagaimana tidak, dia meninggalkanmu
begitu saja, membiarkanmu menunggu dan menangisinya selama tiga bulan lamanya,”
“Dia pergi karena Orangtuanya Edis,”
“Arlet, pakai akal sehatmu, berhenti
menangisi nya, berhenti memikirkannya, kau bahkan tidak tau apakah dia masih
ada didunia ini atau tidak”
“Kau gila Edis, kau mau mengatakan
bahwa dia sudah mati?”
“Kau bahkan tidak tau bagaimana dia
sekarang Arlet, apakah dia di Pontianak atau tidak, apakah ia masih hidup atau
tidak, apa kau masih mau menunggu hal yang tak pasti seperti itu Arlet,”
“Dia masih ada didunia ini Edis, aku
yakin itu, dan dia akan kembali cepat atau lambat, dan aku akan
menunggunya,sesuai permintaannya,”
“Are you crazy, hu?... buat apa masih
menunggu laki-laki yang meniggalkanmu, kalu dia mencintaimu dia tidak akan
pergi tanpa memberi kabar kepada mu, You can get better more than him Arlet,
trust me,”
“Dia yang terbaik Edis, aku
mencintainya, dan aku akan menunggunya,”
“Baiklah, tapi apa yang akan kau
lakukan jika dia tidak kembali, Arleta?”
“Dia akan kembali, aku yakin Edis, aku
yakin…” Arlet menangis,,,
“Oh… please Arlet, you have to move on,
berhenti menagis” Edis memeluk Arlet,
“Aku yakin dia akan kembali Edis,
jangan menyuruhku untuk melupakan dia, aku mohon,,,” Arlet terisak
“Ok, kita lihat saja nanti apakah dia
akan kembali atau tidak, sekarang bisakah kau hanya focus pada skripsimu yang
sudah hampir selesai Arlet, apa kau tidak ingin wisuda tepat waktu?”
Arlet tau ia tidak bisa terus tenggelam
dalam kesedihannya, ia harus move on sesuai kata Edis, tetapi bukan move on
untuk melupakan Bani, melainkan move on untuk melupakan kesedihannya, dan Arlet
harus kembali fokus pada skripsinya, melupakan Bani untuk sementara waktu…
Satu bulan kemudian…
Hari ini adalah hari wisuda Arlet, hari
yang ia tunggu-tunggu selama ia menjadi seorang mahasiswi. Arlet sedang duduk
bersama kedua orangtuanya dan Refi adiknya, wisudanya telah selesai lima belas
menit lalu, ia memakai kebaya berwarna merah hati, rambutnya disanggul
sederhana, riasannya tidak terlalu berlebihan, ia ingin terlihat natural dihari
pentingnya itu.
“Bani, bukankah kau pernah bilang akan
datang dihari wisuda ku, kau kemana Bani, ini sudah empat bulan semenjak kau
pergi, dan aku masih menuggumu sesuai keinginanmu”, batin Arlet…
“Arlet ada yang menyuruhku memberikan
ini” Edis datang membawa satu buket bunga mawar merah,
“Dari siapa ini dis?”
“Baca saja sendiri, disitu ada kartu
ucapannya”
Arlet melihat bunga yang Edis bawa
tadi, ia mengambil selembar kartu ucapan yang disematkan diantara bunga-bunga
mawar berwarna merah itu, ia membuka kartu tersebut,
“Engkau selalu menjadi bagian
terpenting dalam hidupku, selamat, akhirnya hari yang selama ini kau tunggu
datang juga___ Gamal”
Arlet terkejut bukan main, ekspresi
wajahnya berubah drastis, ada kemarahan yang dicampur bahagia dalam mata Arlet,
hatinya tersentak luar biasa hebat, laki-laki yang pergi dari hidupnya empat
bulan lalu, kini memberi nya sebuket bunga,
“Dimana dia Edis” bisik Arlet
“Di parkiran mobil lantai satu gedung
ini, apakah kau akan menemuinya Arlet?”
“Iya, aku harus menemuinya,” Arlet
berlari keluar dari ruangan tempat wisudanya berlangsung, melepas High heels
nya, dan ia tidak peduli dengan tatapan orang-orang yang ada diruangan itu, ia
hanya ingin berlari menemui Bani.
Sampai dilantai satu gedung, Arlet
menyapu seluruh tempat parkir mobil gedung dengan pandangannya, pandangannya
terhenti pada satu titik, pada seorang laki-laki yang sedang berdiri didepan
pintu mobil Honda Brio berwarna putih, laki-laki itu memakai kemeja polos
lengan pendek berwarna biru laut, celana bahan slim fit, dan memakai kacamata hitam,
laki-laki itu berdiri menyender, menyilangkan kakinya, menunduk, dan tangannya
kedua tangannya berada didalm saku celana bahan slim fit yang ia kenakan, Arlet
hafal betul siapa laki-laki itu, “Bani” ucap Arlet pelan, Arlet berjalan
menghampiri Bani, sampai ditempat Bani, Arlet berdiri disamping kanan Bani,
Bani belum menyadari kedatangan Arlet, ia masih menunduk. Arlet menjatuhkan
High Heels yang ia pegang ditangan kirinya, Bani menoleh, melepaskan kacamat
hitam yang ia kenakan, ia kini berdiri tegak didepan Arlet,,,
“Arlet”, Bani terkejut
“Bani, kenapa kau baru datang setelah
empat bulan” Arlet mendorng tubuh Bani sangat keras hingga Bani terjatuh,
“Kenapa baru datang Bani, kenapa”
teriak Arlet
“Maafkan aku Arlet,” Bani berdiri,
memegang pundak Arlet
“Lepaskan, kau bahkan memberi ku bunga,
sementara kau tau bahwa aku tidak meyukai bunga,”
“Arlet biar aku jelaskan semuanya
Arlet,”
“Aku menunggu mu kau datang Bani, aku
tidak pernah menyerah menunggu mu, aku menunggumu sesuai permintaanmu, tapi
kenapa kau baru datang setelah empat bulan,” Arlet menangis
“Maafkan aku Arlet, ada hal penting
yang membuatku tidak bisa kembali dalam waktu cepat,” Bani mengusap air mata
yang jatuh dipipi Arlet dengan kedua telapak tangannya,
“Aku begitu merindukanmu Bani, apa kau
tidak tau itu”
“Aku juga merindukanmu Arlet, sangat
merindukamu, dan aku datang sesuai janjiku, aku datang dihari wisuda mu” Bani
memeluk Arlet yang masih menangis,
“Kenapa baru datang?”
“Setelah Ayah keluar dari rumah sakit,
Ayah menyuruhku untuk membantu mbak Andin mengurus bisnisnya, ayah mengancam
tidak mau menjalani operasi pencangkokan ginjal jika aku menolaknya, jadi aku
menuruti perkataan Ayah, agar Ayah mau menjalani operasi itu, maafkan aku
Arlet, sungguh aku begitu menyesal karena meninggalkanmu terlalu lama, maafkan
aku”
“Apakah kau akan meninggalkanku lagi,
apakah kau akan pergi lagi?”
“Tidak tanpamu” Bani melepas pelukannya
memandang wajah Arlet,,,
“Apa maksudmu?”
“Sebelum kembali ke Semarang, setelah
Ayah menjalani operasinya aku membujuk Ayah untuk mengizankanku kembali ke
Semarang, aku mengatakan kepada beliau, ada seorang wanita yang sangat amat aku
cintai yang ingin aku temui, aku bercerita pada Ayah dan Ibu, bahwa wanita itu
telah mnyelamatkan hidupku, ia rela mendonorkan darahnya untuk meyelamatkanku,
awalnya Ayah tetap kekeuh tidak mengizankanku, Ayah ingin aku tetap mengurus
bisnisnya disana, tapi, mbak Andien membantuku membujuk Ayah, mbak Andien
menjelaskan pada Ayah bahwa aku tidak berbakat dalam hal bisnis, memang aku
tidak mempunyai bakat untuk itu, aku menjelaskan pada Ayah aku bahwa aku sangat
menikmati pekerjaan ku sebagai perawat, akhirnya beliau setuju, beliau
mengizinkanku kembali ke Semarang, dengan catatan beliau ingin aku membawa mu
ke Pontianak, Ayah dan Ibu ku ingin bertemu denganmu Arlet, Ayah ingin bertemu
dengan wanita yang telah meyelamatkan hidup anak mereka,” jelas Bani, “Apa kau
mau ikut ke Pontianak bersamaku untuk beberapa hari?”
“Tapi kau harus janji tidak kan
meniggalkanku terlalu lama lagi”
“Aku akan berusaha Arlet”, Bani kembali
memeluk Arlet…
Seminggu setelahnya…
Arlet masih tertidur dikamar Bani, di
kediaman orangtua Bani di Pontianak, ia dan Bani baru sampai jam dua dini hari,
ketika Arlet membuka matanya, ia langsung mendapati Bani sedang duduk
disampingnya…
“Morning, beautiful”,, sapa Bani ketika
Arlet membuka Bani,
Arlet tersenyum…
“Apakah menyenangkan tidur dikamar
milik kekasihmu, hu?” tanya Bani
Arlet sudah dalam posisi duduk
disamping Bani,
“Meyenangkan karena bisa langsung
melihat wajahmu ketika membuka mata”
Bani mengacak-ngacak rambut Arlet, lalu
menyerahkan segelas air putih untuk Arlet…
“Arlet, kau mau langsung makan atau
masih mau bermals-malasan dulu dikamar milik kekasihmu ini”
Arlet memukul pudak Bani, “Aku mau
mandi dulu, keluar sana,”
“Baiklah, aku tunggu diruang makan Mrs.
Haqi,” Bani meninggalkan Arlet,”Jangan mandi lama-lama, hu?” teriak Bani dari
luar…
Dua puluh menit kemudian…
Arlet berjalan menuju ruang makan
kediaman orangtua Bani, sampai diruang makan, ia mengahmpiri Bani yang sudah menunggunya
dimeja makan, Arlet duduk di kursi samping Bani, melihat seisi ruangan…
“Sepi sekali, kemana Ayah dan Ibumu
Bani?”
“Kau mandi lama sekali, tidak taukah
kau aku sudah sangat lapr, Ayah dan Ibu sedang pergi kerumah mbak Andien”
“Oh… sini biar kuambilkan” Arlet
mengambil piring yang sedang dipegang Bani…
“Arlet,
ada yan ingin kubicarakan, penting,,,”, Kata Bani dengan ekspresi serius, “Mau
bicara apa sih,, serius banget wajah kamu,” Jawab Arlet penasaran. Bani bangkit
dari tempat duduknya, berlutut disamping kursi tempat Arlet duduk, mengeluarkan
sebuah benda dari saku celana sebelah kirinya, membukanya,,,, sebuah cincin,
dengan satu permata ditengahnya, sederhana sekali, hanya memiliki satu permata,
tidak terlalu besar. Arlet terkejut,,,, “Arlet, dengarkan perkataan ku
baik-baik,” Kata Bani sambil memegang cincin yang baru ia keluarkan dari saku
celananya tadi, “ Arleta Harumi Althaf, kau tau bahwa aku sudah mencintaimu
dari sejak pertama kali kita bertemu, kau tau hati ku merasa sakit saat kau menangis
gara-gara seorang laki-laki, dan kau tau bahwa aku mencintaimu dengan setulus
hati yang kupunya, Arleta Harumi Althaf, saat aku terbaring di Rumah Sakit, aku
bisa merasakan ketulusan hatimu mencintai ku walau saat itu kau belum
mengatakan itu kepada ku, Arleta Harumi Althaf, kini, dalam diriku, mengalir
juga darah mu, itu bukan rayuan, melainkan itu nyata, karena memang kaulah yang
memberikan kehidupan bagiku disaat aku sedang dalam kondisi antara hidup dan
mati, Arleta Harumi Althaf, kau adalah wanita kedua yang memberi ku kehidupan
setelah Ibu ku, Ibu melahirkan ku kedunia ini, memberi kehidupan bagiku,
memberi kasih sayang dan cinta yang tak pernah usang kepada ku, dan kau Arlet,
kau memberiku kehidupan bagiku disaat aku sedang dalam kondisi antara hidup dan
mati, kamu memberiku Cinta sama seperti Ibuku, memberi kehangatan sama seperti
Ibuku, merawatku dengan sabar saat aku sedang di Rumah Sakit, Arleta Harumi
Althaf, aku tau ini memang terlalu cepat dan mengejutkan bagimu, tapi,
anggaplah ini sebagai lamaran pribadi ku, kelak, entah itu dua tahun lagi, tiga
tahun lagi, atau empat tahun lagi, lamaran ini akan berubah menjadi lamaran
yang bukan hanya melibatkan aku dan kau tapi juga kedua keluarga kita dan
semoga Tuhan mengizinkan itu, Arleta Harumi Althaf, aku akan dengan sabar
menunggu mu siap menjadi pendampingku karena aku yakin bahwa memang kamulah
wanita yang diciptakan Tuhan untuk ku, seperti kamu yang dengan sabar dan
ikhlasmu pula merawat dan menungguku saat aku pergi, Arleta Harumi Althah, aku
tidak ingin mengganggu cita-cita yang ingin kamu gapai, aku ingin melihatmu
melangkah menggapai cita-citamu , dan aku ingin berada disisimu, menemanimu
saat engkau memulai langkah mu untuk itu, Arleta Harumi Althaf, kau tau bahwa
semua manusia tidak akan bisa hidup selamanya di dunia ini, dan sisa waktuku
didunia ini, sungguh aku ingin melewatkan itu bersamamu, sungguh aku ingin
berada disampingmu selama sisa hidupku, Arleta Harumi Althaf, aku tidak bisa
berjanji selalu menemanimu disisimu, tapi aku akan berusaha untuk memberikan
hal-hal manis diwaktu yang aku sanggup menemani mu, aku tidak berjanji bisa
melakukan apa yang kau ingin aku lakukan, tapi percayalah bahwa aku akan
berusaha melakukan itu selagi aku mampu, kau juga tau bahwa tiada manusia yang
sepenuhnya baik dan sempurna, tapi sungguh aku akan berusaha memperlakukan mu
dengan baik, Arleta Harumi Althaf, aku
akan berusaha dengan segala kemampuanku setia menunggu kesiapanmu, aku mohon
padamu Arlet, sungguh, jika suatu saat aku merasa lelah akan “Kita”,
berjanjilah, jangan pernah engkau meninggalkan ku apabila hal yang tidak aku
inginkan itu terjadi, sungguh aku mohon, tetaplah disisi ku saat amarah
menguasai ku, sungguh aku mohon, tetaplah disisiku saat luka sedang kualami,
tetaplah menjadi air yang memadamkan api dalam hatiku, engkau pun tau bahwa
dalam agama kita, setiap manusia sudah diciptakan berpasang-pasangan, Tuhan
kita menjadikan sebuah pernikahan adalah ibadah, dan,,,,, Arleta Harumi Althaf,
maukah engkau menjadi akhir dari cerita ku, maukah kamu menjadi wanita terakhir
yang memberi cinta kepadaku, menjadi wanita yang dipilihkan Tuhan untukku, aku
akan menunggumu sampai engkau siap, dan semoga Tuhan selalu mejaga cinta ku
untukmu, dan begitu pula sebalikya, maukah engkau menerimaku, sebagai laki-laki
yang kelak akan di Halal kan untukmu oleh Tuhan?” Kata Bani, dengan begitu
serius, memandang mata Arlet yang berkaca mendengar ucapan Bani, Arlet terharu,
tidak kuasa menahan air mata nya, ia begitu tersentuh dan bahagia, walau itu
hanya kata-kata, tapi Arlet tau bahwa Bani memang bersungguh-sungguh denga yang
ia ucapkan, Bani tidak muluk-muluk dalam berjanji, ia begitu sederhana
mencintai Arlet, memandang hanya kepada Arlet, Bani layaknya sebuah Semesta
bagi seorang Arlet, dimata Bani, Arlet melihat ketulusan, di perkataan Bani
Arlet mendengar kenyataan, di genggaman tangan Bani, Arlet mendapat sebuah
kekuatan, di dalam pelukan Bani, Arlet mendapat perlindungan yang nyata, di
hati Bani, Arlet mendapat seribu cinta, di setiap perlakuan Bani, Arlet mendapat
prioritas dan keutamaan, bagi Arlet, Bani seperti alam semesta ciptaan Tuhan,
memberi seribu hal yang Arlet butuhkan, menyiapkan segala sesuatu yang
dibutuhkan Arlet, Seribu semesta Arlet dalam diri Bani, dalam diri laki-laki
yang ribet namun berpenampilan sedrhana, dimana Arlet telah dengan ikhlas
memberikan sebagian darahnya. “Kau tau, Gamal Albani Haqi,,,,, adakah hal yang
bisa membuat ku menolakmu,,, adakah hal itu?, kau tau Gamal Albani Haqi, aku
rela mengalahkan rasa takutku untukmu, kau tau wahai semesta ku, bahwa aku
mencintaimu lebih dari yang kau tau, walau ada sebagian dari sifatmu yang
kubenci, tapi itu tidak akan bisa membuatku menolakmu, walau engkau hanya
memiliki waktu yang terbatas bagiku, itu tidak akan bisa membuat ku berpaling,
maaf jika kadang sikapku terlihat terlalu dingin, aku tidak tau harus seperti
apa menunjukkan kecintaanku kepadamu, dan,,,, sungguh, aku begitu ingin
menghabiskan waktuku juga bersamamu, dan aku ingin menjadi akhir cerita dalam
hidupmu, aku ingin menerima cincin itu”, kata Arlet dengan suara yang sedikit
bergetar. Bani memasangkan cincin di jari manis tangan kiri Arlet, menghapus
air mata yang membasahi pipi Arlet, menggenggam kedua tangan Arlet, menatap
kedua mata Arlet, “You’re, the best I ever have, Arlet”, kata Bani, “Dan kau
adalah hal terbaik yang menimpa ku, jangan pernah pergi lagi, jadilah akhir
dari ceritaku,” Jawab Arlet, “Tidak ada hal bisa membuat ku pergi darimu,
termasuk sikap dinginmu, karena aku menyukai itu, itu membuatmu seperti hal
yang sangat mahal dalam hidupku, aku akan disisimu, selalu akan kuusahakan itu,
dan aku mau menjadi akhir dari ceritamu,” Kata Bani masih menatap mata Arlet. “
Aku menyayangi mu, tidakkk,,,, Aku mecintaimu, itu yang benar”, bisik Arlet,
“Aku pun begitu,,, mencintaimu dengan segenap ketulusan yang kupunya,”
Bani,
memandang Arlet seperti ia memandang Ibunya, penuh hormat, Bani sebisa mungkin
tidak ingin menyakiti Ibunya, itu pula yang ia lakukan kepada Arlet, Bani
begitu menghormati kedua wanita ini, Ibunya yang telah melahirkan dan
membesarkannya, dan Arlet, wanita yang meyelamatkan Bani di saat Bani sedang dalam kondisi antara
hidup dan mati. Bani menyayangi Arlet sama seperti Bani menyayangi Ibunya.
Melalui Ibunya ia mendapatkan kasih sayang yang tiada tara, melalui Arlet, Bani
mendapatkan kasih sayang yang tanpa syarat, Ibu Bani menyayangi Bani dengan
semua sifat buruk Bani, Arlet menyayangi Bani dengan semua sifat buruk Bani
pula, Arlet tidak ingin selalu diprioritaskan oleh Bani, Arlet hanya ingin
cinta Bani yang tulus, namun, seberapa kerasnya Arlet meminta untuk tidak
terlalu memprioritaskan nya, sekeras itu pula Bani menolak, apapun yang terjadi
dengan Arlet, Bani selalu berusaha ada disamping Arlet.
Jika
engkau memiliki wanita yang engkau cintai, perlakukan ia, sayangi ia, dan
hormati ia, seperti ia adalah Ibu mu. Jika engkau sudah merasa yakin terhadap
wanita mu, jadikanlah ia Halal untukmu, perlakukan pula ia dengan baik, seperti
ibumu memperlakukanmu dengan baik tanpa sebuah cela sekalipun, jangan sakiti
ia, baik itu fisiknya ataupun psikisnya, jangan terlalu muluk-muluk berjanji
kepada seorang wanita, jangan membuatnya menaruh harap yang tinggi terhadapmu,
jika engkua telah berjanji kepada seorang wanita, maka wanita akan mengingat
janjimu itu tidak hanya dalam pikirannya tapi juga ia akan menaruh janjimu di
hatinya, jika engkau mengigkarinya, bukan hanya pikirannya yang kacau tapi juga
hatinya merasa teriris, seperti itulah wanita. Dan jika engkau ingin
menghabiskan sisa hidupmu dengannya maka katakanlah “Aku ingin bersamamu,
selama sisa hidupku”, That simple right?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar