Sabtu, 31 Mei 2014

Inisial "A" #6

Setiap kali gue nulis tentang dia di blog gue ini,,, gue selalu bertanya sama diri gue sendiri, sampe kapan ya gue nulis tentang dia di postingan2 gue, akankah gue kehabisan kata buat dia, akankah gue bosen, akankah gue berhenti nulis Inisial "A" lagi, ya.... gue gak akan pernah tau kapan itu berhenti, itu diluar kuasa gue.
Begitu juga halnya ketika kita mengagumi seseorang, pasti kita selalu bertanya dalam hati, akankah perasaan kita yang dia gak akan tau berubah jadi perasaan biasa aja, akankah kita berhenti mengagumi dia???,,,, Seperti halnya saat jatuh cinta, kita gak bisa menentukan sama siapa kita jatuh cinta, dan mungkin kita juga gak bisa menentukan kapan kita berhenti mengagumi dia. Tapi, selagi mengagumi seseorang dalam diam itu bisa membuat kita bahagia, maka, lakuin aja yang menurut kita bahagia,,, dulu, waktu gue masih punya hubungan sama mantan gue, gue udah mulai mengagumi dia, si Mr. A,,, mungkin emang terkesan gue ngekhianatin mantan waktu itu, but, saat itu perasaan gue ke Mr. A itu cuma perasaan kagum biasa aja, tapi anehnya gue bahagia sama perasaan kagum gue ke si Mr. A itu, dan sekarang perasaan itu gak bisa gue kontrol lagi, semakin kesini semakin perasaan gue tumbuh jadi perasaan yang lebih dari sekedar kagum...

Inisial "A" #5

"If You Never try, You Will Never Know"
That's right.... If you never try, you will never know...
Itu salah satu penggalan lirik lagunya Coldplay yang judulnya Fix You...Keren breiy lagu itu sumpah.
Oke.... gini guys, salah satu hal yang biasanya dilakukan kalo kita mengagumi seseorang adalah berusaha pengen tau lebih tentang dia, iya gak??? entah itu dengan cara add akun facebook nya dia, follow twitter, instragram, or everythink.... tapi seringkali dan gak jarang kita gak berani buat ngelakuin hal-hal tadi, dengan alasan takut si dia gak suka akan kehadiran kita di akun socmed nya dia, itu makanya Kalo kita gak pernah nyoba, kita gak akan tau guys, gak akan,,, dan bodohnya gue juga kayak gitu guys,,,,,
Gue takut akan penolakan2 yang mungkin aja gak akan terjadi. dari sudut pandang gue and temen gue yang juga mengalami hal serupa kayak gue, kita lebih memilih menyimpan semua itu di relung jati kita yang paling dalam,,, karena apa, alasannya sederhana, ketika dia tau akan keberadaan kita, dan dia merespon, kita takut jika suatu saat perasaan kita yang awalnya selalu mengagumi apapun tingkah dia, berubah jadi perasaan benci yang akhirnya malah ngebikin kita jadi ilfeel sama dia, tapi guys itu gak baik buat dicontoh, lebih baik lakukan apa yang membuat lo bahagia, lakukan yang menurut lo itu baik, sekali lagi If You Never Try, You Will Never Know, makasih coldplay, lagunya keren sumpah.

Jumat, 30 Mei 2014

Inisial "A" #4

Labil ya gue, di post yg lain nulis tentang mantan, di post ini nulis tentang si Mr. A...
Tapi it's oke lah, itu bentuk penghargaan gue terhadap mantan gue... *givingapplause.
Well...
Gue, gak tau apa kalian juga ngerasa sama kayak gue, kalo mendem perasaan sama orang lain...
Tiap pagi, tiap mau berangkat kuliah, niat gue selain emang pengen menuntu ilmu biar pintar dan jadi guru, gue juga punya niat yang selalu gue ucapain dalam hati, lewat mulut tapi ngucapinnya, dan temen2 gue mungkin udah kebal kali ya telinganya sama harapan2 gue tiap pagi, "semoga gue bisa ketemu ama si a*****, ya Allah, Aminn.."
Itu harapan dan do'a gue tiap pagi sebelum berangkat ngampus.... gila ya, lebay juga gue...
Dan kalian tau guys, enaknya abis ngeliat seseorang yg lo kagumi adalah lo gak akan berhenti tersenyum dari mulai detik pas lo ketemu dia, dan sampe detik lo sebelum tidur, ya kayak gitulah...
Dan semoga apa yang gue rasain juga lo semua rasain, biar gue gak ngerasa sendirian,,, *ciecaritemen...
But, Thank God For The Best Think U Given to Us.

Kamis, 29 Mei 2014

Tentang Mantan #2

Kenyataannya adalah,,,
Gue belum mau membuka hatiku untuk diisi orang lain..
Walaupun itu dia si inisial "A"...
Mengapa???
Entahlah, mungkin karena kebersamaan kami yang cukup lama dan mengesankan...
dari dia gue belajar mengenai pentingnya sebuah kepercayaan jika hubungan kalian itu berjenis Long Distance Relationship...
Jangan pernah NeThink... itu pelajaran yang bisa gue ambil...
Tapi, mau di gimanain juga, kalo batu ketemu batu, jadinya bakal hancur...
Gue dengan Head Stone gue, dan dia dengan Emosi nya yg labil...
Tapi, terimakasih untuk 10 bulan yang rasanya kayak naik roller coster...



Senin, 26 Mei 2014

Inisial "A" #3

Saat kita ngelihat orang yang kita kagumi, pasti rasanya seneng, pengen teriak, senyum-senyum sendiri, ya pokoknya nano-nano aja kalah deh rasanya,
Kalian tau, enaknya jadi secret admirer???
Enaknya adalah kita gak perlu sakit hati kalo dia ninggalin kita, tapi, setiap hal enak pasti ada konsekuensinya dong,,,,
Konsekuensinya adalah, lo gak ada hak sama sekali buat ngerasa sakit hati kalo dia memilih orang lain sebagai pacarnya, ya secara lo cuma pengagumnya gitu,,,,
Lo gak punya hak sama sekali buat sakit hati,,, dan gue pun seperti itu, gue gak punya hak sama sekali buat sakit hati kalo andai aja si Mr. A, memilih orang lain buat jadi pendampingnya, siapa gue coba???
Gue cuma ngeliat dia dari jauh, memalingkan wajah pura2 gak tau kalo dia ngeliat kearah gue, ngekhayal tentang dia, tanpa pernah gue berusaha ngelakui hal biar dia bisa tau, "ini lho gue, liat gue".

Lind's World: Tentang Mantan #1

Lind's World: Tentang Mantan #1: Bicara mantan, pasti bicara tentang masa lalu,,, Bicara masa lalu itu sering diartikan dengan " susah move on "... Bukan susah ...

Tentang Mantan #1

Bicara mantan, pasti bicara tentang masa lalu,,,
Bicara masa lalu itu sering diartikan dengan "susah move on"...
Bukan susah move on, tapi masih sering keingetan aja,,, *lho apa bedanya????
Mantan itu adalah sesuatu yang indah jika belum dimiliki oleh orang lain, tapi ketika dia udah jadi milik orang lain, masihkah ia terasa indah buat kita????
Hemmm,,,,, Pernahkan kalian jengkel ketika mantan kalian udah punya gebetan bahkan pacar baru, padahal kalian baru tiga bulan putus???? 
Kalo iya,,, gue yakin itu hati rasanya, ampun, bukan main panasnya,,
Pasti kalian bertanya sama diri kalian sendiri, "kok bisa sih, kok bisa sih dia udah punya pacar baru, padahal baru tiga bulan putus, kok bisa sih????"
Simple aja sih jawabannya,,, itu artinya dia udah move on dari lo, sementara lo, masih belum bisa move on,,,
Kalo menurut gue sih, Kenapa cowok lebih cepat dapat gebetan baru ketimbang kita para cewek???
Salah satu  temen gue pernah bilang, dan dia cowok, dia bilang gini "kalo udah putus, gue harus langsung bisa punya cewek lagi, biar gak keingetan terus sama mantan".

Minggu, 25 Mei 2014

Makalah Administrasi Pendidikan (Kebijakan Pendidikan)

BAB 1
PENDAHULUAN
1.      LATAR BELAKANG
Bagi masyarakat yang tidak tahu atau belum memahami subtansu kebijakan pendidikan dan proses penyusunannya, maka pemikiran masyarakat identik dengan “sikap ganti menteri, ganti kebijakan pendidikan”. Pendapat tersebut sebenarnya tidak sepenuhnya benar, dan tidak pula sepenuhya salah. Berdasarkan fakta bahwa, jabatan Menteri adalah jabatan politik tempat seorang pejabat Negara mengaktualisasikan gagasannya dalam  bentuk keputusan politi, maka sebetulnya pendapat masyarakat adalah benar. Akan tetapi harus pula diingat tidak semua Menteri pendidikan mempunyai gagasan yang brilliant untuk diwujudkan dalam bentuk kebijakan pendiika; adakalanya “hanya” menjalankan kebijakan pendidikan yang sebelumnya sudah dipersiapkan oleh para actor kebijakan dilingkungan kementerian pendidikan.[1]
Makalah ini disusun agar mahasiswa dapat memahami apa saja komponen-komponen yang terdapat dalam kebijakan pendidikan. Sangat penting pula bagi ahasiswa jurusan keguruan mengetahui tentang kebijan pendidikan, khususnya kebijakan pendidika di Indonesia itu sendiri.

2.      RUMUSAN MASALAH
A.    Apa yang dimaksud dengan kebijakan pendidikan?
B.     Apa yang dimasud dengan kebijakan pendidikan nasional dan daerah?
C.     Apa yang dimaksud dengan kebijakan pendidikan umum, khusus, dan teknis?
D.    Apa saja nilai-nilai dasar dan prinsip kebijakan pendidikan?
E.     Apa yang dimakud dengan implementasi kebijakan pendidikan?
F.      Apa saja model- model kebijakan pendidikan?
G.    Bagaimana proses analisis kebijakan dalam pendidikan?
H.    Bagaimana kebijakan pemerintah mengenai otonomi pendidikan?
I.       Bagaimana kebijakan penganggaran pendidikan pada kabupaten/kota?
J.       Apa saja metodologi studi kebijakan pendidikan?


3.      TUJUAN
A.    Mahasiswa dapat mengetahui apa itu kebijakan pendidikan.
B.     Mahasiswa dapat mengetahui apa itu kebijakan pendidikan nasional dan daerah.
C.     Mahasiswa dapat mengetahui apa itu kebijakan pendidikan umum, khusus, dan teknis.
D.    Mahasiswa dapat mengetahui apa saja nilai-nilai dasar dan prinsip kebijakan pendidikan.
E.     Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimakud dengan implementasi kebijakan pendidikan.
F.      Mahasiswa dapat mengetahui apa saja model- model kebijakan pendidikan.
G.    Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana proses analisis kebijakan dalam pendidikan.
H.    Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana kebijakan pemerintah mengenai otonomi pendidikan.
I.       Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana kebijakan penganggaran pendidikan pada kabupaten/kota.
J.       Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana apa saja metodologi studi kebijakan pendidikan.











BAB II

A.    Pengertian Kebijakan Pendidikan

Menurut Carter V. Good (1959), kebijakan pendidikan adalah suatu pertimbangan yang didasrkan atas system nilai dan beberapa penilaian terhadap factor-faktor yang bersifat situasional. Pertimbangan tersebut dijadikan sebagai dasar untuk mengoperasikan pendidikan yang bersifat melembaga. Good melihat kebijakan pendidikan sebagai suatu peruses.
Kebijakan pendidikan adalah kebijakan public dibidang pendidikan. Meurut Ensiklopedia Wikipedia disebutkan bahwa kebijakan pendidikan berkenaan dengan kumpulan atau seperangkat aturan yang memandu pelaksanaan system pendidikan, yang juga meliputi tujuan pendidikan dan bagaimana mencapai tujun tersebut.
Menurut Gamage & Pang (2003), kebijakan pendidikan dapat juga dipahami sebagai perangkat panduan yang memberikan kerangka kerja bagi tindakan dalam hubungan dngan persoalan subtantif. Garis panduan dimaksud mencakup istilah umum (general terms), dan tindakan (yang akan dilaksanakan dengan mempertimbangkan masalah yang ada). Garis panduan atau kebijakan pendidikan akan menjadikan kepala sekolah, staf, dan personalia lainnya sebagai warga sekolah dapat melaksanakan tanggung jawabnya dengan arah yang jelas. Pada tingkatan sekolah, kebijakan pendidikan sangat penting bagi kehidupan siswa dan para guru karena berkaitan dengan pengajaran dan pembelajaran dalam rangka peningkatan efektivitas sekolah dan presentasi pelajar.
Sedangkan menurut Thompson (1976), suatu kebijakan pendidikan disekolah oleh orang yang terpilih dan bertanggung jawab untuk membuat kebijakan pendidikan, dewan sekolah dan unsure lain yang diberi kewenangan, membuat kebijakan, baik sekolah, pengawas, atau administrator yang memiliki kewenanganmengelola kebijakan pendidikan dari dewan sekolah.
Tilaar dan Riant Nugroho (2009), mengetengahkan kerangka berfikir yang sangat menarik untuk sampai kepada rumusan mengenai kebijakan pendidikan. Pendidikan sebagai suatu entitas diletakkan dalam kontekskebutuhan hakiki manusia yang utuh dengan esensi tujuan mencapai kebahagiaan dan keadilan yang manusiawi. Secara teoritis dan filosofi kebijakan pendidikan diletakkan antara keduanya.
Kebijakan pendidikan menurut Tilaar dan Riant Nugroho, dapat dikenali berdasarkan aspek-aspek berikut:
1.      Kebijakan pendidikan merupakan suatu keseluruhan deliberasi mengenai hakikat manusia sebagai makhluk yang menjadi-manusia dalam lingkungan kemanusiaan. Oleh sebab itu kebijakan pendidikan merupakan penjabaran dari visi dan misi dari pendidikan dalam masyarakat tertentu.
2.      Kebijakan pendidikan dilahirkan dari ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis yaitu kestuan antara teori dan praktik pendidikan. Oleh sebab itu kebijakan pendidikan meliputi proses analisis kebijakan, perumusan kebijakan, pelaksanaan dan evaluasi.
3.      Kebijakan pendidikan haruslah mempunyai validitas dalam perkembangan pribadi serta masyarakat yang memiliki pendidikan itu validitas social dari kebijakan pendidikan tampak dalam sumbangannya bagi perkembangan pribadi individu yang kreatif sehinnga dapat mentransformasikan masyarakat serta kebudayaannya.
4.      Keterbukaan (openness), proses pendidikan sebagai proses pemanusiaanterjadi dalam interaksi social. Hal ini berarti bahwa pensisikan merupakan milik masyarakat.
5.      Kebijakan pendidikan didukung oleh riset dan pengembangan. Suatu kebijakan pendidikan bukanlah sesuatu yang abstrak tetapi yang dapat diimplementasikan
6.      Analisis kebijakan. Sebagaimana pula dengan berbagai jenis kebijakan, kebijakan pendidikan juga memerlukan alalisis kebijakan.
7.      Kebijakan pendidikan pertama-tama dtujukan pada kebutuhan peserta didik. Dalam dunia modern, pendidikan merupakan rebutan partai-partai politik. Hal ini disebabkan karena melalui pendidikan dapat dibentuk kader-kader politik yang akan menyebarluaskan dan mempertahankan ideology partai tersebut. Kebijakan pendidikan seharusnya diarahkan pada terbentuknya para intelektual organic yang menjadi agen-agen pembaruan dalam masyarakatnya.
8.      Kebijakan pendidikan diarahkan pada terbentuknya masyarakat demokratis.
9.      Kebijakan pendidikan berkaitan dengan penjabaran misi pendidikan dalam pencapaian tujuan-tujuan tertentu.
10.  Kebijakan pendidikan harus berdasarkan efisiensi. Kebijakan pendidikan bukan semata-mata berupa rumusan verbal  mengenai tingkah laku dalam pelaksanaan praksis pendidikan.
11.  Kebijakan pendidikan bukan berdasarkan pada kekuasaan tetapi kepada kebutuhan peserta didik. Pendidikan sangat erat dengan kekuasaan.
12.  Kebijakan pendidikan bukan berdasarkan intuisi atau kebijakan yang irasional. Kebijakan pendidikan telah lahir  dari proses deliberasi para pakar dalm berbagai disiplin sehingga merumuskan kebijakan-kebijakan pendidikan untuk kepentingan rakyat.
13.  Kejelasan tujuan akan melahirkan kebijakan pendidikan yang tepat.
14.  Kebijakan pendidikan diarahkan bagi pemenuhan kebutuhan peserta didik dan bukan bagi kepuasan birokrat.[2]

B.           Kebijakan Pendidikan Nasional Dan Daerah
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 / 2004, tentang pemerintah daerah, berikut penyempurnaannya, urusan pemerintahan dibagi menjadi dua jenis, yaitu urusan pemerintahan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat) dan urusan pemerintahan daerah (provinsi, daerah, kota). Urusan pendidikan sesuai dengan pasal 13 dan 14 Undang-undang nomor 23 / 2004, merupakan urusan wajib yang harus diselenggarakan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten / kota. Artinya kebijakan pendidikan bersifat desentralistik, kendati demikian kebijakan pendidikan tidak secara otomatis bersifat desentralistik, ada kebijakan pendidikan yang bersifat sentralistik, terutama jika silihat dari level kebijakan tersebut dirumuskan dan dilaksanakan.
Kebijakan pendidikan yang bersifat sentralistik disebut juga sebagai kebijakan pendidikan pada tingkat nasional (national policy level). Sebagai penentu kebijakan pendidikan nasional ini adalah Majelis Permusyawaratn Rakyat (MPR). Kebijakan yang berada pada level nasional ini, disebut juga kebijakan administrative.
Kebijakan pendidikan yang bersifat desentralistik, yakni level kebijakan pendidikan daerah, wujud kebijakan pendidikan daerah ada dua macam, yaitu, pertama Perda (peraturan daerah), tentang pendidikan yang perumusan nya berada ditangan eksekutif (bupati / walikota) dan legislative atau mitra Bupati / walikota, yakni, DPRD. Kedua, keputusan / peraturan bupati / walikota tentang pendidikan.
C.                Kebijakan Pendidikan Umum, Khusus, Dan Teknis
Kebijakan pendidikan yang bersifat umum (general policy level), merupakan kebijakan pendidikan eksekutif, oleh karena itu yang menentukan adalah mereka yang berada pada posisi eksekutif, dan yang termasuk kedalam kebijakan ini adalah:
1.      Undang-undang
Produk kebijakan pendidikan dalam bentuk Undang-undang, antara lain ialah UU No. 20 / 2003, tentang system pendidikan nasional; UU No. 14 / 2005, tentang Guru dan Dosen, dan UU tentang Perguruan Tinggi yang sedang digodog pemerintah dan DPR sebagai pengganti UU tentang PT BHMN (perguruan tinggi badan hukum milik Negara), yang menempatkan Perguruan Tinggi sebagai Badan Hukum Pendidikan, dan sudah dianulir oleh Mahkamah Konstitusi.
2.      Peraturan pemerintah
Produk kebijakan pendidikan dalam Peraturan Pemerintah antara lain PP Nomor 55 tahun 1998, tentang perubahan atas PP Nomor 28 tahun 1990 tentang pendidikan dasar, PP Nomor 41 tahun 2009, tentang Tunjangan profesi Guru dan Dosen, serta Tunjangan Kehotmatan Profesor, PP Nomor 17 tahun 2010, tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, PP Nomor 37 tahun 2009, tentang Dosen. PP Nomor 19 tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan, PP Nomor 74 tahun 2008 tentag Guru, dll.
3.      Keputusan, Peraturan, dan Instruksi Presiden
Contoh kebijakan pendidikan dalam kategori ini antara lain, Keputusan Presiden Rebuplik Indonesia Nomor 102 Tahun 2001, tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata kerja Departemen.
Sifat kebijakan pendidian yang bersifat khusus (special policy level). Tingkat kebijakan ini letak penentuannya ada di tangan Menteri Pendidikan. Special policy level inidibuat oleh Menteri Pendidikan dengan mendasrkan kebijakan yang berda di atasnya, berupa keputusan bersama dengan Menteri, atau berupa peraturan Menteri Negara.
Contoh kebijakan pendidikan yang bersifat khusus pada level kementerian, yaitu:
1.      Keputusan Mendiknas RI No. 056/P/2007, tentang, Pembentukan Konsorium Sertifikasi Guru.
2.      Permendiknas RI No. 36 Tahun 2007, tentang, Penyaluran Tunjangan Profesi bagi Guru.
3.      Permendiknas RI No. 47 Tahun 2007, tentang Penyelenggaraan Inpassing Jabatan Fungsional Guru bukan PNS dan Angka Kreditnya.
4.      Permendiknas RI No. 8 Tahun 2009, tentang Program Pendidikan Profesi Guru Pra Jabatan.
5.      Peraturan Menteri Negara PAN dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009, tentang Jabatan Funsional Guru dan Angka Kreditnya.
6.      Peraturan Bersama Mendiknas dan Kepalal BKN Nomor: 03/V/PB/2010; Nomor: 14 Tahun 2010, tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Oleh karena Sekertaris Jenderal dan Inspektur Jenderal berfungsi sebagai pembantu Menteri, maka  kebijakan kedua pejabat ini juga dapat dikategorikan sebagai kebijakan khusus. Contohnya adalah Surat Edaran Bersama Sekertaris Jenderal Departemen Agama dan Direktur Jenderal PMPTK, No. SJ/Dj. I/Kp.02/1569/2007; 4823/F/SE/2007, tanggal 7 Agustus 2007.
Kebijakan Pendiidikan Teknis (technical policy level). Sifat kebijakan pendidikan teknis lazim disebut dengan kebijakan operatif. Dikatakan sebagai kebijakan operatif , oleh karena kebijakan pendidikan ini merupakan pedoman pelaksanaan. Penentuan kebijakan pendidikan ini berada pada tangan pejabat eselon 2 kebawah, seperti Direktorat Jenderal atau pimpinan lembaga non departemental. Produk kebijakakn pendidikan ini berupa peraturan, keputusan, dan instruksi pimpinan lembaga. Contohnya yaitu:
1.      Keputusan Dirjen Dikti Depdikbud RI No. 48/D3/Kep/1983, tentang Beban Tugas Tenaga Pengajar pada Perguruan  Tinggi.
2.      Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas No. 44/DIKTI/Kep/2006, tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat di Perguruan Tinggi.
3.      Petunjuk Teknis Dirjen PMPTK tentang Pembayaran Tambahan Penghasilan bagi Guru PNS Daerah Tahun 2009, dll.
Berdasarkan technical policy level ini pula, Gubernur, Kakanwil, Bupati dan Kandep di masing-masing bidang.
Selain itu, terdapat pula kebijakan pendidikan yang bersifat mikro. Termasuk dalam kebijakan pendidikan yang bersifat mikro adalah berbagai peraturan atau keputusan yang dibuat oleh pimpinan lembaga pendidikan, misalnya kepala sekolah. Kebijakan pendidikan ini mencakup berbagai keputusan yang dibuat oleh Dewan atau Komite Sekolah.[3]
D.             Nilai-Nilai Dasar Dan Prinsip Kebijakan Pendidikan
Mengadopsi Peraturan Meneg-PAN Nomor: PER/04/M.PAN/4/2007, tentang Pedoman Umum Formulasi, Implementasi, Evaluasi Kinerja, dan Revisi Kebijakan Publik di  Lingkungan Lembaga Pemerintah Pusat dan Daerah, maka ketika merumuskan suatu kebijakan pendidikan, sekurang-kurangnya ada enam nilai dasar kebijakan pendidikan, antara lain:
1.      Kebijakan pendidikan yang dirumuskan haruslah bersifat cerdas.
2.      Kebijakan pendidikan yang dirumuskan harus bersifat bijaksana.
3.      Kebijakan pendidikan yang dirumuskan harus memiliki harapan baru.
4.      Kebijakan pendidikan yang dirumuskan harus terfokus pada rakyat.
5.      Kebijakan pendidikan yang dirumuskan harus bisa member motivasi.
6.      Kebijakakn pendidikan yang dirumuskan harus prodktifitas, memiliki kualitas.
Adapun prinsi-prinsip yang dianut dalam formulasi kebijakan pendidikan, antara lain:
1.      Benar dalam proses.
2.      Benar secara isi.
3.      Benar secara politik-etik.
4.      Benar secara hokum.
5.      Benar secara manajemen.
6.      Benar secara bahasa.[4]




E.     Implementasi Kebijakan Pendidikan
Menurut Grindle (1984), implementasi kebijakan pendidikan sesungguhnya bukanlah sekedar bersngkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi pendidikan, melainkan lebih dari itu. Implementasi kebijakan pendidikan juga menyangkut masalah konflik kepentingan, keputusan, dan siapa yang memperoleh apa dari kebijakan tersebut.
Lebih jauh Grindle, menjelaskan bahwa pengukuran implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada aksi (action).
Menurut Udoji, implementasi kebijakan pendidikan adalah sesuatu yang penting bahkan jauh lebih penting dibandingkan perumusannya. Kebijakan pendidikan haya sekedar impian atau rencana sempurna yang tersimpan rapi sebagai arsip apabila tidak diimplementasikan.
Proses implementasi kebijakan pendidikan itu sesugguhnya tidak hanya menyangkut prilaku badan-badan administrative yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program pendidikan dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, dan sosialyang langsung atau tidak langsung dapat memengaruhi prilaku dari semua pihakyang terlibat, dan yang ada pada akhirnya berpengaruh pada dampak, baik yang diharapkan (intended) maupun yang tidak diharapkan (spillover / negative effects).
Berikut adalah beberapa langkah dalam pengimplemtasian kebijakan pendidikan sesuai kerangka peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, tentang pedoman Umum Formulasi, Implementasi, Evaluasi Kinerja dan Revisi Kebijakan Publik di Lingkungan Lembaga Pemerintah Pusat dan Daerah,  langkah-langkah nya adalah sebagai berikut:
1.      Penyiapan Implementasi Kebijakan Pendidikan (0 s.d. 6 bulan), termasuk kegiatan sosialisasi dan pemberdayaan para pihak yang menjadi pelaksanaan kebijkan pendidikan, baik dari kalangan pemerintahan (birokrasi), maupun public (masyarakat). Tahapan sosialisasi dilakukan dengan cara: penyebarluasan kepada public melalui media massa elektronik, media cetak, dan temu public.
2.      Implementasi kebijakan pendidikan dilaksanakan tanpa sanksi (masa uji coba) dengan jangka waktu selama 6 bulan sampai dengan 1 tahu dan disertai perbaikan atau penyempurnann kebijakan (policy refinement, apabila diperlukan.
3.      Implementasi kebijakan pendidikan dengan sanksi dilakukan setelah masa uji coba selesai disertai pengawasan dan pengendaliaan.
4.      Setelah dilakukan implementasi kebijakan pendidikan selama tiga tahun, dilaksanakan evaluasi kebijakan pendidikan.[5]

1.      Persoalan-persoalan Implementasi Kebijakan
Dalam memahami suatu proses kebijakan, terdapat aspek yang sangat penting yaitu implementasi kebijakan. Tolok ukur keberhasilan suatu kebijakan adalah pada tahap implementasi.Implementasi kebijakan lebih bersifat kegiatan praktis, termasuk di dalamnya mengeksekusi dan mengarahkan. Dengan demikian, implemenasi kebijakan dapat disebut sebagai rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah sebuah kebijakan ditetapkan, baik yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah-langkah yang stratejik, maupun operasional yang ditempuh guna mewujudkan suatu program atau kebijakan menjadi kenyataan, guna mencapai sasaran dari kebijakan yang telah ditetapkan tersebut. Tingkat keberhasilan proses ini akan dipengaruhi beberapa unsur, baik yang bersifat mendukung atau menghambat, serta lingkungan, baik fisik, sosial maupun budaya. Hal yang perlu diwaspadai adalah dalam memilih alternatif untuk memecahkan masalah, sehingga tidak mengganggu pencapaian tujuan kebijakan.
Implementasi kebijakan baru akan terlihat pengaruhnya setelah kebijakan tersebut dilaksanakan. Hal ini menunjukan bahwa proses pelaksanaan kebijakan merupakan salah satu tahap penting dalam menentukan proses perumusan kebijakan selanjutnya. Sebab, berhasil tidaknya suatu kebijakan dalam mencapai tujuannya ditentukan dalam pelaksanaannya. Berhasil atau tidaknya suatu kebijakan akan ditentukan oleh banyak factor.
Solichin Abdul Wahab (1990), mengemukakan faktor-faktor yang menyebabkan berhasil tidaknya suatu kebijakan antara lain:
1.      Kompleksitas kebijakan yang telah dirumuskan
2.      Kejelasan rumusan masalah dan alternatif pemecahan masalah
3.      Sumber-sumber potensial yang mendukung
4.      Keahlian pelaksanaan kebijakan
5.      Dukungan dari khalayak sasaran
6.      Efektivitas dan efisiensi birokrasi
Keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan dapat dievaluasi kemampuan kebijakan tersbut yang secara nyata dalam mengoperasikan program-program yang telah dirancang sebelumnya. Sebaliknya proses implementasi kebijakan perlu dievaluasi dengan cara mengukur dan membandingkan antara hasil akhir program-program yang dilaksanakan dengan tujuan-tujuan kebijakan.[6]
F.     Model- Model Kebijakan Pendidikan[7]
            Metodologi kualitatif dibidang pendidikan dapat dilakukan dengan mempelajari permasalahan kebijakan secara khusus dan secara rinci kasus perkasus ditelusuri dengan pendekatan kualitatif seperti menejemen sekolah, menejemen kelas, peningkatan kualitas pengajaran, penggunaan fasilitas dan perlengkapan pembelajaran dan sebagainya.
Menurut Dunn (1981:116) terdiri dari enam model diantaranya model deskriptif, model normatif, model verbal, model simbolis, model prosedural, model sebagai pengganti dan perspektif.
1.      Model deskriptif
            Menurut suryadi dan tilaar (1993:46) adalah suatu prosedur atau cara yang digunakan untuk penelitian dalam ilmu pengetahuan baik murni maupun terapan untuk menerangkan suatu gejela yang terjadi dalam masyarakat.
Sedangkan menurut Cohn (1981) model deskriptif adalah pendekatan positif yang diwujudkan dalam bentuk upaya ilmu pengetahuan menyajikan suatu “State of the art” atau keadaan apa adanya dari suatu gejala yang sedang diteliti dan perlu diketahui para pemakai.
Tujuan model deskriptif menurut Dunn (1981:111) yaitu memprediksikan atau menjelaskan sebab-sebab dan konsekwensi-konsekwensi dari pilihan-pilihan kebijakan., model ini digunakan untuk memantau hasil-hasil dan aksi-aksi kebijakan seperti indikator angka partisipasi murni dan angka out yg dipublikasikan.

2.      Model normatif
            Menurut Suryadi dan tilaar (1993:47) pendekatan normatif disebut juga dengan pendekatan preskriptif yang merupakan upaya ilmu pengetahuan yang menawarkan suatu norma, kaidah, atau resep yang dapat digunakan oleh pemakai untuk memecahkan suatu masalah.
Model ini dapat membantu untuk menentukan tingkat kapasitas pelayanan yang optimum (model antri), pengaturan volume dan waktu yang optimum (model inventaris) dan keuntungan yang optimum pada investasi publik ( model biaya manfaat).
Model ini tidak hanya memungkinkan analis atau pengambil kebijakan memperkirakan nilai masa lalu, masa kini dan masa mendatang, analisis kebijakan ini dimaksudkan untuk membantu para pengambil keputusan (menteri, gubernur, bupati dan kepala sekolah) memberikan gagsan hasil pemikiran agar pengambil keputusan dapat memecahkan suatu masalah kebijakan.
3.      Model verbal
            Model verbal (verbal models) ini relatif mudah dikomunikasaikan diantara para ahli dan orang awam, dan biayanya murah. Model ini mempunyai keterbatasan pada masalah-masalah yang dipakai untuk memberikan prediksi dan rekomendasi bersifat implisit atau tersembunyi, sehingga sulit untuk memahamji dan memeriksa secara kritis argumen-argumen tersebut sebagai keseluruhan, karena tidak didukung informasi atau fakta yang mendasarinya.
4.      Model simbolis
            Model simbolis ini mengggunakan simbol-simbol matematis untuk menerangkan hubungan antara variabel-variabel kunci yang dipercaya menciri suatu masalah.
\model ini sulit dikomunikasikan pada orang awam, kelemahannya hasilnya tidak mudah diinterpretasikan, bahkan diantara para spesialis, karena asumsi-asumsinya tidak dinyatakan secara memadai. Tetapi model ini dapat memperbaiki keputusan kebijakan, tetapi hanya premis-premis sebagai pijakan penyusun model dibuat eksplisit dan jelas.
5.      Model prosedural
            Model prosedural memiliki hubungan yang dinamis antara variabel-variabel yang diyakini menjadi ciri suatu masalah kebijakan. Model ini dicatat dengan memanfaatkan model ekspresi yang simbolis dalam penentuan kebijakan, perbedaannya simbolis menggunakan data aktual untuk memperkirakan hubungan antara variabel-variabel kebijakan dan hasil sedangkan prosedural adalah mensimulasikan hubungan antara variabel tersebut.
Pada sistem desentralisasi sesuia UU No.22 tahun 1999, tentan pemerintah daerah penggunaan model prosedural dalam mengambil kebijakan pada tiga tataran yakni untuk memenuhi standar nasional dilakukan oleh departeman pendidikan nasional, untuk membantu kebutuhan satuan pendidikan pada tingkat regional oleh pemerintah provinsi dan untuk memnuhi kebutuhan anggaran, sarana dan prasarana, fasilitas dean perlengkapan, damn ketenagaan oleh pemerintah kabupaten/kota.
6.      Model sebagai pengganti dan perspektif
Menutu suryadi dan tilaar (1993:47) merupakan upaya ilmu p[engetahuan menawarkan suatu norma, kaidah, atau resep yang dapat digunakan oleh pemakai memecahkan suatu masalah kebijakan.
Model pengganti (surroget model) diamsumsikan sebagai pengganti dari masalah-masalah subtansif, keuntungan dari model ini dapat meningkatkan probabilitas kesalahan yaitu memecahkan formulasi yang salah dari suatu masalah ketika harus memecahkan masalah yang tepat.

G.    Analisis Kebijakan Dalam Pendidikan

Pentingnya analisa kebijakan menurut Thomas R. Dye (1976) adalah:
1.      Tidak terdapat kesepakatan umum mengenai nilai-nilai kegunaan sosial, kecuali pada individu-individu atau kelompok masyarakat tertentu
2.      Pembuat kebijakan cenderung memaksimalkan nilai-nilai mereka dan tidak tertarik untuk bergeser dari landasan nilainya.
3.      Komitmen dan sumber kebijaksanaan dan progam yang ada menghalangi pembuat kebijaksanaan dari usaha mempertimbangkan alternatif-alternatif baru dan kreatif karena keputusan-keputusan sebelumnya sudah membatasi atau menutup pilihan-pilihan sekarang.
4.      Waktu dan usaha yang dibutuhkan untuk mengumpulkan informasi yang relevan pada semua alternatif yang mungkin begitu memakan biaya sehingga mengurangi hasrat mengumpulkan informasi baru
5.      Pembuat dan analisis kebijaksanaan seringkali tidak dapat meramalkan semjua akibat positif dan negatif dan setiap alternatif kebijaksanaan, hal ini cenderung menghasilkan pilihan arah tindakan yang hanya sedikit berbeda dari status quo.
Analisis kebijakan juga bersifat normatif dan menciptakan atau melakukan kritik terhadap klaim pengetahuan tentang nilai kebijakan publik untuk generasi masa lalu, masa kini dan masa mendatang.
Analisis konsep karakteristik kebijakan dilihat dari sudut kelayakan (feasibility) antara lain:
a.       Feasibilitas politik
b.      Feasibilitas teknik
c.       Feasbilitas personal
Bentuk-bentuk analisis kebijakan menurut Dunn (1981:51-54) adalah; “prospektive policy analysis” yaitu kebijakan berupa produksi dan transformasi, sebelum diimplementasikan cenderung mencari cara beroperasinya para ekonom, analisis sistem. “Retrospective policy analysis” yaitu sebagai peenciptaan dan transfomasi sesudah aksi kebijakan itu dimulai, mencakup pada tiga tipe kegiatan ; (1) analis yang berorientasi padadisiplin, (2) analis yang berorientasi pada masalah, (3) analis yang berorientasi pada aplikasi, “Intergrated policy analysis” yaitu analisi yang mengkombinasikan gaya oprasi pada praktisi yang menaruh perhatian pada penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah tindakan kebijakan diambil.
            SWOT adalah suatu analisis kebijakan yang diambil berdasarkan kekuatan (strenghtness) yaitu melihat apa saja hal-hal yang menjadi kekuatan sebagai modal yang dapat diandalkan, kelemahan (weakness) yaitu melihat hal-hal yang dipandang menjadi kelemahan sehingga dapat ditentukan prioritas untuk mengatasi kelemahan tersebut, peluang (opportunuties) yaitu peluang apa saja yang mampu diraih untuk mengatasi kelemahan dan dapat mendukung kekuatan, dan tantangan atau ancaman (treaths) yaitu hal-hal yang dapat dijadikan tantangan baik dilihat dari hal yang positif maupun negatif sehingga dijadikan sebagai pemicu meningkatkan prestasi suatu organisasi untuk mencapai tujuan.

Quadran SWOT

Eksternal

INTERNAL
O= Peluang (opportunity)
T= Tantangan (treaths)
S= kekuatan (strenghtness)
SO= (max-max) yaitu strategi yang mampu memanfaatkan secara maksimal (S) dan (O)
ST= (max-min) yaitu strategi yang mampu memanfaatkan secara maksimal (S) dan untuk meminimalkan (T)
W= kelemahan (weakness)
WO= (mini-max) yaitu strategi yang mengurangi W untuk mampu memanfaatkan secara maksimal (O)
WT= (mini-mini) mengurangi kelemahan internal W dan mengurangi T (Eksternal)

1.      Objek Studi Analisis Kebijakan Pendidikan
Analisis kebijakan pendidikan dilakukan secara komperhensif, yang mencakup rumusan, implementasi dan dampak kebijakan, tetapi fokusnya pada implementasi kebijakan. Proses analisis sebetulnya harus beranjak dari kajian terhadap rumusan kebijakan apakah yang  menjadiboundary sisyem. Analisis terhadap kondisi implementasi dari setiap rumusan kebijakan merujuk gambaran ideal pelaksanaan kebijakan pada semua tingkatan pelaku kebijakan sebagaimana tertuang dalam rumusan kebijakannya.Kemudian, permasalahan-permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan tersebut, dikaji sampai ditemukannya faktor-faktor yang menyebabkan hambatan, halangan, gangguan dalam mengimplementasikan kebijakan yang dimaksud.Analisis selanjutnya diarahkan pada kajian pada implikasi-implikasi keilmuan untuk membangun paradigm baru dalam konsep dan teori kebijakan pendidikan.Pada tahapan ini, kebijakan dimaksudkan untuk menemukan konsep-konsep dalam rangka profesionalisasi manajemen pendidikan.
Implikasi terhadap proses manajemen pendidikan, berkenaan dengan perangkat operasional system manajemen yang menyangkut proses-proses operasional organisasi dan kepemimpinan. Bila dikaitkan dengan substansi pendidikan sebagaimana digambarkan di muka, maka alasan-alasan mengapa kebijakan pendidikan memerlukan proses analisis terhadap organisasi dan kepemimpinan, yaitu :
1.      Wawasan tentang kependidikan dan komponen-komponen yang tidak terdapat dalam substansi sistem manapun kecuali dalam sistem pendidikan.
2.      Manajemen pendidikan memfokuskan perhatian pada proses mengembangkan potensi peserta didik secara optimal, dan berperan sebagai wahana penyediaan kemudahan (fasilitas) bagi kepentingan proses tersebut.
3.      Sistem pendidikan memiliki komponen bukan manusia yang khas berupa kurikulum (materi/bahan , metodologi/teknologi pendidikan, media dan sumber belajar media serta alat/sarana pendidikan)
4.      Efesiensi-efektivitas dan produktivitas pengelolaan kegiatannya memperhatikan martabat manusia.
Untuk menilai layak-tidaknya suatu kebijakan, harus dilihat dari ukuran-ukuran berikut :
1.      Dari aspek formulasi kebijakan pendidikan ialah : (a) filsafat pendidikan yang dipakai dasar penyelenggaraan pendidikan; (b) teori dan ilmu yang dipakai rujukan untuk setiap komponen pendidikan; (c) sistem nilai yang dijadikan dalam pengembangan asumsi-asumsi yang melandasi praktik-praktik pendidikan.
2.      Pada tatanan implementasi kebijakan ialah : (a) prioritas permasalahan pada setiap aspek substansi pendidikan; (b) pendekatan proses dan prosedur implementasi yang digunakan; (c) peranan-peranan pelaku kebijakan dari policy maker, organizational level dan operational level ; (d) setting lingkungan yang sangat memungkinkan berpengaruh terhadap keseluruhan aspek kebijakan, baik pada saat proses perumusan, implementasi maupun lingkungan itu sendiri.
3.      Pada tatanan evaluasi kebijakan pendidikan berkenaan dengan norma, alat ukur dan prosedur yang digunakan. Terutama terhadap aspek ; (a) dampak terhadap efisiensi penggunaan sumber daya; (b) kemanjurannya terhadap pencapaian target and means; (c) akuntabilitas para pelaku kebijakan pada pelaku kebijakan pada semua tingkatan.

H.    Kebijakan Pemerintah Mengenai Otonomi Pendidikan

1.      Arah kebijakan pendidikan nasional
Kebijakan pendidikan dapat dihimpun atau dikelompokkan pada empat kelompok yaitu : pertama, kebijakan yang berkenaan dengan fungsi essensial lembaga pendidikan terutama dalam hubungannya dengan kurikulum, penetapan tujuan, rekruitmen tenaga kependidikan, penerimaan siswa atau mahasiswa dan sebagainya. Kedua, kebijakan mengenai lembaga yang didalamnya ada faktor-faktor individual dan keseluruhan sistem kependidikan atau bagian dari lembaga pendidikan itu. Ketiga, kebijakan yang berkaitan dengan penerimaan dan penaqrikan tenaga kerja, promosi, pengawasan, dan penggantian seluruh staf. Keempat, kebijakan yang berkaitan dengan pengalokasian sumber finansial, gedung dan perlengkapan sebagai pendukung utama terselenggaranya progam pendidikan khususnya pembelajaran.

a.       Reinventing organisasi pendidikan
       Sebagai upaya penataan kembali struktur organisasi pemerintahan dan implementasi kebijakan otonomi daerah sesuai UU No.22 tahun 1999, maka sebagai implementasinya UU tersebut telah diintegrasikan kantor (Depdiknas) dengan dinas pendidikan dan kebudayaan (dinas p&k) diprovinsi dan kabupaten/kota menjadi dinas pendidikan. Dalam hal ini perangkat daerah ditata kembali (reinveting) atau disegarkan kembali sesuai UU untuk kelancaran penyelenggaraan progam pendidikan.
b.      Progam sinkronisasi dan koordinasi pembangunan pendidikan  nasional
       Progam ini bertujuan untuk meningkatkan sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan progam-progam pendidikan mulai dari Depdiknas, pemprov, pemkab dan satuan pendidik baik antar jenjang, jalur dan jenis pendidikan maupun antar daerah. Sasarannya adalah mewujudkan tujuan pendidikan nasional melalui kegiatan pembelajaran o0leh satuan pendidikan.

I.             Kebijakan Penganggaran Pendidikan Pada Kabupaten/Kota
 















Gambar : mekanisme penentuan anggaran pendidikan kabupaten



J.         Metodologi Studi Kebijakan Pendidikan
Untuk  menetukan pilihan metodologi mana yang paling relevan dalam studi kebijakan, perlu pemahaman tentang pandangan-pandangan terhadap tujuan kebijakan, yaitu:
1.      Tujuan Kebijakan Dilihat dari Tingkatan Masyarakat
Tujuan kebijakan dilihat dari tingkatan masyarakat, dapat ditelusuri dari hakikat tujuan pendidikan yang universal. Pendidikan pada awalnya adalah suatu proses penyempurnaan harkat dan martabat manusia yan di upayakan secara terus-menerus.
2.      Tujuan Kebijakan Dilihat dari Tingkatan Politisi
Tujuan kebijakan dilihat dari tingkatan politisi, dapat ditelusuri dari sumbangan pendidikan terhadap perkembangan politik pada tingkatan social yang berbeda.Misalnya pada tingkat individual, pendidikan membantu peserta didik untuk mengembangkan sikap dan ketrampilan kewarganegaraan yang positif untuk melatih warga Negara yang benar dan bertanggung jawab.
3.      Tujuan Kebijakan Dilihat dari Tingkatan Ekonomi
Tujuan kebijakan dilihat dari tingkatan ekonomi, dapat ditelusuri dari kesadaran pentingnya pendidikan sebagai investasi jangka panjang.












BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kebijakan pendidikan ditelaah berkaitan dengan wilayah etika dan kenyataan tindakan pendidikan sebagai suatu proses pemberdayaan peserta didik. Juga kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategic.
Selain itu kebijakan pendidikan juga di bedakan menjadi kebijakan pendidikan Nasional dan Daerah, juga Kebijakan pendidikan Umum, Khusus. Semua itu diatur melalui lembaga pendidikan yang bersangkutan, dan tidak hanya Menteri Pendidikan yang berkewenangan.











Daftar pustaka

Irianto, yoyon bahtiar. 2012. Kebijakan pembaruan pendidikan (konsep, teori dan model). Jakarta: PT rajagrafindo persada.
Rawita, Ino Sutisno. 2013. Kebijakan Pendidikan., Solo : Kurnia Kalam Semesta.
Sagala, syaiful. 2009. Administrasi pendidikan kontemporer. Bandung : alfabeta.





[1] Ino Sutisno Rawita, Kebijakan Pendidikan, Kurnia Kalam Semesta, Solo, 2013, hlm 25.
[2] Ino Sutisno Rawita, Ibid, hlm 27-28, 31-34.
[3] Ino Sutisno Rawita, Ibid, hlm 50-55.
[4] Ino Sutisno Rawita, Ibid, hlm 65-67.
[5] Ino Sutisno Rawita, Ibid, hlm 120, 128.
[6] Yoyon Bahtiar Irianto, Kebijakan Pembaruan Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 31-55.
[7] Syaiful sagala, administrasi pendidikan kontemporer, alfabeta, bandung, hlm 103-109