Sabtu, 28 Juni 2014

My Beloved

Air mata jatuh dipipi ku...
Rindu aku akan kenangan bersama ia...
Rindu aku akan hadirnya sosok mu...
Rindu aku akan kau yang menemani ku selama lima belas tahun...
Menangis aku saat ku ucap do'a untuk mu sehabis Maghrib...
Dulu...
Waktu kau pergi aku masih duduk dibangku kelas dua SMP...
Aku bahkan tidak sadar saat melihatmu terbaring tak bernyawa di sudut ruang kamar jenazah saat itu...
Mungkin, aku masih belum mengerti akan bagaimana rasanya kehilangan saat itu...
Kehilanganmu adalah yang pertama kurasakan...
Ini beda, rasanya sungguh tidak enak...
Aku ingat,,,
Selama sisa hidupmu...
Hal yang bisa membuatmu bangga akan aku...
Adalah saat kau mengambil Raport ku disekolah, saat itu aku mendapat peringkat lima bukan??
Kau ingat itu????
Maaf, jika aku bukanlah seorang adik yang baik...
Mungkin kau merasa kesulitan saat menangani kenakalan-kenakalan ku semasa kecil...
Kini aku tau bagaimana rasanya itu,,,
Kini, akupun menjadi seorang kakak dan anak tertua dikeluarga setelahmu...
Aku masih menjadi anak kedua bagiku dan Ibu, Bapak...
Karena, walau kau sudah tiada...
Kau tetplah kakak laki-laki, anak tertua dalam keluarga...
Hei...
Bisakah kau lihat aku sekarang??
Aku sudah besar, sudah hampir dua puluh satu tahun...
Dan, tahun depan aku akan wisuda Insya Allah...
Banggakah kau???
Foto terakhirmu masih tertempel didinding ruang tamu...
Gitar terakhirmu juga masih tersimpan dikamrku...
My beloved brother,,, I Miss U Everytime in My Life.

Jumat, 27 Juni 2014

Ambil Langkah.

Gue yakin lo semua pasti udah pernah ngerasain apa yang namanya patah hati...
Gue yakin banget itu...
Entah itu lo patah hati karena pacar lo, mantan lo, atau gebetan lo...
Tapi pernah gak sih lo patah hati kerena seseorang yang bahkan gak tau akan keberadaan lo...
Lo dengan setianya gitu nungguin hari dimana lo bisa ngeliat dia...
Lo tau nama dia, lo tau di kuliah atau sekolah dimana... lo tau nama akun facebooknya, akun twitter atau apalah itu...
Lo tau dia itu suka nya apa... dan lo tau everything about him.
Tapi,,,,
Dia sama sekali gak tau siapa lo, jangankan nama, dia gak tau gitu lo tu ada didunia ato enggak...
Damn,,,, itu sakit banget rasanya...
Terlebih kalo lo jomblo, lo pasti sering plus suka banget ngekhayal bareng dia, ngekhayal yang indah2, ngekhayal doi nembak lo, ngekhayal dia kalo doi tu sayang bangettttt sama lo sambil nyengir2 lagi ngekhayalnya...
Satu kalimat buat lo prend, "WAKE UP, HE DOESN'T CARE WITH YOU"...
Dan jika lo udah sadar kalo dia tu gak peduli sama lo,,,
Please, please banget jangan nurunin harga diri kita sebagai cewek,,, jangan sampe lo nangisin dia yang bahkan enggak peduli sama lo...
Life must goes on you know...
Cari kesibukkan baru yang bisa ngalihin pikiran lo dari dia...
Atau, buktiin sama dia kalo lo tu ada, "Ini lo gue, gue yang selalu merhatiin lo dari jauh, gue yang berusaha tau semua tentang lo, dan gue yang suka banget ngeliat lo senyum"...
Buat diri lo pantas untuk dia pandang...
Bikin prestasi yang bisa bikin dia melek mata, jangan malah bikin huru hara, itu gak baik prend, gak baik...
Ambil langkah konkret yang bisa mendekatan lo sama dia, hilangin semua ketakutan lo tentang penolakan2 yang belum tentu benar adanya,,,
Stop wishing, start doing...
Ambil langkah yang konkret, tetapkan pendirian lo, jangan menyerah sebelum bertindak.
BERHENTI ATAU MULAI

Kamis, 26 Juni 2014

Titip Rindu

Gadis kecil duduk temenung di sebuah kursi bambu usang dipojok lapangan bola...
Randu besar menjadi atapnya selain langit menjelang sore yang terik...
Termenung gadis itu menatap lapangan bola kampung yang sepi nyenyat bagai dikompleks pekuburan...
Rambut panjang hitamnya menari-menari bersama angin...
Berbisik gadis itu...
"Tuhan, aku titip rindu untuk kakak"...
Hilang bisikannya dibawa terbang oleh angin..
Berpikir sigadis kecil sebentar..
"Bisakah angin menyampaikan pesanku untuk Tuhan"....
Angin menyentuh tubuhnya bersama dengan dedaunan kering yang beterbangan...
Si gadis kecil lantas memejamkan matanya, menikamati sentuhan angin yang mengenai tubuh kecilnya...
Tersenyum ia menatap langit dengan mata yang menyipit..
"Angin aku titip rindu untuk kakak, sampaikan itu kepada Tuhan"...


Rabu, 25 Juni 2014

Lind's World: Intersection

Lind's World: Intersection: Malam merayap naik diiringi hawa dingin membisik tubuh... Matahari turun dari singgahsananya... Pedagang-pedagang kecil disepanjang jalan ...

Intersection

Malam merayap naik diiringi hawa dingin membisik tubuh...
Matahari turun dari singgahsananya...
Pedagang-pedagang kecil disepanjang jalan bergegas menutup lapak...
Ibu-ibu meneriaki anaknya dari dalam rumah...
Bulan mulai menggantung ditempatnya...
Jalanan sepi sudah...
Diujung terlihat persimpangan yang dihiasi sebuah tiang kayu reot dengan lampu neon lima belas watt menggantung...
Tidak nampak apa-apa dipersimpangan itu...
Gelap, kau tidak akan tau ada kejutan apa yang disiapkan di persimpangan itu...
Bukankah hidup manusia seperti itu?
Berada disebuah jalan dengan persimpangan diujungnya...
Gelap, tak nampak apapun,,,
Kau harus pandai betul menngunakan intuisimu supaya kau memilih jalan yang benar,
Jika salah sekali saja, habislah kau...


Senin, 23 Juni 2014

Pilihan Melyka

Pilihan Melyka
_Memaafkan tapi menerima atau Tidak memaafkan tapi melupakan_


08.00
Mely, baru terbangun, ia hanya tidur selama empat jam… ia harus meyelesaikan proyek barunya, proyek yang membuatnya harus rela mengurangi waktu tidurnya yang awalnya enam jam, menjadi empat jam dalam sehari, Mely adalah seorang arsitek disebuah perusahaan kontraktor milik perorangan di Semarang, ia harus membuat rancangan design sesuai keinginan developer, dan hal-hal lain yang membuatnya sakit kepala.
Melyka Arliana Herman, menatap langit-langit kamar kosnya, ia mencoba mengingat tanggal berapa hari ini, karena kepalanya terasa sangat berat akhirnya ia mengambil handphonenya, melihat tanggalan melalui handphone miliknya,
Sunday, June, 09, 2013…
Ingatannya memaksa Mely kembali pada tanggal yang sama satu tahun lalu, dimana mantan kekasihnya Khalil, mengkhianatinya, mengkhianati hubungan yang mereka jalin selama lima tahun…
Saturday, June, 09, 2012… satu tahun lalu
20.45..
Mely berada didalam sebuah kafe disalah satu mall di Semarang, ia mendatangi kafe tersebut, karena ia baru saja mendapat kabar dari temannya yang bekerja satu tempat dengannya, bahwa temannya itu melihat Khalil, sedang bersama seorang wanita muda yang memiliki selisih usia sepuluh tahun dengan Khalil, usia Khalil saat itu dua puluh tujuh tahun, dan Mely dua puluh empat tahun…. Dan benar, Mely, mendapati Khalil tengah duduk di sudut kafe sedang berbincang mesra dengan wanita muda itu, mari kita sebut dia dengan nama Windy. Windy bersender mesra dipundak kiri Khalil, dan tangan kiri Khalil melingkar sempurna di pundak Windy.
“Khalil”… Mely berdiri tepat disamping Khalil,
Khalil menoleh, “Melyka…” Khalil terkejut ia langsung melepaskan tangannya dari pundak Windy…
“Ini yang kau bilang meeting dengan klienmu”, mata Mely memerah, “Aku baru tau bahwa kau memiliki klien seorang anak SMA,” Mely melirik Windy yang sama terkejutnya dengan Khalil, “Project apa, hu?, project pentas seni SMA atau apa?” imbuh Mely,,,
Khalil adalah seorang Event Organizer, dia sudah enam tahum mengurus EO miliknya sendiri, Khalil memiliki penampilan yang bisa dibilang biasa-biasa saja, namun ia begitu manis, jika Khalil tersenyum, maka lesung pipinya akan terlihat, tinggi Khalil 175 cm, Khalil senang memakai celana jeans pendek, dan kaos oblong, rambut Khalil sedikt gondrong, dilihat dari segi penampilan Khalil bukanlah sosok laki-laki yang diidam-idamkan oleh wanita. Dan setau Mely, Khalil hanya menangani event-event besar di Semarang, dan rata-rata kliennya adalah mereka yang sudah berumur dan sudah lama menjalani bisnis.
“Aku bisa menjelaskannya Mely, kumohon biar aku menjelaskannya dulu”, Khalil mendesak Mely,
“Tidak, aku tidak perlu penjelasamu Khalil, bagiku pemandangan tadi itu sudah sangat jelas,” Mely melepaskan cincin yang melingkar dijari manis kirinya, dan melemparkannya kearah Khalil…
“Mely, tunggu,” Khalil berlari mengejar Mely,,, “Mely, kumohon mari kita bicarakan ini sebentar, tenangkan dulu pikiranmu,” Khalil meraih tangan Mely,
“Lepaskan aku Khalil,” teriak Mely, menjauh pergi dari Khalil
“Mely, biar aku menjelaskannya”, Khalil meraih tangan Mely lagi, Mely berhenti, memandang Khalil dengan tatapan marah…
“Tidak ada yang perlu kau jelaskan Khalil”
“Ok, aku mengakui aku memang berselingkuh dibelakangmu, maafkan aku, ku mohon Mely, aku hanya mencintaimu,” Khalil menunduk…
Mely menghela nafas, “How dare you?”, Mely memukul dada Khalil dengan kedua tangannya,,,
“Kau Khalil, kau menghancurkan lima tahun hubungan kita hanya dengan satu malam, kau memaksa ku melepas cincin yang dua hari lalu kau lingkarkan di jari manis kiriku, setelah sebelumnya aku menolak cincin itu sebanyak lima kali, kau menghancurkan pertunangan kita yang kemarin baru saja dilaksanakan didepan kedua orang tua kita, kau keparat Khalil” Mely berbisik di telinga kanan Khalil, Mely pergi meninggalkan Khalil yang masih tertunduk lemas, Khalil terkejut mendengar perkataan Mely, ia tidak mampu mengatakan apa-apa lagi, Mely begitu murka, dan akan tambah murka apabila Khalil tidak membiarkan Mely pergi untuk menenangkan pikirannya terlebih dulu,,,,
Iya itu kejadian satu tahun lalu, yang membuat Mely menjadi lebih berhati-hati dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan masa depannya…
Mely, adalah seorang wanita yang memiliki penampilan menarik, tingginya 168 cm, ia mempunyai rambut panjang sebahu dan sedikit ikal, ia adalah wanita manis yang mudah bergaul dan beradaptasi dengan orang-orang baru di kehidupannya, mungkin itu adalah tuntutan pekerjaan yang mengharuskan Mely bertemu dengan orang-orang baru, ia banyak menjalin koneksi dengan kliennya, maklum, pekerjaan Mely membuatnya harus pintar berkomunikasi dengan orang-orang baru.
Mely, bangun dari tempat tidurnya merapikan tempat tidurnya dan duduk di pinggiran tempat tidurnya, kepalanya terasa makin berat setelah ia mengingat kejadian pahit satu tahun lalu itu,,, ia memutuskan untuk membuat secangkir kopi mocha kesukaannya,, duduk dibalkon lantai dua kamar kosnya, kamar kos Mely bisa dibilang cukup nyaman dilantai dua setiap kamar memiliki balkon yang dibisa dijadikan tempat bersantai atau menjemur pakaian ada sebuah kursi bambu panjang dibalkon kamar kos Mely, ia memandangi matahari pagi Semarang, ingatannya memaksanya lagi kembali ke dua hari sebelum ia memergoki Khalil yang sedang bermesraan dengan seorang gadis SMA,,,
June, 07 2012, 19.35,,, didalam mobil Khalil…
“Kau terlihat begitu lelah, bagaimana dengan proyek barumu?” Khalil melirik Mely yang sedang duduk disampingnya
“Ya, aku lelah sekali, developer itu begitu rewel, aku harus merevisi design ku berkali-kali,” Mely memegangi kepalanya…
“Bukankah itu resiko yang harus kau jalani, ketika kau memilih untuk menjadi seorang arsitek Mely?” Khalil melambatkan laju mobilnya, jalanan Semarang malam  ini lumayan macet…
“Khalil, sudah lima tahun kita berpacaran, benarkan?” ucap Mely lembut,
“Benar, dan sudah lima kali pula kau menolak lamaran ku Mel,” Khalil tersenyum
“Apakah kau merasa kecewa padaku, karena aku selalu menolak lamaranmu, Khalil?”
“Munafik, kalau aku mengatakan aku tidak kecewa padamu Mel, tapi itu adalah resiko ku karena memacari seorang workah holic sepertimu”
“Maaf karena selalu menolakmu, maaf karena membuatmu kecewa, aku hanya butuh waktu untuk mempersiapkan diriku sendiri Khalil,”
“Kalau aku melamarmu lagi sekarang apa kau akan menerimanya Mel?”
“Mungkin,” jawab Mely singkat…
Khalil menepikan mobilnya, berhenti didepan sebuah taman, mengeluarkan sebuah benda kecil dari dalam saku kemejanya, Mely melihat benda itu, itu cincin yang sama dengan sebelumnya, Mely memandangi cincin yang sedang dipegang Khalil, cincin yang sudah ia tolak sebanyak lima kali…
“Melyka Arliana Herman, ini keenam kalinya aku bertanya padamu, dan ini keenam kalinya aku melamarmu, Melyka, tidak banyak kata yang ingin kuucapkan, hanya, Will You Marry Me Mely?” Khalil mengenggam tangan kiri Mely…
“Aku tidak ingin menolakmu lagi untuk yang keenam kaliya, so… I will Khalil”
Mely, memegangi kepalanya yang masih terasa pusing,, kenangan indah lima tahun bersama Khalil, dan enam kali lamaran Khalil, dan mimpi untuk hidup dimasa depan bersama Khalil, hancur dalam satu malam, dan yang paling menyakitkan adalah lima tahun itu dihancurkan sendiri oleh ulah Khalil. Mely ingat kenapa ia selalu menolak lamaran Khalil, ia takut jika setelah Khalil melamarnya secara pribadi Khalil akan langsung memutusakan untuk menikahi nya, Mely takut jika ia menikah terlalu muda, pernikahannya akan hancur seperti pernikahan sahabatnya Lydia, Lydia menikah di usia dua puluh satu tahun, saat ia menyelesaikan study nya ia langsung memutuskan menikah dengan kekasihnya yang aru ia pacari selama enam bulan, dua tahun kemudian pernikahannya hancur karena Erick mantan suaminya, sering terlibat affair dengan wanita-wanita dilingkungan bisnisnya, ketika Lydia mengetahui itu Lydia langsung mengguat cerai Erick, saat itu Lydia sudah memiliki Galang, putra semata wayangnya, yang kini berusia tiga tahun.
Mely ingat perkataan Lydia dimalam sebelum Khalil melamarnya…
Kantor Mely, 17.00
“Kau menolak lamaran Khalil lagi, mel?”
“Iya, aku menolaknya lagi, darimana kau tau itu?”
“Khalil yang meceritakannya padaku, kau masih belum mau menikah, usia mu sudah dua puluh empat tahun sekarang, itu usia matang seorang wanita untuk menikah,”
“Lydia, bisakah kita tidak membicarakan itu, aku akan menikah tapi tidak sekarang, tidak di usia dua puluh empat ku, masih banyak yang ingin kucapai sebelum aku memutuskan menikah,”
“Mely, kau tidak bisa terus menerus menolak lamaran Khalil, kau tidak memikirkan bagaimana harga dirinya akan hancur jika kau masih menolaknya terus, bagaimana jika Khalil jenuh akan penolakanmu, bagaimana kalu ia pergi kepelukan wanita lain, cepat atau lambat kau harus mengakhiri masa pacaranmu mel”
“Tidak Lydia, Khalil bukan laki-laki seoerti itu,”
“Apa kau takut jika menikah nanti pernikahanmu akan hancur sama seperti ku mel?”
“Honestly Lydia, ya aku takut jika mengalami hal yang sama sepertimu”
“Khalil, bukanlan laki-laki seperti itu Mel, dia baik, dan dia selalu berhati-hati dengan teman-teman wanitanya, jangan samakan Khalil dengan Erick, kau harus memikirkannya lebih jauh Mel, kalian sudah berpacaran selama lima tahun, itu sudah lebih dari cukup bagi mu untuk mengenal pribadi Khalil”
“Kau benar Lyd, aku tidak bisa terus-terusan menolak Khalil, itu hanya akan membuatnya jenuh”
Kini ketakutan Mely terbukti, Khalil memiliki affair dengan wanita lain, wanita yang jauh lebih muda dan cantik dari Mely, setidaknya Mely merasa lebih beruntung dari Lydia, ia beruntung karena ia mengetahui perselingkuhan Khalil, sebelum Mely menikah dengan Khalil, ia tidak harus mengakhiri sebuah ikatan suci pernikahan.
Mely masih dibalkon kamar kosnya, ia meminum habis kopi mocha kesukaannya, ia termenung mengingat kenangan buruk satu tahun lalu, mengingat kenangan buruk yang diberikan Khalil kepadanya. Kau tau satu kesalahan akan menutupi seribu kebaikkan, maka jika kau tidak ingin kebaikkanmu tertupi berusahalah untuk tidak melakukan kesalahan.
Handphone Mely bordering, ia masuk kedalam kamarnya lagi, mengambil handphone yang ia tinggalkan dimeja kerja kamar kosnya, “Lydia Keismanto”
“Hallo, onty Mely…” suara anak laki-laki kecil diseberang telepon, Mely hafal betul siapa pemilik suara ini..
“Hallo galang, ada apa telepon aunty?”
“onty, galang mau main ketempat onty sama momi,,”
“Oh, ok, aunty tunggu”
“Momi mau bicallla sama onty,”,
“Hallo Mel, ini aku Lydia”, suara Lydia diujung telepon
“Iya, ada apa Lyd? Mau ketempatku jam berapa?”
“Sejam lagi sampai, maaf mengganggu hari liburmu, Galang terus memaksaku untuk mengajaknya main ketempatmu”
“It’s ok Lyd, kau tau kan aku menganggap Galang sudah seperti adik ku sendiri”
“Baiklah sejam lagi aku sampai, bye..”
“Bye…”
Mely bergegas merapikan kamar kosnya yang sedikit berantakan, memasukkan baju-baju kotor yang tergeletak disofa kamarnya ke dalam keranjang tempat pakaian kotor, merapikan meja kerjanya yang penuh dengan kertas-kertas, merapikan dapur kecil dikosnya, menyapu seluruh  ruangan kecil kamar kosnya, dan bergegas mandi, Galang akan mengatakan “Your smells is not good onty” padanya kalau ia tidak segera mandi sebelum Lydia dan Galang datang.
Satu jam lebih sepuluh menit kemudian…
“Ontyyyyyyy….” Teriak seorang anak kecil
Mely membuka pintu kamar kosnya, “Hei, my little superhero Galang,” Mely memeluk Galang, “Wow… Galang ganteng sekali hari ini, ayo masuk” Mely menggandeng tangan Galang dan mengajak Galang duduk disofa kamar kosnya…
“Onty, galang punya mainan baru” Galang menunjukan mainannya yang berupa figure superhero kesukaannya, “Captain America”,
“Wow, captain america?, your favorite avengers?, siapa yang memberikan ini?” Mely memanggku Galang
“Daddi, tapi kata mommi Galang enggak bolleh telima mainan dari daddi”, kata Galang asyik dengan mainan barunya,
Mely melirik Lydia yang sedang sibuk membuat segelas green tea didapur kecil Mely, setelah perceraian Lydia dengan Erick, Lydia selalu mempersulit Erick  untuk bertemu Galang, Mely tau mungkin Lydia masih belum bisa memaafkan kesalahan Erick, tapi tetap saja apa yang Lydia lakukan adalah salah, walau hak asuh atas Galang jatuh ketangan Lydia, Erick bagaimanapun adalah Ayah biologis Galang, dan Erick punya hak untuk ikut andil dalam merawat dan membesarkan Galang, termasuk bertemu dan memberikan hadiah untuk Galang dan tidak seharusnya juga Lydia melarang Galang untuk menerima hadiah dari Daddy nya, Galang belum cukup umur utuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan Mommy nya dan juga Daddy nya. “Galang, onty harus bantu mommy Galang didapur, Galang mau nonton TV?, ini jam nya Ogy And The Coakroaches, you want???” Mely menghidupkan TV,
“Yes, I want onty”, teriak Galang antusias,
“Ok, nonton disini ya, aunty harus bantu mommy nya Galang dulu” Mely meninggalkan Galang yang mulai asyik dengan acara TV favoritnya, menghampiri Lydia yang sedang duduk di balkon kamar kos Mely. Mely duduk disamping Lydia,
“Lydia, ketika kau bercerai dengan Erick, kau bisa untuk tidak berkomunikasi lagi dengan dia, menjaga jarak dengan dia, menjauh dari kehidupannya, atau apapun itu, tapi satu hal yang tidak bisa kau lakukan, menjauhkan Galang dari Ayah kandungnya sendiri, itu hanya akan menjadi beban psikologis bagi Galang ketika ia dewasa nanti, kau mengerti?”
“Aku mengerti Mel, aku sedang berusaha untuk itu, aku hanya butuh proses untuk menghilangkan rasa benciku terhadap Erick”
“Apa kau belum bisa memaafkan Erick?, apakah kau belum bisa melupakan kejadian dua tahun lalu?”
“Lalu bagaimana dengan mu? Apa kau sudah bisa memaafkan Khalil?, kasusku berbeda dengan kasus mu Mel, kau hanya kehilangan Khalil sebagai tunanganmu, kau hanya menghancurkan sebuah pertunangan, tapi aku Mel, aku kehilangan Erick sebagai suami, aku menghancurkan sebuah pernikahan, aku menghancurkannya Melyka,kau tau itu?”
Mely terdiam, ya, sampai sekarang memang Mely masih belum bisa memaafkan kesalahan Khalil, mungkin malah ia tidak akan pernah bisa memaafkan Khalil, Mely saja masih belum bisa memaafkan Khalil, bagaimana dengan Lydia, tentu ia lebih berat untuk memaafkan seseorang yang telah menghancurkan sebuah ikatan suci pernikahan. Ingatan Mely mengajaknya mengingat kejadian seminggu setelah Mely mengetahui perselingkuhan Khalil, ia mengingat kejadian di sore hari, disaat Khalil menunggunya diparkiran mobil kantornya.
June, 16, 2012, 17.15 pm…
Mely, keluar dari kantornya, berjalan menuju parkiran mobil kantor, ia melihat Khalil yang sedang berdiri didepan pintu mobil Kia Picanto berwarna merah milik Mely…
“Meyingkir dari depan pintu mobilku”, ucap Mely sinis,
“Mel, ada yang ingin kubicarakan, aku ingin meminta maaf atas kesalahanku”,
“Maaf, kau mengenalku sudah lima tahun bukan, dan kau juga tau bahwa tidak mudah bagi memaafkan seseorang yang sudah melukaiku, apalagi memaafkan orang yang telah mengkhianati rasa cinta ku, kau tau itu kan Khalil”
“Aku tau Mel, tapi sekarang aku sadar, dan aku berjanji tidak akan mengulang kesalahanku lagi, sungguh Mely maafkan aku, kita bisa memulainya lagi dari awal”
“Memulai lagi?? Apa yang sebenarnya ada dalam benakmu Khalil, kau menghadirkan wanita lain diantara kita, dan  kau memintaku untuk memaafkan mu karena ulahmu itu, kau yang memilih ini semua terjadi Khalil, jika kau memang mencintaiku, seharusnya kau tau harga apa yang harus kau bayar ketika mengkhianatiku, aku tau mungkin aku ikut andil dalam perselingkuhannmu, mungkinkau jenuh akan penolakan-penolakan ku, tapi apakah kau sepicik itu Khalil??, kurasa tidak, benarkan?”
“Tidak Mely, itu murni kesalahan ku, wanita itu adalah adik dari teman kerjaku, temanku mengenalkanku pada wanita itu, dan entah setan apa yang merasukiku saat itu, aku langsung saja tergoda dengan wanita itu, aku melakukan itu karena semata-mata hanya untuk kesenanganku Mel, itu sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan kau yang selalu menolak lamaran ku, aku akui itu Mel, aku mohon maafkan aku?”
Mely menelan ludah, ia akan lebih rela jika Khalil melakukan itu karena Mely  terus menerus menolak lamaran Khalil, mungkin jika penolakan Mely adalah alasan mengapa Khalil selingkuh, akan lebih mudah bagi Mely memaafkan Khalil, tapi kenyataanya semua itu adalah kemauan Khalil sendiri.
“Kau tau Khalil, mungkin jika aku adalah alasan mengapa kau berselingkuh, akan lebih mudah bagiku untuk menerima dan memaafkanmu, tapi, yang terjadi adalah, itu semua kau lakukan karena iman mu yang kurang kuat, itu membuat rasa kagumku padamu selama lima tahun menjadi hilang tak tersisa, kau tau Khalil, aku punya dua pilihan untukmu, pilihan pertama, aku memaafkanmu dan menerimamu kembali, melanjutkan pertunangan kita dan menikah denganmu dengan ketakutanku akan kau yang mungkin saja akan mengulangi lagi kesalahanmu di masa lalu, dan kedua, aku tidak akan pernah memaafkanmu, tapi aku akan melupakan kesalahanmu dengan cara tidak melanjutkan pertunangan kita, aku tidak akan mendendam padamu, dan aku tidak harus hidup dalam rasa takut,”
Mely, mendekatkan wajahnya pada Khalil, berbisik ditelinga kiri Khalil,
“Dan yang kupilih adalah pilihan kedua, aku tidak akan memaafkanmu, tidak akan pernah… dan, menyingkirlah dari depan pintu mobilku”
Mely kembali berdiri tegak, memandang Khalil yang terdiam, wajah Khalil telihat begitu shock dengan ucapan Mely tadi, Khalil memilih untuk pergi meninggalkan Mely tanpa sepatah kata apapun,,,
“Aku tau kau mengajarkan hambamu untuk selalu memaafkan Tuhan, tapi aku tidaklah semprna sepertiMu, hatiku terlalu sakit untuk itu,” Mely berkata dalam hati,
Ya, sama seperti Lydia yang belum bisa memaafkan kesalahan Erick, Mely juga belum bisa memaafkan kesalahan Khalil,,,,
“Hei, kau melamunkan apa Mel”
Lydia menyenggol pundak Mely membuat Mely tersadar dari lamunannya…
“Lalu, apa kau tidak berencana mencari pengganti Khalil, Mel?”
“Bagaimana denganmu, kau sudah menjadi single parents selama dua tahun, apa kau tidak ingin menikah lagi?” Mely balik bertanya…
“Mungkin, aku akan menjalani sebuah hubungan tanpa komitmen, pergi dengan siapapun yang kau mau tanpa terikat dengan sebuah hubungan,hanya untuk sekedar kesenangan saja” ucap Lydia, Mely terkejut dibuatnya…
“Lydia, kau sudah gila, hu?, kau tidak bisa melakukan hal macam itu dinegara kita yang kita menganut adat dan aturan ketimuran”
“I know Melyka, apa kau pikir aku segila itu? Aku punya Galang yang harus kujaga perasaannya, bagaimana jika Galang tau kalau mommynya berganti-ganti teman laki-laki terus menerus, dan andai saja kita tidak terbentur adat dan aturan ketimuran, perceraian mungkin akan lebih berkurang, kau bisa punya anak tanpa harus menikah, menghancurkan hubunganmu tanpa harus bercerai, dan tidak harus tersakiti karena sebuah komitmen pernikahan,,, kau tidak harus menghancurkan sebuah ikatan suci jika kau ingin pergi dari pasanganmu, kau bisa bebas memiliki affair karena kau tidak terikat apapun dengan pasanganmu, benarkan?”
“Memang ada benarnya juga perkataanmu tadi, tapi hal seperti itu hanya akan membuatmu lelah dan jenuh, I mean…. Suatu saat pasti kau mempunyai keinginan untuk menjalin komitmen, bertahan hanya pada satu orang, dan terikat dengan satu orang melalui sebuah komitmen, dan juga menjalin hubungan seperti itu hanya akan akan membuat harga dirimu sebagai wanita hilang, wanita haruslah hidup dalam kepastiaan, menjadi prioritas, bukan hanya sebagai media bersenang-bersenang lalu pergi ketika sudah tidak menyenangkan, wanita harus menjaga harga dirinya melalui ikatan pernikahan karena itu akan membuat laki-laki nya hanya memandang kepadanya dan berpikir seribu kali untuk menjalin hubungan dengan wanita lain, kerena ada sebuah iktan suci yang disucikan oleh agama yang harus mereka jaga, itu akan membuat laki-laki bertanggung jawab bukan hanya kepada wanitanya saja tapi juga pada agama dan Tuhannya”
“Kau benar Mel, itu hanya akan membuat harga diri kita hancur, itu hanya akan membuat kedudukan kita menjadi rendah dimata Tuhan,”
“Lalu, apa kau masih mau menjalin hubungan seperti itu?”
“Tidak Mel, aku tidak segila itu, aku hanya akan menikmati status ku sebagai single parents, dan menunggu orang yang tepat yang Tuhan jodohkan kepada ku, kau sendiri?”
“Aku juga hanya akan menikmati status jombloku, tidak ada yang salah dengan status jomblo dan single parents bukan?, kita masih bisa bernafas kan?”
“Yang salah adalah ketika kita mengakhiri status single kita dengan menerima orang yang salah untuk masuk dan terlibat dalam hidup kita” jawab Lydia
“Dan juga, menjalin hubungan tanpa komitmen yang akan membuat kita sebagai wanita tidak memiliki harga diri” imbuh Mely
                                                                                      -THE END-











Minggu, 22 Juni 2014

Single or HTS???

Apa yang ada dalam benak lo ketika lo mendengar kata Hubungan Tanpa Status atau nama bekennya "HTS", that's right man... "HTS"...
HTS adalah situasi dimana lo dekat dengan seseorang, mesra dengan seseorang, tapi enggak ada komitmen untuk itu, lo ngebiarin hubungan lo itu layaknya sepasang kekasih tapi gak ada kejelasan dan gak ada komitmen diantara lo dan dia...
Lalu apa itu Single?
Ya, gak usah gue jawab lo semua juga udah tau apa itu single...
Ok, single adalah situasi dimana lo memilih untuk tidak menjalin komitmen dengan orang lain, enggak menjalin kedekatan dengan lawan jenis lo, dan enggak menjalin yang namanya HTS,,,
Bagi gue, single itu lebih menarik daripada HTS,,,
Kenapa??????
Karena, gue sebagai cewek, melihat HTS adalah kondisi dimana harga diri gue sebagai cewek gak ada apa-apanya dimata cowok. Lo bayangin deh, lo rela diajak kencan, diajak berduaan, diajak kemana-mana, tapi gak ada kejelasan buat itu semua, itu sama aja kayak lo adalah seorang selingkuhan, lo menjalin hubungan dengan orang lain tapi hubungan itu lo sembunyiin,,, apa enaknya coba...
Bayangin ya, suatu hari lo diajak sama HTS an lo ke acara temen2nya, dan dia ngenalin lo ke temen2nya sebagai teman dia...
Emang lo pikir hati lo gak bakal ngerasa sakit gitu? emang hati lo terbuat dari batu???
Lo dekat sama dia, udah kayak orang pacaran tapi didepan temen2nya lo dikenalin sebagai temen dia?
Helllo.... itu sama aja nyemplungin luka lo ke air garam,,, sakitttttt....
Nah, itu gak enaknya HTSan. Tapi seenggaknya kalo lo bosen sama dia, lo tinggal pergi aja, gak usah ada kata putus or bla bla...
Tapi jangan lo pikir single itu jauh lebih enak,,,
Single, ngebuat lo selalu gigit jari kalo lo ngeliat temen lo jalan berdua sama pacar mereka, ngebuat lo jadi orang yang sukanya iri hati, ngebuat lo hanya bisa duduk memandangi laptop lo kalo malam minggu, ngebuat lo susah dapat perhatian dari lawan jenis, ngebuat lo selalu mengkhayal akan hal-hal yang indah tapi gak nyata, ngebuat lo selalu berdo'a,"Ya Tuhan semoga malam minggu ini ujan Tuhan, biar mereka yang punya pacar jadi gak bisa hang out berdua"
Single ngebuat lo jadi pribadi yang jahat,,, jahat dengan mereka yang punya pacar... ampuni kami Ya Tuhan.
Tapi single itu adalah hal baik, dimana lo bisa lebih perhatian sama diri lo sendiri, bikin lo jadi gak sering galau, bikin lo bisa lebih menikmati hidup, bikin lo bisa dengan mudah ngelirik kiri, ngelirik kanan, hahaha..
Bikin lo lebih bisa mengenal diri lo sendiri.
Sekarang itu semua terserah lo, mau Single atau HTS, gue yakin pilihan yang lo pilih adalah pilihan yang terbaik buat lo, terlepas suatu saat mungkin akan jadi hal yang membuat lo sedih...
DO WHAT MAKES YOU HAPPY...

Sabtu, 21 Juni 2014

Jomblo Curhat

Buat orang-orang yang memiliki pasangan, mereka sibuk mengurusi dan melewatkan hari dengan pasangan mereka,,,
Buat para jomblo yang sendirian, kayak gue contohnya...
Gue hanya sibuk dengan kuliah, tugas, dan materi-materi yang mau gue  post di Blog gue...
Gue iget tweet nya Kemal Palevi kemarin malam, gini "Gausah nyari pasangan, kalo kita sukses dan karya kita diterima pasangan bakal datang sendiri nyari kita", itu salah satu sebab yang bikin betah ngejomblo...
Ada lagi tweet nya Ari Keriting "Mblo, hal-hal baik itu datang nya pas kita sendirian, Nabi aja waktu dapat wahyu pas sendirian bukan lagi berduan", Ok anggaplah itu benar...
Gue gak mau judge mereka yang berpasangan gak gak bisa mendapatkan hal-hal baik, dari sudut pandang gue, ketika lo memiliki pasangan, maka hal baik yang lo dapatkan adalah lo bisa lebih mengerti orang lain yang dalam konteks ini adalah pasangan lo sendiri... 
Alasan kenapa seorang jomblo enggak buru-buru mencari atau mendapatkan kekasih, menurut gue adalah karena mereka gak mau salah langkah lagi untuk kesekiaan kalinya, daripada mengakhiri status jomblo dengan menerima orang yang kurang tepat masuk dalam kehidupan kita, lebih baik menuggu orang yang tepat.. simple kan,,,
Iya emang simple, tapi terkadang selalu ada rasa iri ketika kita ngelihat orang-orang yang udah serius sama hubungan mereka....
Tapi sekali lagi gak ada yang buruk dari status jomblo or single, yang buruk adalah ketika lo gak bisa melihat sesuatu yang baik dari itu,,,,
Kayak gue contohnya, berkat status jomblo gue, gue bisa nulis cerita yang emang udah jadi hobi gue dari dulu, gue punya Blog yang pengunjungnya lumayan lah...
#maaf bila tulisan gue menyiggung beberapa pihak, tapi tulisan gue ini gue tujukan buat para jomblo yang terkadang mereka menyesali dengan anugerah yang diberikan ke mereka,,, Jomblo bukan kutukan guys, jomblo adalah masa dimana kita diminta Tuhan untuk lebih mengenal kemampuan dan kelebihan yang Tuhan berikan pada kita, jadika masa itu titik balik dimana lo menjadi diri lo yang lebih baik, dan berusaha mendapatkan yang terbaik#

Seribu Semesta Arlet. Part 7 ( end )

Bagian. 7
Akhir Sebuah Cerita…!!!

Bani keluar dari rumah sakit lebih cepat dari perkiraan Dokter, namun ia masih harus istirahat beberapa hari sebelum bisa kembali bekerja,
“Sepertinya Arlet merawatmu dengan baik,” Ian memuji Arlet, Arlet hanya terseyum membalas pujian Ian… “Ya, itulah hebatnya wanita, mereka mampu menjadi apa saja, tergantung pada situasi yang sedang mereka hadapi,” Bani melirik kearah Arlet yang sedang membereskan kamar tidur Bani di kontrakannya.
Satu bulan setelah kecelakaan Bani, Kedai Kopi Palang, 19.00…
“Apa yang ingin kau bicarakan, sepertinya ada yang serius Bani?”
“Arlet, aku harus kembali ke Pontianak untuk beberapa minggu”
“Apa maksudmu, mengapa begitu mendadak seperti ini?”
“Ayah sedang di rumah sakit Arlet, Ibu bilang kondisi Ayah cukup mengkhawatirkan, dan Ibu menyuruhku pulang”
Arlet, menghela nafasnya panjang…
“Kapan berangkat?”
“Setelah mendapat izin darimu,” Bani menatap Arlet..
“Kau tidak perlu izin dariku Bani, pulanglah, ikuti kata Ibumu, jadilah anak yang berbakti,” Arlet menggenggam tangan Bani…
“Jika aku tidak bisa kembali dalam waktu dekat, kumohon, tunggulah aku, jangan pernah berpikir aku meniggalkanmu jika aku tidak bisa kembali dalam waktu dekat, kau mengerti Arlet,”
“Aku mengerti, kembalilah saat semua urusanmu disana selesai, aku akan menuggumu Bani,”
Tiga bulan setelah kepergian Bani ke Pontianak,,,,
Arlet melamun disamping jendela kamar kosnya, matanya sembab, Bani menghilang tanpa kabar, Arlet tidak bisa menghubungi Bani, pesan Arlet tidak pernah dibalas Bani selama dua pekan terakhir ini, dan Bani juga tidak pernah menelpon Arlet balik, dan sekarang setelah dua bulan, nomor Bani tidak bisa dibungi, Arlet menyerah, mungkin Bani punya alasan mengapa ia melakukan hal seperti itu kepada Arlet. Arlet sangat merindukan Bani, ia sangat ingin bertemu dengan Bani, ia ingin mendengar penjelasan dari Bani mengapa ia melakukan hal ini pada Arlet, dalam hatinya ia masih sangat mencintai laki-laki itu, namu ia selalu tak kuasa menahan air matanya jika teringat akan Bani, akan apa yang Bani lakukan padanya, meninggalkannya tanpa tau kapan ia akan kembali….
Pintu kamar Arlet terbuka…
“Apa yang kau lakukan disitu, melamun?” Edis menghampiri Arlet,
“Kau tidak bilang dulu kalau kau akan datang, Dis”
“Kau menangis lagi Arlet, kau masih memikirkan keparat itu?”
“Berhenti memanggilnya keparat Edis, dia tidak seperti itu”
“Bagaimana tidak, dia meninggalkanmu begitu saja, membiarkanmu menunggu dan menangisinya selama tiga bulan lamanya,”
“Dia pergi karena Orangtuanya Edis,”
“Arlet, pakai akal sehatmu, berhenti menangisi nya, berhenti memikirkannya, kau bahkan tidak tau apakah dia masih ada didunia ini atau tidak”
“Kau gila Edis, kau mau mengatakan bahwa dia sudah mati?”
“Kau bahkan tidak tau bagaimana dia sekarang Arlet, apakah dia di Pontianak atau tidak, apakah ia masih hidup atau tidak, apa kau masih mau menunggu hal yang tak pasti seperti itu Arlet,”
“Dia masih ada didunia ini Edis, aku yakin itu, dan dia akan kembali cepat atau lambat, dan aku akan menunggunya,sesuai permintaannya,”
“Are you crazy, hu?... buat apa masih menunggu laki-laki yang meniggalkanmu, kalu dia mencintaimu dia tidak akan pergi tanpa memberi kabar kepada mu, You can get better more than him Arlet, trust me,”
“Dia yang terbaik Edis, aku mencintainya, dan aku akan menunggunya,”
“Baiklah, tapi apa yang akan kau lakukan jika dia tidak kembali, Arleta?”
“Dia akan kembali, aku yakin Edis, aku yakin…” Arlet menangis,,,
“Oh… please Arlet, you have to move on, berhenti menagis” Edis memeluk Arlet,
“Aku yakin dia akan kembali Edis, jangan menyuruhku untuk melupakan dia, aku mohon,,,” Arlet terisak
“Ok, kita lihat saja nanti apakah dia akan kembali atau tidak, sekarang bisakah kau hanya focus pada skripsimu yang sudah hampir selesai Arlet, apa kau tidak ingin wisuda tepat waktu?”
Arlet tau ia tidak bisa terus tenggelam dalam kesedihannya, ia harus move on sesuai kata Edis, tetapi bukan move on untuk melupakan Bani, melainkan move on untuk melupakan kesedihannya, dan Arlet harus kembali fokus pada skripsinya, melupakan Bani untuk sementara waktu…
Satu bulan kemudian…
Hari ini adalah hari wisuda Arlet, hari yang ia tunggu-tunggu selama ia menjadi seorang mahasiswi. Arlet sedang duduk bersama kedua orangtuanya dan Refi adiknya, wisudanya telah selesai lima belas menit lalu, ia memakai kebaya berwarna merah hati, rambutnya disanggul sederhana, riasannya tidak terlalu berlebihan, ia ingin terlihat natural dihari pentingnya itu.
“Bani, bukankah kau pernah bilang akan datang dihari wisuda ku, kau kemana Bani, ini sudah empat bulan semenjak kau pergi, dan aku masih menuggumu sesuai keinginanmu”, batin Arlet…
“Arlet ada yang menyuruhku memberikan ini” Edis datang membawa satu buket bunga mawar merah,
“Dari siapa ini dis?”
“Baca saja sendiri, disitu ada kartu ucapannya”
Arlet melihat bunga yang Edis bawa tadi, ia mengambil selembar kartu ucapan yang disematkan diantara bunga-bunga mawar berwarna merah itu, ia membuka kartu tersebut,
“Engkau selalu menjadi bagian terpenting dalam hidupku, selamat, akhirnya hari yang selama ini kau tunggu datang juga___ Gamal”
Arlet terkejut bukan main, ekspresi wajahnya berubah drastis, ada kemarahan yang dicampur bahagia dalam mata Arlet, hatinya tersentak luar biasa hebat, laki-laki yang pergi dari hidupnya empat bulan lalu, kini memberi nya sebuket bunga,
“Dimana dia Edis” bisik Arlet
“Di parkiran mobil lantai satu gedung ini, apakah kau akan menemuinya Arlet?”
“Iya, aku harus menemuinya,” Arlet berlari keluar dari ruangan tempat wisudanya berlangsung, melepas High heels nya, dan ia tidak peduli dengan tatapan orang-orang yang ada diruangan itu, ia hanya ingin berlari menemui Bani.
Sampai dilantai satu gedung, Arlet menyapu seluruh tempat parkir mobil gedung dengan pandangannya, pandangannya terhenti pada satu titik, pada seorang laki-laki yang sedang berdiri didepan pintu mobil Honda Brio berwarna putih, laki-laki itu memakai kemeja polos lengan pendek berwarna biru laut, celana bahan slim fit, dan memakai kacamata hitam, laki-laki itu berdiri menyender, menyilangkan kakinya, menunduk, dan tangannya kedua tangannya berada didalm saku celana bahan slim fit yang ia kenakan, Arlet hafal betul siapa laki-laki itu, “Bani” ucap Arlet pelan, Arlet berjalan menghampiri Bani, sampai ditempat Bani, Arlet berdiri disamping kanan Bani, Bani belum menyadari kedatangan Arlet, ia masih menunduk. Arlet menjatuhkan High Heels yang ia pegang ditangan kirinya, Bani menoleh, melepaskan kacamat hitam yang ia kenakan, ia kini berdiri tegak didepan Arlet,,,
“Arlet”, Bani terkejut
“Bani, kenapa kau baru datang setelah empat bulan” Arlet mendorng tubuh Bani sangat keras hingga Bani terjatuh,
“Kenapa baru datang Bani, kenapa” teriak Arlet
“Maafkan aku Arlet,” Bani berdiri, memegang pundak Arlet
“Lepaskan, kau bahkan memberi ku bunga, sementara kau tau bahwa aku tidak meyukai bunga,”
“Arlet biar aku jelaskan semuanya Arlet,”
“Aku menunggu mu kau datang Bani, aku tidak pernah menyerah menunggu mu, aku menunggumu sesuai permintaanmu, tapi kenapa kau baru datang setelah empat bulan,” Arlet menangis
“Maafkan aku Arlet, ada hal penting yang membuatku tidak bisa kembali dalam waktu cepat,” Bani mengusap air mata yang jatuh dipipi Arlet dengan kedua telapak tangannya,
“Aku begitu merindukanmu Bani, apa kau tidak tau itu”
“Aku juga merindukanmu Arlet, sangat merindukamu, dan aku datang sesuai janjiku, aku datang dihari wisuda mu” Bani memeluk Arlet yang masih menangis,
“Kenapa baru datang?”
“Setelah Ayah keluar dari rumah sakit, Ayah menyuruhku untuk membantu mbak Andin mengurus bisnisnya, ayah mengancam tidak mau menjalani operasi pencangkokan ginjal jika aku menolaknya, jadi aku menuruti perkataan Ayah, agar Ayah mau menjalani operasi itu, maafkan aku Arlet, sungguh aku begitu menyesal karena meninggalkanmu terlalu lama, maafkan aku”
“Apakah kau akan meninggalkanku lagi, apakah kau akan pergi lagi?”
“Tidak tanpamu” Bani melepas pelukannya memandang wajah Arlet,,,
“Apa maksudmu?”
“Sebelum kembali ke Semarang, setelah Ayah menjalani operasinya aku membujuk Ayah untuk mengizankanku kembali ke Semarang, aku mengatakan kepada beliau, ada seorang wanita yang sangat amat aku cintai yang ingin aku temui, aku bercerita pada Ayah dan Ibu, bahwa wanita itu telah mnyelamatkan hidupku, ia rela mendonorkan darahnya untuk meyelamatkanku, awalnya Ayah tetap kekeuh tidak mengizankanku, Ayah ingin aku tetap mengurus bisnisnya disana, tapi, mbak Andien membantuku membujuk Ayah, mbak Andien menjelaskan pada Ayah bahwa aku tidak berbakat dalam hal bisnis, memang aku tidak mempunyai bakat untuk itu, aku menjelaskan pada Ayah aku bahwa aku sangat menikmati pekerjaan ku sebagai perawat, akhirnya beliau setuju, beliau mengizinkanku kembali ke Semarang, dengan catatan beliau ingin aku membawa mu ke Pontianak, Ayah dan Ibu ku ingin bertemu denganmu Arlet, Ayah ingin bertemu dengan wanita yang telah meyelamatkan hidup anak mereka,” jelas Bani, “Apa kau mau ikut ke Pontianak bersamaku untuk beberapa hari?”
“Tapi kau harus janji tidak kan meniggalkanku terlalu lama lagi”
“Aku akan berusaha Arlet”, Bani kembali memeluk Arlet…
Seminggu setelahnya…
Arlet masih tertidur dikamar Bani, di kediaman orangtua Bani di Pontianak, ia dan Bani baru sampai jam dua dini hari, ketika Arlet membuka matanya, ia langsung mendapati Bani sedang duduk disampingnya…
“Morning, beautiful”,, sapa Bani ketika Arlet membuka Bani,
Arlet tersenyum…
“Apakah menyenangkan tidur dikamar milik kekasihmu, hu?” tanya Bani
Arlet sudah dalam posisi duduk disamping Bani,
“Meyenangkan karena bisa langsung melihat wajahmu ketika membuka mata”
Bani mengacak-ngacak rambut Arlet, lalu menyerahkan segelas air putih untuk Arlet…
“Arlet, kau mau langsung makan atau masih mau bermals-malasan dulu dikamar milik kekasihmu ini”
Arlet memukul pudak Bani, “Aku mau mandi dulu, keluar sana,”
“Baiklah, aku tunggu diruang makan Mrs. Haqi,” Bani meninggalkan Arlet,”Jangan mandi lama-lama, hu?” teriak Bani dari luar…
Dua puluh menit kemudian…
Arlet berjalan menuju ruang makan kediaman orangtua Bani, sampai diruang makan, ia mengahmpiri Bani yang sudah menunggunya dimeja makan, Arlet duduk di kursi samping Bani, melihat seisi ruangan…
“Sepi sekali, kemana Ayah dan Ibumu Bani?”
“Kau mandi lama sekali, tidak taukah kau aku sudah sangat lapr, Ayah dan Ibu sedang pergi kerumah mbak Andien”
“Oh… sini biar kuambilkan” Arlet mengambil piring yang sedang dipegang Bani…
“Arlet, ada yan ingin kubicarakan, penting,,,”, Kata Bani dengan ekspresi serius, “Mau bicara apa sih,, serius banget wajah kamu,” Jawab Arlet penasaran. Bani bangkit dari tempat duduknya, berlutut disamping kursi tempat Arlet duduk, mengeluarkan sebuah benda dari saku celana sebelah kirinya, membukanya,,,, sebuah cincin, dengan satu permata ditengahnya, sederhana sekali, hanya memiliki satu permata, tidak terlalu besar. Arlet terkejut,,,, “Arlet, dengarkan perkataan ku baik-baik,” Kata Bani sambil memegang cincin yang baru ia keluarkan dari saku celananya tadi, “ Arleta Harumi Althaf, kau tau bahwa aku sudah mencintaimu dari sejak pertama kali kita bertemu, kau tau hati ku merasa sakit saat kau menangis gara-gara seorang laki-laki, dan kau tau bahwa aku mencintaimu dengan setulus hati yang kupunya, Arleta Harumi Althaf, saat aku terbaring di Rumah Sakit, aku bisa merasakan ketulusan hatimu mencintai ku walau saat itu kau belum mengatakan itu kepada ku, Arleta Harumi Althaf, kini, dalam diriku, mengalir juga darah mu, itu bukan rayuan, melainkan itu nyata, karena memang kaulah yang memberikan kehidupan bagiku disaat aku sedang dalam kondisi antara hidup dan mati, Arleta Harumi Althaf, kau adalah wanita kedua yang memberi ku kehidupan setelah Ibu ku, Ibu melahirkan ku kedunia ini, memberi kehidupan bagiku, memberi kasih sayang dan cinta yang tak pernah usang kepada ku, dan kau Arlet, kau memberiku kehidupan bagiku disaat aku sedang dalam kondisi antara hidup dan mati, kamu memberiku Cinta sama seperti Ibuku, memberi kehangatan sama seperti Ibuku, merawatku dengan sabar saat aku sedang di Rumah Sakit, Arleta Harumi Althaf, aku tau ini memang terlalu cepat dan mengejutkan bagimu, tapi, anggaplah ini sebagai lamaran pribadi ku, kelak, entah itu dua tahun lagi, tiga tahun lagi, atau empat tahun lagi, lamaran ini akan berubah menjadi lamaran yang bukan hanya melibatkan aku dan kau tapi juga kedua keluarga kita dan semoga Tuhan mengizinkan itu, Arleta Harumi Althaf, aku akan dengan sabar menunggu mu siap menjadi pendampingku karena aku yakin bahwa memang kamulah wanita yang diciptakan Tuhan untuk ku, seperti kamu yang dengan sabar dan ikhlasmu pula merawat dan menungguku saat aku pergi, Arleta Harumi Althah, aku tidak ingin mengganggu cita-cita yang ingin kamu gapai, aku ingin melihatmu melangkah menggapai cita-citamu , dan aku ingin berada disisimu, menemanimu saat engkau memulai langkah mu untuk itu, Arleta Harumi Althaf, kau tau bahwa semua manusia tidak akan bisa hidup selamanya di dunia ini, dan sisa waktuku didunia ini, sungguh aku ingin melewatkan itu bersamamu, sungguh aku ingin berada disampingmu selama sisa hidupku, Arleta Harumi Althaf, aku tidak bisa berjanji selalu menemanimu disisimu, tapi aku akan berusaha untuk memberikan hal-hal manis diwaktu yang aku sanggup menemani mu, aku tidak berjanji bisa melakukan apa yang kau ingin aku lakukan, tapi percayalah bahwa aku akan berusaha melakukan itu selagi aku mampu, kau juga tau bahwa tiada manusia yang sepenuhnya baik dan sempurna, tapi sungguh aku akan berusaha memperlakukan mu dengan baik,  Arleta Harumi Althaf, aku akan berusaha dengan segala kemampuanku setia menunggu kesiapanmu, aku mohon padamu Arlet, sungguh, jika suatu saat aku merasa lelah akan “Kita”, berjanjilah, jangan pernah engkau meninggalkan ku apabila hal yang tidak aku inginkan itu terjadi, sungguh aku mohon, tetaplah disisi ku saat amarah menguasai ku, sungguh aku mohon, tetaplah disisiku saat luka sedang kualami, tetaplah menjadi air yang memadamkan api dalam hatiku, engkau pun tau bahwa dalam agama kita, setiap manusia sudah diciptakan berpasang-pasangan, Tuhan kita menjadikan sebuah pernikahan adalah ibadah, dan,,,,, Arleta Harumi Althaf, maukah engkau menjadi akhir dari cerita ku, maukah kamu menjadi wanita terakhir yang memberi cinta kepadaku, menjadi wanita yang dipilihkan Tuhan untukku, aku akan menunggumu sampai engkau siap, dan semoga Tuhan selalu mejaga cinta ku untukmu, dan begitu pula sebalikya, maukah engkau menerimaku, sebagai laki-laki yang kelak akan di Halal kan untukmu oleh Tuhan?” Kata Bani, dengan begitu serius, memandang mata Arlet yang berkaca mendengar ucapan Bani, Arlet terharu, tidak kuasa menahan air mata nya, ia begitu tersentuh dan bahagia, walau itu hanya kata-kata, tapi Arlet tau bahwa Bani memang bersungguh-sungguh denga yang ia ucapkan, Bani tidak muluk-muluk dalam berjanji, ia begitu sederhana mencintai Arlet, memandang hanya kepada Arlet, Bani layaknya sebuah Semesta bagi seorang Arlet, dimata Bani, Arlet melihat ketulusan, di perkataan Bani Arlet mendengar kenyataan, di genggaman tangan Bani, Arlet mendapat sebuah kekuatan, di dalam pelukan Bani, Arlet mendapat perlindungan yang nyata, di hati Bani, Arlet mendapat seribu cinta, di setiap perlakuan Bani, Arlet mendapat prioritas dan keutamaan, bagi Arlet, Bani seperti alam semesta ciptaan Tuhan, memberi seribu hal yang Arlet butuhkan, menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan Arlet, Seribu semesta Arlet dalam diri Bani, dalam diri laki-laki yang ribet namun berpenampilan sedrhana, dimana Arlet telah dengan ikhlas memberikan sebagian darahnya. “Kau tau, Gamal Albani Haqi,,,,, adakah hal yang bisa membuat ku menolakmu,,, adakah hal itu?, kau tau Gamal Albani Haqi, aku rela mengalahkan rasa takutku untukmu, kau tau wahai semesta ku, bahwa aku mencintaimu lebih dari yang kau tau, walau ada sebagian dari sifatmu yang kubenci, tapi itu tidak akan bisa membuatku menolakmu, walau engkau hanya memiliki waktu yang terbatas bagiku, itu tidak akan bisa membuat ku berpaling, maaf jika kadang sikapku terlihat terlalu dingin, aku tidak tau harus seperti apa menunjukkan kecintaanku kepadamu, dan,,,, sungguh, aku begitu ingin menghabiskan waktuku juga bersamamu, dan aku ingin menjadi akhir cerita dalam hidupmu, aku ingin menerima cincin itu”, kata Arlet dengan suara yang sedikit bergetar. Bani memasangkan cincin di jari manis tangan kiri Arlet, menghapus air mata yang membasahi pipi Arlet, menggenggam kedua tangan Arlet, menatap kedua mata Arlet, “You’re, the best I ever have, Arlet”, kata Bani, “Dan kau adalah hal terbaik yang menimpa ku, jangan pernah pergi lagi, jadilah akhir dari ceritaku,” Jawab Arlet, “Tidak ada hal bisa membuat ku pergi darimu, termasuk sikap dinginmu, karena aku menyukai itu, itu membuatmu seperti hal yang sangat mahal dalam hidupku, aku akan disisimu, selalu akan kuusahakan itu, dan aku mau menjadi akhir dari ceritamu,” Kata Bani masih menatap mata Arlet. “ Aku menyayangi mu, tidakkk,,,, Aku mecintaimu, itu yang benar”, bisik Arlet, “Aku pun begitu,,, mencintaimu dengan segenap ketulusan yang kupunya,”
Bani, memandang Arlet seperti ia memandang Ibunya, penuh hormat, Bani sebisa mungkin tidak ingin menyakiti Ibunya, itu pula yang ia lakukan kepada Arlet, Bani begitu menghormati kedua wanita ini, Ibunya yang telah melahirkan dan membesarkannya, dan Arlet, wanita yang meyelamatkan  Bani di saat Bani sedang dalam kondisi antara hidup dan mati. Bani menyayangi Arlet sama seperti Bani menyayangi Ibunya. Melalui Ibunya ia mendapatkan kasih sayang yang tiada tara, melalui Arlet, Bani mendapatkan kasih sayang yang tanpa syarat, Ibu Bani menyayangi Bani dengan semua sifat buruk Bani, Arlet menyayangi Bani dengan semua sifat buruk Bani pula, Arlet tidak ingin selalu diprioritaskan oleh Bani, Arlet hanya ingin cinta Bani yang tulus, namun, seberapa kerasnya Arlet meminta untuk tidak terlalu memprioritaskan nya, sekeras itu pula Bani menolak, apapun yang terjadi dengan Arlet, Bani selalu berusaha ada disamping Arlet.
Jika engkau memiliki wanita yang engkau cintai, perlakukan ia, sayangi ia, dan hormati ia, seperti ia adalah Ibu mu. Jika engkau sudah merasa yakin terhadap wanita mu, jadikanlah ia Halal untukmu, perlakukan pula ia dengan baik, seperti ibumu memperlakukanmu dengan baik tanpa sebuah cela sekalipun, jangan sakiti ia, baik itu fisiknya ataupun psikisnya, jangan terlalu muluk-muluk berjanji kepada seorang wanita, jangan membuatnya menaruh harap yang tinggi terhadapmu, jika engkua telah berjanji kepada seorang wanita, maka wanita akan mengingat janjimu itu tidak hanya dalam pikirannya tapi juga ia akan menaruh janjimu di hatinya, jika engkau mengigkarinya, bukan hanya pikirannya yang kacau tapi juga hatinya merasa teriris, seperti itulah wanita. Dan jika engkau ingin menghabiskan sisa hidupmu dengannya maka katakanlah “Aku ingin bersamamu, selama sisa hidupku”, That simple right?

Jumat, 20 Juni 2014

Seribu Semesta Arlet. Part 6

Bagian. 6
Honestly, I Love You…

Minggu, sehari setelah pernikahan Ilal,…
            “Arlet sudahlah berhenti menangis, ka terus menangis dari sebelum kita sampai di Surabaya, sudahlah Arlet, kau pantas mendapatkan yang lebih baik dari dia”, Edis menenangkan Arlet yang masih menangis, “Bisakah kau hanya diam saja,” rengek Arlet, “Bagaimana bisa aku diam melihat sahabatku menangis seperti ini?” bentak Edis, Arlet terdiam menghapus air matanya dengan tisu yang diberikan Edis. “Empat tahun aku menjalin hubungan dengan Ilal, tapi mengapa Tuhan tidak memilih ku sebagai pendamping hidup Ilal,  mengapa harus orang lain”, Arlet menatap Edis, “Tuhan selalu tau apa yang terbaik untuk umatnya Arlet, seberapa lama kau menjalin hubungan tidak bisa menentukan kau akan menikah dengan kekasihmu atau tidak, Tuhan lebih tau siapa yang lebih cocok denganmu,” Edis menggenggam tangan Arlet, “Percayalah Arlet, kau wanita yang baik, cantik, pintar, dan juga menyenangkan, walau memang kau terkadang bersikap begitu dingin terhadap beberapa lelaki, aku yakin, kau akan mendapatkan seseorang yang jauh lebih baik dari Ilal, percayalah” imbuh Edis, “Terimakasih, kau memang sahabat terbaikku”, Arlet tersenyum…
Senin, 08.00…
Arlet sedang bersiap-siap berangkat ke Semarang saat pintu rumahnya diketuk seseorang, “Permisi”, teriak seorang laki-laki dari luar, “Iya, sebentar”, jawab Arlet, Arlet membukakan pintu, wajah yang sepertinya ia kenal muncul dari balik pintu kediaman orang tuanya, “Bani”, Arlet terkejut, “Pagi, Arlet, apakah aku mengganggu?” Bani tersenyum, menggaru-garuk kepalanya, “Untuk apa kau kesini, kau tidak ada tugas jaga?” tanya Arlet, “Ada, tapi nanti jam dua siang, bolehkah aku masuk?” Bani meilhat kedalam ruang tamu, “Tidak, kau tidak boleh masuk, dirumah tidak ada orang, hanya ada aku, Ibu sedang mengantar Refi sekolah,” tolak Arlet, “Baiklah kalau begitu, aku duduk disini saja”, Bani langsung duduk dikursi teras kediaman orangtua Arlet yang terbuat dari bambu, “Sebentar aku ambilkan minum,” kata Arlet, Baru kali ini ia melihat Bani tidak megenakan seragam perawatnya, kali ini Bani, mengenakan celana jeans pendek selutut berwarna hitam, jersey Manchester United, dan juga kacamata hitam, ia terlihat begitu santai, biasanya setiap kali Arlet bertemu dengan Bani, pasti Bani masih mengenakan seragam perawat. “Ini, diminum”, Arlet meletakkan Cappuccino hangat dimeja, “Wah-wah, kau bahkan telah hafal dengan kopi kesukaanku,” ledek Bani, “Hanya ada itu dirumah,” balas Arlet, “Kau mau kemana, cantik sekali”, tanya Bani, “Ke Semarang, aku harus menyelesaikan skripsiku,” Arlet melihat jam di tangan kirinya, “Berpenampilanlah seperti itu saat bertemu dengan ku, tidak bisakah?”, Bani menatap Arlet, Arlet mengenakan celana Denim skinny fit berwarna hitam, kemeja hitam bercorak bunga-bunga, blazer berwarna merah maroon, dan juga flat shoes sewarna dengan blazer yang dikenakan Arlet, “Memang, ada yang berbeda dari penampilan ku,?, tanya Arlet, “Hm, biasanya kau selalu memakai sneakers, memakai jaket denim, dan juga mengikat rambutmu, kau terlihat lebih cantik jika seperti ini, terlihat lebih feminim, dan,,, aku menyukai rambut mu yang kau urai itu,” Bani memuji Arlet, “Sebenarnya kau mau apa pagi-pagi bertamu?” Arlet tersenyum pahit kepada Bani, “Kau bahkan tidak mengucapkan terimakasih saat aku memuji mu,” Bani kesal, “Aku merindukanmu, makanya aku kemari,” imbuh Bani, “Kau bilang apa?, apa kau mau mati,” Arlet memukul pundak Bani lumayan keras, “Kau ini, bersikaplah sedikit lembut, apa tidak boleh aku merindukanmu”, kata Bani menahan sakit di pundaknya, “Sudahlah, pulang sana, aku harus pergi,” Arlet menarik tangan Bani, menyuruhnya untuk pulang, “Bolehkah aku mengantarmu”, Bani memegang tangan Arlet, “Tidak usah aku bisa berangkat sendiri, dan lepaskan tanganmu dari tangan ku”, Arlet menarik tangannya dari genggaman tangan Bani, “Tidak,” Bani memegang tangan Arlet lagi, “Kau tau Arlet, aku selalu berdo’a dan meminta kepada Tuhan agar kau bisa mencintaiku, biarkan aku mengantarmu ke Semarang,” tanya Bani, “Lepaskan dulu tanganku” pinta Arlet, “Baiklah, kulepaskan, tapi biarkan aku mengantarmu,” Bani melepaskan tangan Arlet, Arlet pergi meninggalkan Bani, “Aku mau kau mencintaiku Arlet”, terik Bani sambil tersenyum. Arlet keluar dari rumah membawa tas ransel hitamnya dan juga helm ia menutup pintu dan menguncinya, “Arlet, tidak usah bawa helm, aku akan mengantarmu menggunakan mobilku”, Bani mengambil helm Arlet dan menaruhnya dimeja,,, berjalan menuju mobil Honda Brio berwarna putih dengan menggandeng tangan Arlet, membukan pintu mobil, dan mempersilahkan Arlet masuk., “Mobil siapa ini?” tanya Arlet polos, “Ini mobil milik mbak Andien, tapi mbak Andien memberikan mobil ini untuk ku sebagai hadiah kelulusanku, dia mengirim ini langsung dari Pontianak,” jelas Bani, “Kukira kau mencurinya”, Arlet menaruh ranselnya dikursi belakang, “Apakah wajah ku terlihat seperti seorang pencuri Arlet, kalau iya, pasti aku pencuri paling tampan yang pernah kau temui” Bani memasangkan Shift Belt Arlet,,,
09.30…
Arlet sampai di tempat kosnya dengan Bani, “Arlet, kau tidak menyuruhku masuk dulu,” Bani keluar dari dalam mobil miliknya, “Aku lapar sekali,” imbuh Bani, “Kau belum sarapan?”, tanya Arlet, Bani hanya menggeleng sambil memegangi peruntnya, “Kau mau makan apa?” Arlet menatap Bani yang terlihat seperti anak kecil yang sangat lapar, “Buatkan aku, mie goreng, telur dadar dan juga nasi,” Bani tersenyum pada Arlet, “Kau ini, mengapa tidak beli saja di rumah makan Bani,” Arlet menahan suaranya, “Aku ingin kau yang membuatkannya, aku mohon, buatkan aku mie goring, ya?” rengek Bani, “Parkir mobilmu dengan benar dulu,” suruh Arlet, Bani menuruti perintah Arlet, “Tunggu disini, tamu laki-laki hanya boleh menunggu diteras,” Arlet meminta Bani duduk dan menunggu diteras, Bani hanya tersenyum dan segera duduk.
15 menit kemudian…
“Ini, makanlah,,,” Arlet menyerahkan piring kepada Bani yang berisi nasi, mie goreng, dan juga telur dadar, lalu meletakkan segelas air putih dimeja, “Terimakasih banyak cantik”, Bani langsung memakan sarapannya itu dengan lahap, “Apa kau menyukainya” tanya Arlet, “ Aku selalu sarapan seperti ini jika sedang dikontrakan,” Bani mengangguk, “Apa kau tidak pernah makan sayur?” Arlet memberikan segelas air putih pada Bani, Bani menggeleng, “Aku hanya menyukai sayur buatan Ibuku,” Bani mengambil gelas yang berisi air putih dari tangan Arlet, “Jadi kau tidak makan sayuran” Arlet heran, “Kalau dirumah Ian iya, sayur buatan Ibu Ian rasa nya sedikit mirip dengan buatan Ibuku dirumah,” jelas Bani, “Memang Ibumu dimana?” Arlet penasaran, “Ibu dan Ayah tinggal di Pontianak, aku disini sudah sejak kuliah,” jawab Bani, “Kau tidak kembali lagi ke Pontianak?, kenapa malah bekerja disini,” tanya Arlet lagi, “Kalau aku kembali lagi ke Pontianak, Ayah pasti menyuruhku meneruskan bisnisnya disana dan melarangku kembali ke sini,” Bani mengambil rokok dari saku celananya, “Hei.. apa yang kukatakan padamu soal merokok?” Arlet mengingatkan Bani, “Oh… maaf, itu sudah kebiasaan”, Bani menaruh rokoknya dimeja, “Jadi kau tidak pernah pulang lagi ke Pontianak?” Arlet mengikat rambutnya, “Jangan diikat,” Bani memegang tangan Arlet, dan melepaskan ikatan rambut Arlet, “Sebenarnya Ibu menyuruhku pulang, Ibu bilang Ayah sudah menyerah dengan ku dan tidak akan memaksa ku lagi, Ibu juga bilang bahwa bisnis Ayah sudah diambil alih oleh Mbak Andien,” imbuh Bani, “Lalu, apa kau tidak akan pulang?” Arlet menarik tangannya dari tangan Bani, “Nanti, setelah aku mendapatkanmu,” sahut Bani, “Apa maksudmu”, Arlet terkejut dengan ucapan Bani, “Tidak,,” Bani menggeleng, “Berapa lama di Semarang,” lanjut Bani, “Tiga minggu, kurasa” Arlet menjawab, “Bolehkah aku main kesini jika aku sedang libur,” tanya Bani, “Terserah kau saja Bani,” jawab Arlet pasrah, bagi Arlet  menolak permintaan Bani, itu sama saja menyuruh Bani melakukan sesuatu yang menyenangkan baginya. “Arlet, aku rasa aku mengantuk, bolehkah aku tidur sebentar disini” pinta Bani, “Tidurlah, aku tidak akan mengganggu mu”, Arlet bangkit dari tempat duduknya, “Jangan pergi kemana-mana, tetaplah disini, kumohon Arlet” Bani menarik tangan Arlet dan menyuruh Arlet untuk duduk lagi, Arlet mengikuti perintah Bani, bagaimanapun Bani telah bersikap baik padanya dan juga Refi, selain itu Bani juga sangat sopan dengan Ibu Arlet, jadi Arlet pikir, tentu ia harus bersikap baik juga pada Bani, termasuk menemani Bani yang tertidur di kursi teras. Arlet memandangi Bani yang sedang tertidur, ia menyukai mata Bani, bulu matanya panjang, dan juga lebat, Arlet juga menyukai bentuk dagu Bani, Arlet tersenyum saat melihat Bani tertidur, Arlet menebak mungkin umurnya dengan umur Bani selisih dua tahun, wajah Bani terlihat dewasa, walau sikapnya memang terkesan masih seperti anak kecil. Ada yang aneh dalam hati Arlet, saat sedang bersama Bani, ia sejenak bisa lupa akan sakit hatinya, “Apakah benar kau akan berusaha membuat ku melupakan Ilal, kalu iya Bani, kumohon, buktikanlah perkataanmu itu, karena jika engkau tidak membuktikannya aku tidak tau akan bagaimana menghadapinya,” bisik Arlet. Bani tertidur cukup nyenyak, jam sebelas lebih tiga puluh menit, Arlet membangunkan Bani, “Bani…” kata Arlet pelan sambil menyentuh pundak Bani, “Hei… bangunlah Bani”, Arlet masih berusaha membangunkan Bani, Bani membuka matanya, ia tersenyum ketika melihat wajah Arlet begitu dekat dengannya, ia menyentuh pipi Arlet dan mencubitnya, “Hei… ini sakit Bani, lepaskan tanganmu” Arlet memukul Bani, Bani tertawa… “Menyenangkan sekali melihat wajah mu saat aku terbangun” Bani tersenyum, “Pulanglah, ini sudah jam setengah dua belas, bukankah kau ada tugas jaga jam dua?” Arlet bangkit dari kursinya, “Aku akan main kesini jika aku libur,” Bani berdiri mengambil mengambil rokok yang tadi ia taruh dimeja, “Terimakasih untuk sarapannya, itu sarapan yang sangat special bagiku, dan juga terimakasih karena telah mengizinkanku mengantarmu,” lanjut Bani, “Hati-hati dijalan ya,” pesan Arlet, Bani tersenyum, “Kau juga”, sahut Bani.
 Minggu, 13.30
Gamal Albani__ “Arlet, temani aku ke toko buku, kau mau kan?”
Arleta Harumi__ “Jam berapa?”
Gamal Albani__ “Satu jam lagi aku jemput dikos mu,”
Arleta Harumi__ “Baiklah, aku tungggu”
Tiga minggu di Semarang, Bani lumayan sering berkunjung ke tempat kos Arlet, membawakan Arlet makanan kesukaannya, waktu tiga minggu digunakan Bani untuk meyakinkan Arlet bahwa Bani serius dengan perkataannya, setidaknya tiga kali dalam seminggu Bani mengunjungi Arlet, menemani Arlet menulis skripsinya, makan siang bersama, nongkrong, nonton film, atau hanya sekedar duduk-duduk di kursi teras kos Arlet, tiga minggu itu juga digunakan Arlet untuk mengenal Bani lebih dekat, Edis, sahabat Arlet mengetahui kedekatan mereka karena tiap Arlet mengunjungi Edis, Bani selalu mengantarnya, “Arlet, dia baik, dia laki-laki yang manis, cocok denganmu, apa dia menyukaimu”, itu yang selalu Edis tanyakan tiap kali bertemu atau berbincang ditelepon dengan Arlet, tiga minggu itupun berlalu, ada yang lain dalam perasaan Arlet, Bani membuat Arlet semakin nyaman ketika berada didekatnya, kini semua itu sudah berjalan hampir selama dua bulan, jika Bani sempat ia selalu mengantar Arlet ke Semarang, dan menjemput Arlet ketika Arlet ingin pulang kembali kerumah orangtuanya, kini ada yang lain dalam hati Arlet, kini kedekatan Arlet dan Bani makin terlihat intim, hal yang sering dilakukan Bani ketika pergi dengan Arlet adalah Bani yang selalu memasangkan Shift Belt untuk Arlet, sebenarnya Arlet sudah sering mencegah Bani melakukan hal itu, namun sekali lagi, mencegah Bani sama halnya kau menyuruhnya melakukan hal ia inginkan. Pernah suatu hari, saat Bani libur, Bani menemani Arlet menulis skripsinya sampai tengah malam, tentu saja Arlet tidak tega jika menyuruh Bani pulang, alhasil Bani tidur didalam mobilnya semalaman, saat Arlet sedang dilanda stress karena skripsinya Bani lah yang menghibur Arlet, jika Bani tidak punya waktu untuk mengunjungi Arlet, maka Arlet hanya butuh berbicara dengan Bani ditelepon, jika Bani sedang ada waktu, maka akan Bani gunakan untuk mengunjugi Arlet, banyak hal yang telah mereka lalui, semua sahabat-sahabat Arlet termasuk Edis sudah mengetahui ikhwal kedekatannya dengan Bani, Bani juga pernah mengenalkan Arlet pada Ian sahabatnya dan juga bukan hanya kepada Ian, namun juga kepada Ibu Ian, yang sudah Bani anggap sebagai Ibu keduanya.
15.00…
“Arlet, keluarlah aku didepan pintu kos mu sekarang,” Bani menelpon Arlet, “Iya, tunggu sebentar” jawab Arlet. Arlet keluar dari kamar kosnya, ia mengenakan kemeja merah hati celana jeans skinny fit hitam, dan flat shoes berwarna navy, “Kau telat setengah jam Bani,” Arlet menutup pintu kosnya, “Maaf, tadi Ian menyuruhku untuk mengantarnya ke Rumah Sakit dulu,” Bani terseyum melihat Arlet, “Arleta apa kita ini jodoh?” Bani mengangkat alis kirinya, “Biara apa kau ini”, Arlet melotot pada Bani, “Hari ini kita terlihat serasi bukan” Bani memandangi Arlet, Arlet balas memandangi Bani. Bani memakai kemeja polos lengan pendek berwarna merah hati, dan celana jeans pendek selutut, dan sandal berwarna hitam, “O my god, kalau aku tau kau memakai pakaian seprti itu, aku tidak akan memakai pakaian seperti ini Bani” Arlet berjalan meniggalkan Bani yang masih diam berdiri.
Gramedia Pandanaran, 15.45…
“Bani, kau mau mencari buku apa?”, Arlet melirik Bani, “Buku psikologi,” jawab Bani, “Kalau begitu aku akan ke bagian buku-buku pendidikan”, kata Arlet, “Kau tidak apa sendirian?” Bani memegang tangan Arlet, “Tidak apa-apa,” Arlet menggeleng, “Nanti kalau aku sudah selesai aku akan langsung menemuimu,” Bani menatapmata Arlet, Arlet hanya diam mengangguk. Satu jam berlalu,,, “Sudah dapat bukunya” bisik Bani, Arlet menoleh “Sudah,” Arlet menunjukkan buku yang ingin ia beli, “Sini, biar aku yang membayarnya” Bani mengambil buku yang dipegang Arlet, “Bani, biar aku sendiri yang membayarnya”, Arlet mengambil buku itu lagi dari tangan Bani, “Arleta, sudahlah, anggap ini hadiah untukmu karena telah menemani ku” Bani mengambil buku itu lagi dari tangan Arlet, lalu berjalan dengan cepat menuju meja kasir, Arlet hanya menghela nafas untuk itu. “Arlet, aku lapar,kita makan dulu sebelum pulang ya,,” Bani memegangi perutnya, “Tapi ini sudah jam lima Bani,” Arlet melirik jam di tangan kirinya, “Apa tidak tunggu sehabis maghrib saja”, Arlet bertanya, “Sebentar saja, aku sudah sangat lapar Arlet,” bujuk Bani, “Memangnya kau mau makan dimana”, Arlet mengambil kantong plastic berisi buku dari tangan Bani, “Ada rumah makan padang enak di daerah Tembalang, tapi aku lupa nama rumah makan itu, kita makan disana ya”, Bani masih memegangi perutnya, “Kau gila, itu jaraknya lumayan jauh dari sini,” kata Arlet, “Lalu, aku kan bawa mobil, apa susahnya,” Bani menarik tangan Arlet, mereka berdua berjalan keluar, diluar sedang hujan cukup deras, Bani meminta Arlet untuk tetap didepan pintu masuk Gramedia, sementara Bani mengambil mobilnya, “Masuklah,” Bani membukakan pintu mobilnya untuk Arlet memayungi Arlet dengan kedua tangannya, “Terimakasih”, Arlet buru-buru masuk kedalam mobil, “Padahal tadi waktu kita berangkat belum turun hujan, kenapa sekarang deras begini,” Bani memasang Shift Belt nya, “Kau tidak akan tau kapan hujan akan turun,” Arlet menaruh tasnya dikursi belakang, “Iya, kau benar, yang tau akan itu hanya Tuhan,” Bani memasangkan Shift Belt untuk Arlet “Rambutmu basah”, Bani meyentuh rambut Arlet, wajah Bani sangat dekat dengan Arlet sekarang, jantung Arlet berdegup sangat kencang, “Kau bisa sakit nanti” Bani mengambil jaket miliknya dikursi belakang, mengeringkan rambut Arlet menggunakan jaket miliknya, “Jangan sampai sakit,” Bani membelai rambut pendek Arlet lalu memakaikan jaketnya untuk Arlet, menatap Arlet, berbisik “Aku sangat mencintaimu,” lalu terseyum, pipinya memerah, Arlet hanya terdiam, ada yang lain dalam hati Arlet, perasaan ini sama seperti saat ia jatuh cinta pada Ilal, tapi kali ini sedikit berbeda, kali ini perasaan itu jauh lebih kuat dari sebelumnya, hatinya meledak saat Bani membelai rambutnya tadi tadi, “Honestly, Bani,,,, I Love You too,” batin Arlet, “Sudahlah ayo jalan, katamu kau lapar” Arlet memukul pundak Bani, Bani langsung menyetir mobilnya meninggalkan Gramedia…
Iya, Arlet telah jatuh cinta pada Bani, pada kesederhanaan Bani memandang Arlet, pada dua bulan yang begitu menyenangkan untuk dilewati, Arlet banyak melakukan hal baru dengan Bani, ikut mendaki gunung dengan Bani, melihat Bani ketika ia sedang ada tugas jaga di rumah sakit, ikut membantu Bani merawat seorang anak kecil yang tervonis leukimea di rumah sakit, dan terlebih, Bani mampu membuat Arlet lupa akan Ilal, Arlet jatuh cinta pada Bani, ia tidak tau kapan ia mulai jatuh cinta pada Bani, dan ia juga tidak tau apa alasannya, mungkin benar kata pepatah jawa “Witing Tresno Jalaran Soko Kulino”, itu yang tejadi pada Arlet sekarang ia jatuh cinta karena terbiasa bersama, iya kini Arlet begitu terbiasa akan kehadiran Bani didekatnya.
Dua hari setelahnya, di Coffe Break, 15.30…
“Kau jaga jam berapa Bani?” Arlet meyerahkan segelas Capuccino hangat kesukaan Bani, “Terimakasih, jam Sembilan malam,” Bani tersenyum, “Kenapa kau tidak istirahat saja, kenapa malah menjemputku, aku bisa pulang sendiri,” Arlet meminum Vanilla Latte ice nya, “Selagi aku bisa, maka akan kulakukan Arlet,” ucap Bani, “Lagipula ada yang ingin kubicarakan”, imbuhnya, “Apa?” kata Arlet singkat, “Look at me Arlet,” Bani meraih tangan Arlet yang sedang memegangi Vanilla Latte ice nya, “Arleta Harumi Althaf,” tatapan Bani mulai serius, “Aku, mencintaimu, kau tau itu kan, Arlet, aku sangat mencintaimu, kau pernah berkata bukan, kalau tidak ada yang namanya cinta pada pandangan pertama, Arlet, saat pertama aku berjumpa denganmu di coffe break, aku langsung menyukaimu ketika aku menatap matamu, dan ketika kau menagis didepan ku, disaat itulah aku sadar bahwa aku bukan hanya menyukaimu, tapi juga mencintaimu, mungkin memang perkataan mu benar, tapi tidak ada yang salah akan hal itu, karena cinta memang tidak pernah salah bukan, yang salah adalah ketika kita menolak hadirnya cinta, kerena sama saja kita menolak anugerah Tuhan, jadi Arlet,,,” Bani menggenggam tangan Arlet, menatapnya dengan serius, “Maukah kau menjadi kekasihku dan juga calon pendampig hidupku?” tanya Bani. Arlet hanya terdiam, ia bingung harus mengatakan apa, disisi lain Arlet belum cukup yakin dengan Bani, disisi lain ia tau bahwa ia sudah mulai mencintai Bani, tapi ia butuh waktu lebih untuk yakin akan ketulusan Bani, “Beri aku waktu Bani,” Arlet menjawab, “Baiklah, aku tau kau belum yakin kepada ku, aku tidak akan memaksakan itu”, Bani tersenyum, “Kau laki-laki baik Bani, tapi aku hanya butuh waktu untuk yakin akan semua ini” Arlet membalas senyuman Bani.
Sehari setelah nya, 18.50…
“Arlet, ada yang cari kamu didepan” Ibu Arlet membuka kamar tidur Arlet, “Siapa, Bani?” tanya Arlet, “Bukan, dia bilang dia temannya Bani, cepat sana temui, jangan membuat orang lain menunggumu terlalu lama,” suruh Ibu Arlet, Arlet keluar dari kamar tidurnya, berjalan menuju ruang tamu, “Mas Ian,” Arlet terkejut, “Arlet, kamu harus ikut aku, ini soal Bani,” Wajah Ian panic, “Bani, ada apa dengan Bani?” Arlet memasang tampang serius, “Bani, dia kecelakaan Arlet, sekarang dia di rumah sakit, kondisi nya lumayan mengkhawatirkan,” jelas Ian, Arlet merasa ada petir menyambar hatinya, ia bahkan belum mengatakan pada Bani, bahwa ia juga mencintainya, Arlet lemas, ia terduduk dikursi, “Kita harus kesana mas Ian,” Arlet bangkit kemudian berjalan menuju kamarnya mengambil jaket, lalu pamit kepada Ibunya,,,
Arlet berdiri didepan ruang operasi rumah sakit tempat Bani dirawat, ia tidak henti mengkhawatirkan keadaan Bani, “Tuhan, semoga tidak terjadi apa-apa, kumohon,” kata Arlet pelan, Ian duduk dikursi tunggu, Ian mencoba menenangkan Arlet namun sia-sia, Arlet begitu khawatir dengan keadaan Bani didalam,
“Adakah keluarga dari pasien”, tanya seorang perawat yang keluar dari ruang operasi, “Saya teman pasien suster,” Ian berdiri dari kursinya, “Pasien mengalami pendarahan hebat di lengan dan dahinya, selain itu juga terjadi kebocoran limpa, pasien membutuhkan transfusi darah, golongan darah pasien O negative, stok darah O negative di rumah sakit ini sedang tidak mencukupi,” jelas perawat, “Golongan darah saya O negative suster,” Arlet menghampiri perawat tadi, “Baiklah, ikut kami untuk menjalani tes lebih lanjut,” kata si perawat, “Mas Ian tunggu sini saja” Arlet berkata pada Ian, Ian hanya mengangguk….
Beberapa jam setelah operasi Bani… “Pasien sudah melewati masa kritisnya, saat ini biarkan ia istirahat, besok ketika pasien sadar, hubungi perawat atau dokter,” terang seorang Dokter yang menangani Bani, “Terimakih Dok,” Ian menjawab “Baiklah kalu begitu, saya tinggal dulu,” Dokter berjalan meninggalkan ruang perawatan Bani, Ian mengantar Dokter samapi depan pintu ruang perawatan Bani. Arlet terduduk dikursi samping tempat tidur Bani, ia menggenggam tangan Bani yang dipasang selang infus, memandangi wajah Bani, ada luka kecil di pipi kiri Bani, dahinya juga diperban, sesekali Arlet mengeluarkan air mata saat memandang wajah Bani, ia tak kuasa melihat keadaan Bani yang tidak sadarkan diri. “Arlet, terimaksih banyak karena kamu telah menyelamtkan hidup Bani, aku tidak tau Bani akan seperti apa jika tidak ada kamu, keluarga nya tinggal jauh di Pontianak,” kata Ian, “Bukan aku yang menyelamatkan Bani mas Ian, tapi Tuhan,” Arlet terseyum, “Aku mau disini sampai Bani sadar, nanti biar aku telepon Ibu untuk minta izin,” imbuh Arlet, “Baiklah kalau itu memang keinginanmu, aku akan menunggu diluar saja,” Ian pergi meninggalkan Arlet. “Tuhan, aku mencintainya, aku sungguh mencintainya, buat ia segera sadar Tuhan, aku masih ingin bersamanya, kumohon Tuhan,” Arlet menangis sambil menutup wajahnya, “Bani, aku mencintaimu, aku membutuhkamu Bani,” suara Arlet terisak…
Waktu tidak akan bisa menunggumu, kau yang harusnya mengatur waktu, jika engkau sudah yakin akan perasaanmu maka katakanlah sebelum itu terlambat, katakanlah seakan-akan kau tidak akan bisa bertemunya lagi, katakana itu sebelum terlambat.
Menjelang pagi, Arlet baru bisa memejamkan matanya, Arlet tertidur dikursi dengan posisi kepala diatas tempat tidur Bani, disamping tangan kiri Bani,  ia terbangun, saat ia merasakan belaian lembut dikepalanya, ia hafal dengan belaian tersebut, Arlet segera membuka matanya, melihat Bani, Bani sudah sadar, ia sedang memandangi Arlet yang berada disamping tempat tidurnya, Bani tersenyum, “Are you Ok?” tanya Arlet spontan, Bani hanya mengangguk, “Bani, aku mengkhwatirkanmu”, Arlet memeluk Bani, menangis diatas tubuh Bani, “Aku mencintaimu Bani, maaf karena membuatmu menunggu, aku mencintaimu Bani,” Arlet masih terisak. Bani membalas pelukan Arlet, memelai rambut Arlet dengan tangan kanannya, “Apa butuh semua ini untuk membuatmu mengatakan kalau kau mencintaiku, Arlet?” ucap Bani dengan nada suara rendah, “Aku juga mencintaimu Arlet, kenapa tidak dari kemarin-kemarin saja aku mengalami kecelakaan seperti ini, supaya kau bisa mengakui itu Arlet” imbuh Bani, Arlet melepaskan pelukan Bani, memandang wajah Bani, “Kau gila,kau tidak tau kan bagaimana khawatirnya aku saat melihat mu terbaring, kau hampir saja mati Bani, kau pikir ini main-main, aku bahkan mengalahkan rasa takutku untuk mendonorkan darahku untukmu,” Arlet sedikit marah dengan ucapan Bani tadi, “Kau mendonorkan darahmu untukku”, tanya Bani, “Sudahlah, aku harus memberitahu perawat mengenai keadaanmu,” Arlet bangkit dari kursinya,,, Bani meraih tangan Arlet, “Terimakasih kerena telah menyelamatkan hidupku Arlet”…
Dua hari berikutnya,
Bani mengalami patah tulang dibagian pergelangan kakinya, namun tidak terlalu mengkhawatirkan hanya saja ia harus menggunakan kursi roda selama masa perawatan di rumah sakit, Dokter juga mengatakan untuk mengajak Bani keluar dipagi hari agar Bani bisa menghirup udara pagi diluar ruangan, Dokter bilang itu mampu mempercepat proses penyembuhan Bani, dua hari di rumah sakit, Arlet selalu menemani Bani, terutama dipagi hari, karena ia harus mengajak Bani berjalan-jalan dilingkungan sekitar rumah sakit, ketika sore sampai malam, Ian lah yang menjaga Bani, itu mereka lakukan bergantian selama tiga hari ini.
Hari ketiga Bani di Rumah Sakit, 05.30…

“Kapan kau berencana akan menikah Arlet,” Bani menggenggam tangan Arlet yang sedang duduk didepannya, “Target ku menikah umur dua puluh lima” jawab Arlet, “Kenapa” Arlet mendekatkan wajahnya, “Jika kau berumur dua puluh lima, maka saat itu umurku dua puluh delapan, tidak bisakah kau menikah diusiamu yang ke dua puluh dua”, Bani meyentuh pipi Arlet, “Kenapa harus terburu-buru, memangnya kau yakin akan menikahiku” Arlet merapikan rambut Bani yang sedikit berantakan, “Tentu,,, bukankah aku sudah pernah mengatakan padamu bahwa aku serius akan itu,” ucap Bani, “Bani, tidak bisakah kita hanya menjalaninya dulu, biarlah itu semua waktu yang menentukan,” Arlet menjawab, Bani tersenyum, “Baiklah, kita jalani saja dulu”….