Selasa, 18 November 2014
Himpunan Mahasiswa PGMI IAIN Syekh Nurjati Cirebon: ”Konsep Dasar Pembelajaran Membaca”
Himpunan Mahasiswa PGMI IAIN Syekh Nurjati Cirebon: ”Konsep Dasar Pembelajaran Membaca”: 1. Hakikat Membaca. Pemahaman membaca sebagai suatu istilah sangat beragam. Di dalam konteks belajar mengajar, membaca dipandang se...
Kamis, 04 September 2014
11 Bulan
Sebelumnya gue ucapin terimaksih banyak buat seorang yang udah ngebikin hidup gue selama sebelas bulan ini penuh makna, kebebasan, dan juga bahagia, terimkasih banyak, karena malam itu telah dengan hebat nya meninggakan gue dalam keheningan, *Ciailah lebay.
Oke, kenapa judulnya sebelas bulan, kenapa enggak sembilan bulan aja gitu, ya karena karena kalo sembilan itu bunda megandung ntar jadi nya, dan biar sok misterius gitu, *ok serius lin, jangan becanda...
Ini adalah bulan dimana gue nge-jomblo selama sebelas bulan, jujur nya guys, itu waktu paling lama gue nyandang predikat jomblo, *ah elah kayak gitu aja bangga.
Ya jelas lah gue bangga, lo tau kenapa gue betah jomblo lama-lama, karena gue merasa gue udah dewasa, tapi mungkin secara umur emang udah dewasa sih, enggak tau deh pola pikirnya, *oke fokus.
Dulu mungkin ketika jaman nya masih SMA, masih alay dan labil gitu, gue yakin pasti semua sama kayak gue, enggak betah yang namanya jomblo lama-lama, jaman gue SMA dulu ya, yg udah tiga tahun lalu itu, kalo enggak punya pacar tuh di sangka enggak gaul, dan enggak laku gitu, hampir remaja se umuran gue pasti semua nya punya pacar, mau itu yg cewek, setengah cewek, yg cowok atau yang setengah cowok sekalipun, *maksud lo apa setengah cewek dan setengah cowok lin, ah tauk gellap/////
Itu udah kayak semacam lingkaran setan menurut gue, gimana enggak, tiap habis putus dari satu orang, lo harus cepet2 nyari orang lain buat jadi pacar lo, alasannya sederhana biar lo bisa move on dari mantan lo, dan yg terjadi malah apa, bukannya move on, yang ada malah ngekhiantin pacar yg sekarang karena masih nyimpen perasaan ke mantan, itu gue alamin sendiri, dan itu terjadi karena proses move on yg hanya dalam hitungan hari atau minggu.
Nah, sekarang ketika gue udah berumur dua puluh tahun yg aka berakhir pada hari terakhir bulan oktober, hari hallowen guys, horor banget ya hari kelahiran gue,
Gue jadi bisa berpikir dengan otak gue sendiri,*ya iyalah masak otak sapi. bahwa kalau kita ingin benar2 move on dari mantan kita harus butuh proses yg enggak sebentar, proses yg lumayan lama itu emang menyiksa banget guys, tapi itu hanya terjadi kalo lo enggak bisa mengambil hikmah dari semua itu, nanti lo akan lebih siap mencintai orang baru dalam hidup lo, tanpa ada banyangan dari mantan...
Dan, sebelas tahun nge-jomblo, adalah fase dimana gue menjadi diri gue yg baru, bergaul dengan orang baru, aktivitas baru, dan nyobain hal2 baru yg sebelumya belum pernah gua lakuin, kebahagian itu berasal dari diri lo sendiri, kalo lo bisa ngelihat hal positif dari hal yg di anggap kebenyakan orang negatif, lo bisa dengan mudah menemukan kenikmatan hidup dari sisi lain, menemukan hal baru yang belum pernah lo temukan...
Sekali lagi terimakasih karena malam itu, kau telah benar2 meninggalkan ku, berkat mu, aku tidak perl terjebak dengan cemburu, gelisah, gundah, galau, gulana, gulali, atau apalah itu, berkat mu aku tidak perlu juga terjebak dalam hal yg kubenci "LDR", berkat mu, aku memperoleh kebebasan ku sendiri tanpa terikat aturan, menjalani hal baru, menjadi aku yang baru, aku yang mendapat hal2 baru setelah kepergian mu, aku yang tanpa takut melangkah pergi ketempat yg aku kehendaki, tanpa harus terjebak di dalam kamar kos da setia memandangi handphone, bisa ku bilang, kepergian mu adalah hal terindah yg menimpa ku, tapi, kau tetaplah seorang yg pernah membuat ku bahagia, dan berkat mu pula, Blog ini tercipta, tulisan ini tercipta, atau tulisan2 lain yg sudah menghiasi pos list ku, Terimakasih, Terimakasih ku ucapkan untuk mu "F".
Oke, kenapa judulnya sebelas bulan, kenapa enggak sembilan bulan aja gitu, ya karena karena kalo sembilan itu bunda megandung ntar jadi nya, dan biar sok misterius gitu, *ok serius lin, jangan becanda...
Ini adalah bulan dimana gue nge-jomblo selama sebelas bulan, jujur nya guys, itu waktu paling lama gue nyandang predikat jomblo, *ah elah kayak gitu aja bangga.
Ya jelas lah gue bangga, lo tau kenapa gue betah jomblo lama-lama, karena gue merasa gue udah dewasa, tapi mungkin secara umur emang udah dewasa sih, enggak tau deh pola pikirnya, *oke fokus.
Dulu mungkin ketika jaman nya masih SMA, masih alay dan labil gitu, gue yakin pasti semua sama kayak gue, enggak betah yang namanya jomblo lama-lama, jaman gue SMA dulu ya, yg udah tiga tahun lalu itu, kalo enggak punya pacar tuh di sangka enggak gaul, dan enggak laku gitu, hampir remaja se umuran gue pasti semua nya punya pacar, mau itu yg cewek, setengah cewek, yg cowok atau yang setengah cowok sekalipun, *maksud lo apa setengah cewek dan setengah cowok lin, ah tauk gellap/////
Itu udah kayak semacam lingkaran setan menurut gue, gimana enggak, tiap habis putus dari satu orang, lo harus cepet2 nyari orang lain buat jadi pacar lo, alasannya sederhana biar lo bisa move on dari mantan lo, dan yg terjadi malah apa, bukannya move on, yang ada malah ngekhiantin pacar yg sekarang karena masih nyimpen perasaan ke mantan, itu gue alamin sendiri, dan itu terjadi karena proses move on yg hanya dalam hitungan hari atau minggu.
Nah, sekarang ketika gue udah berumur dua puluh tahun yg aka berakhir pada hari terakhir bulan oktober, hari hallowen guys, horor banget ya hari kelahiran gue,
Gue jadi bisa berpikir dengan otak gue sendiri,*ya iyalah masak otak sapi. bahwa kalau kita ingin benar2 move on dari mantan kita harus butuh proses yg enggak sebentar, proses yg lumayan lama itu emang menyiksa banget guys, tapi itu hanya terjadi kalo lo enggak bisa mengambil hikmah dari semua itu, nanti lo akan lebih siap mencintai orang baru dalam hidup lo, tanpa ada banyangan dari mantan...
Dan, sebelas tahun nge-jomblo, adalah fase dimana gue menjadi diri gue yg baru, bergaul dengan orang baru, aktivitas baru, dan nyobain hal2 baru yg sebelumya belum pernah gua lakuin, kebahagian itu berasal dari diri lo sendiri, kalo lo bisa ngelihat hal positif dari hal yg di anggap kebenyakan orang negatif, lo bisa dengan mudah menemukan kenikmatan hidup dari sisi lain, menemukan hal baru yang belum pernah lo temukan...
Sekali lagi terimakasih karena malam itu, kau telah benar2 meninggalkan ku, berkat mu, aku tidak perl terjebak dengan cemburu, gelisah, gundah, galau, gulana, gulali, atau apalah itu, berkat mu aku tidak perlu juga terjebak dalam hal yg kubenci "LDR", berkat mu, aku memperoleh kebebasan ku sendiri tanpa terikat aturan, menjalani hal baru, menjadi aku yang baru, aku yang mendapat hal2 baru setelah kepergian mu, aku yang tanpa takut melangkah pergi ketempat yg aku kehendaki, tanpa harus terjebak di dalam kamar kos da setia memandangi handphone, bisa ku bilang, kepergian mu adalah hal terindah yg menimpa ku, tapi, kau tetaplah seorang yg pernah membuat ku bahagia, dan berkat mu pula, Blog ini tercipta, tulisan ini tercipta, atau tulisan2 lain yg sudah menghiasi pos list ku, Terimakasih, Terimakasih ku ucapkan untuk mu "F".
Jumat, 18 Juli 2014
Percakapan Seorang Pelayan dengan Tuan nya.
Pelayan: Hamba datang menghadap Tuang ku, sungguh ada apakah gerangan yang membawa Tuan ku memanggil Hamba?
Raja: Ada yang bilang bahwa kau pandai bersyair, apakah kau seorang penyair?
Pelayan: Mohon maaf Tuan ku, hamba hanya lah seorang pelayan biasa, Hamba bukanlah seorang penyair seperti yang Tuan ku kira, dan Hamba juga tidak pandai bersyair seperti yang Tuan ku kira.
Raja: Tapi pelayan, seseorang itu mengatakan kepada ku, bahwa kau puisi yang kau buat sunggulah indah, mungkinkah kau membohongi ku pelayan?
Pelayan: Mohon maaf sekali lagi Tuan ku, Hamba ini memang gemar menulis di sela kesibukan Hamba melayani Tuan ku, tapi Hamba menolak jika Hamba disebut sebagai seorang penyair.
Raja: Apa gerangan yang membuat mu menolak disebut seperti itu pelayan?
Pelayan: Hamba hanya menulis apa yang Hamba rasakan, Hamba tidak tahu apakah yang Hamba tulis itu adalah syair ataukah puisi, Hamba hanya menulis nya sesuai hati Hamba, Tuan ku.
Raja: Kalau boleh aku tahu Pelayan, hal apakah yang kau tulis itu?
Pelayan: Maaf Tuan ku, yang Hamba tulis adalah mengenai laki-laki yang Hamba kasihi.
Raja: Tapi pelayan, harus selalu kau ingat bahwa seorang manusia harus lebih mengasihi pencipta nya dan Ibu nya ketimbang mengasihi lawan jenis nya.
Pelayan: Tentu saja Tuan ku, Hamba selalu ingat akan hal itu, bagi Hamba cinta seorang manusia kepada Tuhan dan Ibu nya tidak bisa dibandingkan atau disejajarkan oleh apapun, kedua cinta itu adalah murni dan tentu kita harus membalas nya dengan kemurniaan juga, Maaf Tuan ku, dan apabila jika ada manusia yang mengatakan kepada manusia lain yang ia cintai bahwa cinta nya itu melebihi apapun di dunia, maka sungguh perkataan itu adalah bohong.
Raja: Mengapa kau bisa mengatakan itu adalah kebohongan pelayan?
Pelayan: Karena setiap manusia tentu membagi perasaan cinta nya, kepada Tuhan nya, Ibu nya, Bapak nya, sahabat nya dan manusia-manusia lain disekitar ia.
Raja: Seperti itukah, jadi kau mau mengatakan bahwa tidak mungkin manusia mencintai lawan jenis nya seratus persen?
Pelayan: Mohon maaf Tuan ku, seperti itulah kiranya pendapat Hamba.
Raja: Ada yang bilang bahwa kau pandai bersyair, apakah kau seorang penyair?
Pelayan: Mohon maaf Tuan ku, hamba hanya lah seorang pelayan biasa, Hamba bukanlah seorang penyair seperti yang Tuan ku kira, dan Hamba juga tidak pandai bersyair seperti yang Tuan ku kira.
Raja: Tapi pelayan, seseorang itu mengatakan kepada ku, bahwa kau puisi yang kau buat sunggulah indah, mungkinkah kau membohongi ku pelayan?
Pelayan: Mohon maaf sekali lagi Tuan ku, Hamba ini memang gemar menulis di sela kesibukan Hamba melayani Tuan ku, tapi Hamba menolak jika Hamba disebut sebagai seorang penyair.
Raja: Apa gerangan yang membuat mu menolak disebut seperti itu pelayan?
Pelayan: Hamba hanya menulis apa yang Hamba rasakan, Hamba tidak tahu apakah yang Hamba tulis itu adalah syair ataukah puisi, Hamba hanya menulis nya sesuai hati Hamba, Tuan ku.
Raja: Kalau boleh aku tahu Pelayan, hal apakah yang kau tulis itu?
Pelayan: Maaf Tuan ku, yang Hamba tulis adalah mengenai laki-laki yang Hamba kasihi.
Raja: Tapi pelayan, harus selalu kau ingat bahwa seorang manusia harus lebih mengasihi pencipta nya dan Ibu nya ketimbang mengasihi lawan jenis nya.
Pelayan: Tentu saja Tuan ku, Hamba selalu ingat akan hal itu, bagi Hamba cinta seorang manusia kepada Tuhan dan Ibu nya tidak bisa dibandingkan atau disejajarkan oleh apapun, kedua cinta itu adalah murni dan tentu kita harus membalas nya dengan kemurniaan juga, Maaf Tuan ku, dan apabila jika ada manusia yang mengatakan kepada manusia lain yang ia cintai bahwa cinta nya itu melebihi apapun di dunia, maka sungguh perkataan itu adalah bohong.
Raja: Mengapa kau bisa mengatakan itu adalah kebohongan pelayan?
Pelayan: Karena setiap manusia tentu membagi perasaan cinta nya, kepada Tuhan nya, Ibu nya, Bapak nya, sahabat nya dan manusia-manusia lain disekitar ia.
Raja: Seperti itukah, jadi kau mau mengatakan bahwa tidak mungkin manusia mencintai lawan jenis nya seratus persen?
Pelayan: Mohon maaf Tuan ku, seperti itulah kiranya pendapat Hamba.
Kamis, 17 Juli 2014
Angan.
Ku ucap nama mu di tiap hembus nafas ku...
Kau yang aku tak tahu kapan kau akan mengerti...
Ku sulam helai demi helai benang ingatan tentang mu..
Kau yang aku tak tau kapan akan melihat ke arah ku kini berdiri...
Bayangmu menguntit menerkam tiap jejak langkah ku..
Angin membawa hawa dimana aku menyimpan memori indah senyum mu...
Bayangmu memeluk ingatan ku erat untuk tidak berpaling...
Angin menghembuskan wangi langkah mu di sore itu...
Angan ku mengembara liar tak bisa ku bendung...
Ilusi tentangmu kini tumbuh subur di relung hati ku...
Angan ku tak henti menyulam khayalan indah bersama mu...
Ilusi yang aku ingin ubah menjadi nyata...
Ku susun kata demi kata...
Menjadi kalimat yang bercerita tentang indah nya diri mu...
Bosan rasa nya aku selalu menyimpan rasa itu...
Ingin aku buang saja jauh kedalam jurang..
Sakit jika aku saja yang merasakan...
Hilang lah dari hidup ku, dari hati ku, dari ingatan ku, dari dunia ku...
Angan ku semakin jauh dari ku...
Bukankah seekor burung tak akan pernah bisa terbang bebas hanya dengan satu sayap.
Kau yang aku tak tahu kapan kau akan mengerti...
Ku sulam helai demi helai benang ingatan tentang mu..
Kau yang aku tak tau kapan akan melihat ke arah ku kini berdiri...
Bayangmu menguntit menerkam tiap jejak langkah ku..
Angin membawa hawa dimana aku menyimpan memori indah senyum mu...
Bayangmu memeluk ingatan ku erat untuk tidak berpaling...
Angin menghembuskan wangi langkah mu di sore itu...
Angan ku mengembara liar tak bisa ku bendung...
Ilusi tentangmu kini tumbuh subur di relung hati ku...
Angan ku tak henti menyulam khayalan indah bersama mu...
Ilusi yang aku ingin ubah menjadi nyata...
Ku susun kata demi kata...
Menjadi kalimat yang bercerita tentang indah nya diri mu...
Bosan rasa nya aku selalu menyimpan rasa itu...
Ingin aku buang saja jauh kedalam jurang..
Sakit jika aku saja yang merasakan...
Hilang lah dari hidup ku, dari hati ku, dari ingatan ku, dari dunia ku...
Angan ku semakin jauh dari ku...
Bukankah seekor burung tak akan pernah bisa terbang bebas hanya dengan satu sayap.
Selasa, 15 Juli 2014
--First--
--First--
Seperti apapun kisahnya,
bagiku cinta pertama tetaplah indah, tidak akan pernah ada habisnya untuk
dikenang, walau itu berakhir dengan suka ataupun duka, dengan senyum ataupun
air mata, cinta pertama tetaplah yang pertama, karena sebelumnya tidak ada
orang lain selain ia.
Ketika di masa putih abu-abu….
“Bosan
aku dengan penat, dan enyah saja kau pekat, seperti berjelaga jika ku sendiri,”
bait terakhir dari musikalisasi puisi yang dibawakan Dian Sastro dalam film
nya, “Tentang Seseorang dalam film Ada Apa Dengan Cinta,” tutup Rere saat
selesai membawakan puisi yang terkenal lewat film Ada Apa Dengan Cinta.
Suara tepuk tangan yang tidak
terlalu riuh memecah keheningan malam di Sekolah Rere, malam ini adalah malam
awal tahun ajaran baru di SMA tempat Rere bersekolah. Pada malam setelah Masa
Orientasi Sekolah berakhir, biasanya pihak Osis mengadakan camping satu malam
di lingkungan sekolah untuk mengenalkan ekstra kurikuler yang ingin diikuti
oleh setiap siswa baru, kegiatan ini wajib diikuti oleh semua siswa baru di
sekolah, untuk lebih memahami mana ekstra kurikuler yang akan mereka ikuti, kecuali
ekstra kurikuler Pramuka, karena ekstra tersebut wajib diikuti oleh semua siswa
baru dan bukan ekstra kurikuler pilihan melainkan ekstra kurikuler utama.
“Keren banget Re, gila ya, gua baru
tau lho kalau lo gapai banget ngebawain puisi,” puji Felli yang tidak lain
adalah sahabat Rere.
“Yaelah, biasa aja kali Fell, gitu doang
mah gua juga bisa,” sahut Alka, Alka adalah satu-satu nya orang yang selalu tidak
suka dengan apa yang dilakukan oleh Rere, termasuk malam ini.
“Apain sih lo Al, siapa juga gitu
yang nyuruh lo ikutan ngomong,” bentak Felli.
“Iya udahlah Fell, enggak ada
untung nya juga gitu ngurusin si
Alka yang abstrak itu cuekin aja lah,” sahut Rere.
Reira Anggika Hastari, siswa kelas
dua atau yang sekarang disebut dengan kelas sebelas di salah satu SMA Negeri di
Kota Tangerang, ia adalah seorang perempuan yang seperti kebanyakan perempuan
lain seusia nya, Rere begitu teman-teman nya memanggil, ia memiliki rambut
panjang lurus, mata nya tajam berbentuk oval, alis mata nya hitam namun tidak
terlalu tebal, ia memiliki warna kulit kuning langsat, Rere adalah salah satu
anggota ektra kurikuler Palang Merah Remaja di sekolah nya, ia sudah mengikuti
ekskul PMR sejak ia masih di SMP. Rere, begitu menikmati jika ia harus berjaga
di barisan paling belakang ketika upacara bendera hari senin berlangsung, ia
bangga ketika memakai seragam Osis nya karena tertempel badge lambang PMR yang
berlatar warna kuning di lengan kiri seragam Osis nya, dan merawat
teman-temannya di UKS, PMR tingkat SMA
adalah PMR tingkatan Wira, di badge nya berwarna latar kuning, jika di masih di
tingkat SMP maka tingkatan nya adalah PMR Madya, badge nya berwarna latar biru
tua atau navy.
Rere selain memiliki sahabat dekat
bernama Felli, ia juga memiliki seorang yang bisa dibilang adalah haters nya,
laki-laki itu bernama Reo Alka Zakaria, Rere dan teman-teman nya yang lain biasa
mamanggil nya Alka, adalah seorang atlet lari sekolah dan juga anggota ekskul
Paskibra Sekolah, Alka memiliki tinggi 176 cm, berbadan kurus ,kulit sawo
matang, rambut plontos, mata lebar, dan
alis matanya hitam tebal. Alka adalah idola baru dikalangan siswi baru, saat
menjadi panitia MOS, Alka lah yang paling banyak mendapatkan greetings massage
tiap harinya.
Senin, hari pertama di kelas
sebelas IPS 1…
“Re, ikut gua ke lapangan, penting
Re penting,” bujuk Felli.
“Apaan sih Fell, apanya yang
penting?” Tanya Rere dengan wajah kebingungan.
“Si Alka, katanya mau pingsan Re,
ayo buruan ikut gua,” Felli menarik tangan Rere.
Rere melapaskan tangan Felli
“Kenapa harus gua sih Fell, kan ada Haris, dia juga anak PMR kan, lagian lo tau
kan kalau gua sama Alka tu enggak pernah akur, males ah gua Fell”.
“Eh Reira Anggika Hastari, sejak
kapan anak PMR pandang bulu nolongin orang?”, Felli langsung menarik Rere ke
ruang UKS.
Ruang UKS sekolah…
Rere masuk kedalam ruangan yang
luas nya tidak ada setengah dari ruang kelas nya, ada satu tempat tidur
berukuran kecil, dispenser, kotak P3K, dan sebuah kursi dan meja kayu tempat
menaruh dispenser.
“Lo kenapa Al?” Tanya Rere jutek.
“Kepala gua pusing Re, belum
sarapan tadi pagi” jawab Alka dengan nada bicara lemah.
Rere memukul pundak Alka yang
tengah berbaring di tempat tidur ruang UKS, “Ya lo juga gila, udah tau kalau
hari senin tu selain ada upacara juga ada jadwal olahraga masih aja enggak
sarapan, jangan-jangan lo belum baca jadwal mata pelajaran kita ya Al.”
“Bisa enggak sih enggak pake mukul
Re, gua lagi sakit bukan nya di tolongin malah lo pukulin, lo tuh anak PMR
model apa sih, iya gua udah baca lah, kalau enggak gua baca enggak mungkin tadi
gua ikut olahraga pae seragan olahraga,” Alka membela diri.
Rere menghidupkan dispenser yang
ada di ruang UKS, mengisi gelas dengan separuh air hangat yang di hangatkan
lewat disepenser, “Nih minum dulu air putih nya, gua ke kantin sebentar mesan
makanan buat lo, abisin air putih nya Al, jangan Cuma lo liatin.”
Beberapa menit berselang…
“Re, kenapa ya kita tuh enggak
pernah akur dari dulu, padahal waktu kelas sepuluh kita satu kelas, terus
sekarang kelas sebelas kita juga satu kelas, kenapa ya kita enggak pernah
akur?” Alka bertanya sambil sibuk mengunyah.
“Jangan Tanya sama gua Al, Tanya
sama diri lo sendiri, kenapa dari dulu sampai sekarang lo selalu enggak suka
sama hal yang gua lakuin,” jawab Rere “Nih makan sendiri, yang sakit kan kepala
lo bukan tangan lo, jadi lo masih bisa kan makan sendiri,” Rere menyerahkan
semangkuk bubur ayam kepada Alka.
Alka tidak berbicara lagi, ia
terdiam sejenak seperti memikirkan sesuatu lalu melanjutkan mengunyah sarapan
nya.
Selasa, 06.35…
Rere berjalan sendiri memasuki
gerbang sekolah nya, ia sedang asyik mendengarkan lagu favorit di handphone nya
menggunakan earphone ketika suara Alka datang mengganggu.
“Rere,” teriak Alka sambil
melepaskan earphone yang terpasang di telinga Rere.
“Apa-apaan sih lo, enggak sopan
banget deh, balikin earphone gua Al,” Rere mengambil earphone miliknya dari
tangan Alka.
“Re gua bilangan ya, enggak baik
tau jalan sambil telinga ditutupin sama earphone gitu, lagian ngapain sih lo
setiap pagi pasti selalu dengarin lagu pake earphone gitu sambil jalan pula,”
cerocos Alka.
“Bukan urusan lo, eh Al, gara-gara
pagi-pagi gini gua ketemu lo itu jadi ngerusak mood gua tau enggak,” Rere
mengacungkan jari telunjuk nya didepan mata Alka.
“Kalau gua ngasih ini, mood lo apa
masih rusak?” Alka mengeluarkan sekotak cokelat dari dalam tas nya “Makasih ya
Re, kemaren udah ngerawat gua di ruang UKS, nih sebagai tanda terimakasih dari
gua.”
Rere memegang dahi Alka “Lo enggak
lagi sakit kan Al?, tumben sikap lo manis banget sama gua?”
“Yaelah nih anak, gua baik-baik aja
kali Re, ini cokelat gua beli buat lo karena kemarin lo udah ngebeliin gua
sarapan,” jelas Alka.
Rere tersenyum, “Oh, gua kira
kepala lo masih pusing, makasih ya cokelat ya,” Rere menerima cokelat pemberian
Alka.
Alka berseri-seri mebalas senyuman
Rere, entah apa yang ada di benak Alka, Rere tidak berminat untuk mengetahui
nya.
Hari-hari berikutnya di sekolah
berjalan seperti biasa, tidak ada yang istimewa di bagku kelas sebelas, dan
tidak ada hal yang berubah. Namun ada satu perubahan mencolok yang mungkin
hanya dirasakan oleh Rere, perubahan itu adalah Alka, seratus delapan puluh
derajat sikap Alka kepada Rere berubah yang awalnya Alka selalu mengejek dan
tidak pernah suka dengan apapun yang dilakukan Rere hilang begitu saja,
semester pertama di kelas sebelas sudah hamper selesai, Alka tiap hari nya
berubah menjadi lebih bersikap manis kepada Rere, tak jarang juga Alka menemani
Rere ketika mengikuti kegiatan rutin mingguna ekstra kurikuler nya.
“Cie-cie, yang udah akrab banget
sama Alka,” Felli menggoda Rere yang sedang sibuk membaca buku Akuntansi di
ruang kelas.
“Apaan sih lo Fell, dulu aja waktu
gua masih sering ribut sama dia lo nyuruh-nyuruh gua buat damai sama dia,
sekarang giliran udah damai, eh lo nya malah ngegodain gua terus,” protes Rere.
“Iya-iya Re, gua Cuma senang aja,
telinga gua tuh rasanya nyaman banget karena enggak lagi ngedengerin omelan lo
soal Alka, tapi Re, sikap nya Alka malah jadi manis banget sama lo,
jangan-jangan dia punya perasaan sama lo Re?” ucap Felli dengan wajah ingin
tau.
“Ya enggak lah, enggak mungkin
Fell, gua sama Alka itu Cuma temenan biasa, ya kayak gua sama lo gini,” jawab
Rere sembari menaruh buku akuntansi kedalam tas ransel nya.
“Jangan bilang gitu Re, pamali,
awalnya sih emang temenan, tapi setelah itu, kita semua enggak ada yang tau
kan,” Felli melirik Rere, “Ngomong-ngomong lo jadi ikut camping ke Cipelang kan
Re?”
“Ya jadilah, gua kan panitia dari Osis,
lagian camping nya nanti kan sekalian buat ngelantik anggota ekstra kurikuler
baru,” jelas Rere.
“Bagus deh kalau gitu, gua juga
dapat tugas buat jadi panitia pelantika ekskul Seni,” wajah Felli antusias,
Felli tergabung dalam ekstra kurikuler Seni di sekolah mereka.
Akhir Semester ganjil,,,
Bumi Perkemahan Cipelang, Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango, Sukabumi, Jawa Barat…
Cipelang, berada dalam kawasan
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Sukabumi, tempat ini adalah langgan
sekolah Rere untuk melangsungkan acara pelantikan anggota baru di tiap-tiap
ekstra kurikuler di sekolah. Rere selain bertugas menjadi panitia dari Osis, ia
juga menjadi salah satu yang akan menguji tiap anggota baru ekskul PMR yang
akan dilantik, Rere menjadi panitia dari Osis bersama Alka, hal ini membuat
mereka makin bertambah akrab satu sama lain.
Hari kedua di Cipelang,,,
Rere sedang berada di tenda milik
anggota baru ekskul PMR untuk membantu mereka menyiapkan sarapan ketika Alka
menghampiri nya dengan membawa sebuah gitar.
“Re, dengerin baik-baik lagu yang
mau gua nyanyiin ini ya,” Alka memasang tampang serius, menghela nafas beberapa
detik lalu ia mulai memainkan gitar nya dan menyanyikan sebuah lagu milik Glenn
Fredly,,,
Sedalam
yang pernah kurasa…
Hasrat
ku hanyalah untuk mu…
Terukir
manis…
Dalam
relungan ku…
Jiwa
mu, jiwa ku menyatu…
Biarkanlah
ku rasakan…
Hangat
nya sentuhan kasih mu…
Bawa
daku, penuhi ku…
Berilah
diri ku kasih putih, dihati ku…
Kucurahkan
isi jiwa ku, hanya padamu…
Dalam
air itu…
Ku
bawa selamanya diri ku…
--Kasih Putih.
Rere tersenyum
“Nice song, in nice place, gua baru tau kalau lo gapai banget ngegitar,”
Alka
membalas senyuman Rere “Makasih Re, tapi ada hal lain yang pengen gua sampein,
lagu tadi cuma prolog nya aja,” Alka menghela nafas panjang “Rere dengerin
baik-baik apa yang mau gua omongin, lo jangan bilang apa-apa sebelum gua
selesai ngomong,” Alka menghela nafas nya sekali lagi “Re, gua sayang sama lo,
lo tau Re alasan kenapa gua selalu cari gara-gara sama lo, itu karena
semata-mata gua pengen dapetin perhatian dari lo, habisnya lo jutek banget sih
Re, lo tu enggak sih Re, baru kali ini lho gua ngungkapin perasaan gua langsung
ke cewek, ya mumpung lagi di Cipelang, kan jarang-jarang juga ya Re kita ke
tempat yang asyik kayak gini,” Alka terdiam sejenak “Kok lo diem aja sih Re”
lanjut nya.
“Gimana
sih, tadi lo sendiri yang nyuruh gua jangan ngomong apa-apa sebelum lo selesai
ngomong,” ucap Rere “Jadi, lo udah selesai ngomong apa belum?”
Alka
menggaruk-garuk kepala plontos nya “Belum, maih ada yang pengen gua omongin,”
Alka menghela nafas lagi “Reira, apa yang gua omongin tadi itu murni dari hati
gua, gua sayang Re sama lo, emang sih gua udah sering suka sama cewek lain,
tapi kalau sama lo, itu bukan perasaan suka Re, tapi perasaan sayang,”
“Alasan
nya apa lo bisa sayang sama gua? Dan kenapa harus gua?” Tanya Rere.
Alka
memasang tampang serius “Re, apa untuk sayang sama seseorang kita harus punya
alasan? Enggak Re, kalau ada alasannya itu namanya kagum, bukan sayang, dan
kenapa lo, gua juga enggak pernah tau kenapa lo, cinta itu enggak pernah bisa
memilih di tempat mana ia akan tumbuh, would you be my girlfriend Reira?”
Rere
terdiam, memandangi Alka yang masih memegangi gitar miliknya “I don’t know Al,
kasih gua waktu buat ngejawab pertanyaan lo, bisa?”
Alka
mengangguk “Ya udah Re, gua balik ke tenda dulu, tapi jangan lama-lama ya Re
ngejawab ya.”
Siang
hari nya saat pendakian ke Curug Cibeureum…
Rere
berjalan bersama Alka, dibelakang Felli
dan Haris teman sekelas nya yang juga anggota ekskul PMR.
Alka
berjalan disamping Rere sambil mendendangkan lagu milik Glenn Fredly yang tadi
ia nyanyikan untuk Rere. Rere hanya terdiam sambil terus mendengarkan Alka yang
selalu mengulang lagu yang sama.
“Al
ganti lagu dong, dari camp ground sampai sini lagu itu terus yang lo nyanyiin,”
Rere menghentikan langkah nya.
Alka
tersenyum “Gua enggak akan berhenti nyanyi lagu itu sebelum lo jawab pertanyaan
gua,”
Rere
melanjutkan langkah nya sambil berpikir, sebenarnya sedikit demi sedikit Rere
juga sudah mulai merasa nyaman sekali dengan kehadiran Alka, sifat Alka yang
humoris dan ceplas ceplos membuat hari-hari Rere menjadi lebih berwarna, Rere
juga begitu menikmati kehadiran Alka disaat ia sedang ada kegiatan rutin ekskul
yang ia ikuti, Rere tidak tau pasti apakah rasa itu yang disebut dengan sayang,
yang jelas ia hanya merasa nyaman jika didekat Alka, tertawa sampai puas
bersama Alka, dan berdebat mengenai kenapa Alka begitu menyukai karakter kartun
looney tunes Bugs Bunny yang membuat Rere selalu tidak bisa menyembunyikan
senyum nya jika ia mengingat hal itu.
“Oke,
gua jawab sekarang pertanyaan lo,” Rere menghentikan lagkah nya lagi.
Alka
memasang wajah antusias,,,,
“Al,
gua belum nemu alasan yang bisa ngebuat gua bilang ke lo bahwa gua juga sayang
sama lo, tapi satu yang pasti gua selalu ngerasa nyaman kalau ada lo disekitar
gua, dan kita jalani aja dulu, sesuai permintaan lo,” jawab Rere.
“Makasih
Re, gua bakalan berusaha enggak akan bikin lo kecewa dan nyakitin hati lo, gu
bakalan berusaha untuk itu Re,” ucap Alka.
Malam
terakhir di camp ground Cipelang di tutup dengan musikalisasi puisi yang sangat
indah dari para anggota baru ekstra kurikuler Seni. Semester ganjil dikelas
sebelas ditutup Rere dengan menerima cinta Alka, hari-hari berikutnya berjalan
dengan sangat cepat. Rere dan Alka tidak pernah bersama di saat jam sekolah,
walau mereka satu kelas tapi mereka selalu bisa menjaga jarak ketika di jam
sekolah, waktu yang mereka habiskan bersama adalah di saat jam pulang sekolah
atau saat ada kegiatan ekstra kurikuler. Alka menyayangi Rere dengan begitu sempurna,
Alka rela menunggu Rere sampai jadwal latihan PMR nya selesai hanya untuk
mengantar Rere pulang, tidak pernah sedikit pun Alka meminta imbalan atas apa
yang ia lakukan untuk Rere, tak pernah sehari pun Alka lewatkan tanpa memberi Rere
origami bangau yang ia buat ketika jam istirahat. Rere begitu amat menyayangi
Alka, buat Rere Alka adalah cinta pertama nya yang begitu indah, tidak pernah
sedikitpun terlintas dalam benak Rere untuk mengakhiri hubungan nya dengan Alka
apapun yang terjadi, walau tak jarang mereka terlibat pertengkaran yang membuat
Rere lelah, namun itu semua tertutupi dengan sikap manis Alka yang menyenangkan,
Alka adalah udara pagi yang murni, menyejukkan dengan semua embun yang
membasahi ranting-ranting bambu di tepi sungai, begitu amat indah. Alka adalah
hujan di akhir musim kemarau yang sangat dirindukan, Alka adalah semua yang
dibutuhkan Rere selain orangtua, kakak, dan sahabatnya. Bersama Alka, tidak
pernah terlintas di benak Rere hal apakah yang akan membuat nya berpisah dengan
Alka, sampai pada empat bulan setelah satu tahun hubungan mereka.
Alka,
Rere First Anniversary…
Rere
dan Alka berada di sebuah restoran cepat saji di salah satu plaza di daerah
Tangerang. Hari ini adalah anniversary pertaa bagi mereka. Alka memberikan Rere
sebuah kado yang sangat diinginkan Rere, sebuah buku catatan dengan cover Harry
Potter dan sebuah miniature kecil Daniel Radclief yang berperan sebagai Harry
Potter membawa sebuah tongkat sihir, dari bentuk nya Rere bisa mengetahui miniature
Harry Pooter itu adalah salah satu adegan di film ke empat yang berjudul Harry
Potter and The Goblet of Fire, dimana Harry mengikuti the Triwizard Tournament yang diadakan di sekolah
sihir Hogwarts, miniature itu merupakan adegan dimana Harry melawan naga
Hungaria di tantangan pertama. Rere sangat amat menyukai semua film yang
diangkat dari novel karya J.K Rowling itu, beberapa novel nya sudah Rere baca
yaitu novel di tahun pertama, ketiga dan keenam Harry bersekolah di Hogwarts,
bagaimana mungkin J.K Rowling bisa menciptakan berbagai macam karakter hebat di
novel karya nya, mantra-mantra hebat seperti Expecto Patronum atau Sectumsempra
yang dipakai Harry ketika menghadapi Draco di buku ke enam, atau memunculkan
nama-nama hebat seperti pendiri asrama Gryfindor, Godric Gryfindor, bahkan
memunculkan bahasa Parseltounge, bahasa yang digunakan untuk berbicara dengan
ular, itu Harry lakukan saat tahun kedua nya bersekolah, semua itu seolah-olah
nyata jika kau hanyut dalam novel nya, brilliant begitulah kira nya gambaran
untuk J.K Rowling.
Sementara
itu Rere menghadiahi Alka sebuah Mug ukuran besar yang berbentuk kepala Bugs
Bunny, si kelinci dalam kartun looney tunes yang ssedang memperlihatkan kedua
gigi nya yang besar. Entah mengapa seorang laki-laki seperti Alka bisa begitu menyukai
karakter Bugs yang usil di kartun looney tunes, Alka bilang, Bugs itu
menyenangkan walau dia usil, Bugs adalah kelinci yang pantang menyerah dan tak
pernah putus asa, begitu mengapa ia menyukai si kelinci jail itu.
Begitulah
mereka melewatkan hari jadi hubungan mereka, dengan saling bertukar kado satu
sama lain. Sampai di kejadian yang membuat Rere berpikir untuk melepaskan Alka,
empat bulan kemudian, yaitu di bulan Maret, adalah hari yang tak pernah Rere
lupakan selama ia hidup, malam itu ada sebuah berita yang sangat amat buruk,
malam itu kakak Rere yang sedang berkuliah di salah satu Universitas Negeri di
Jakarta mengalami kecelakaan motor, dan nyawa tidak bisa tertolong, pagi dini
harinya orangtua Rere memutuskan untuk memakamkan jenazah kakanya di daerah
asal orang tua Rere. Rere memberitahu Alka perihal itu, tengah malam nya
sebelum keberangkatan Rere dan orang tua nya, Alka menyempatkan diri untuk
datang ke Rumah Sakit Umum Tangerang, menemani Rere yang hanya terdiam saat
melihat tubuh kaku kakak nya di dalam peti mati.
Tujuh
hari setelah kepergian kakanya, orangtua Rere memutuskan untuk pindah ke
Semarang setelah Rere selesai mengikuti Ujian Nasional, agar bisa lebih dekat
dengan makam kakak Rere, Rere hanya bisa pasrah dan mengikuti semua rencana
orangtua nya, karena ia pun juga tidak ingin terlalu jauh dengan kakak nya. Rere
harus mengubur dalam-dalam keinginanannya untuk melanjutkan kuliah di salah
satu Universitas Negeri favofitnya, memutuskan untuk mengakhiri hubungannya
dengan Alka yang sudah hampir berjalan selama satu setengah tahun, ia tidak tau
harus bagaimana mengatakannya kepada Alka.
Hari
pertama Rere masuk sekolah setelah tujuh hari ia Absen, ia berniat untuk
membicarakan hal tersebut dengan Alka, ia sudah siap dengan semua resiko yang
akan ia hadapi.
“Hi,,
my Bugs,” sapa Rere menghampiri Alka yang sedang duduk di depan ruang kelas
mereka “Do you miss me?”
Alka
tertawa “Of course, I miss you so bad you know, seven days without you is not
easy for me honey,”
Bagaimana
mungkin Rere akan memberitahu Alka jika ia ingin mengakhiri hubungannya dengan
Alka, melihat senyum Alka saja Rere sudah tidak tahan jika harus menyakiti Alka,
“Oh my god, I’m really, really love him, I cannot tell him,” batin Rere di
dalam hati.
Rere
menghela nafasnya panjang, membuat Alka memasang wajah khawatir yang terkesan
curiga “Al, ada hal penting yang harus gua omongin sama lo,” Rere mulai
menjelaskan perihal ia yang akan segera pidah ke Semarang setelah Ujian
Nasional selesai dan tentang ia yang ingin mengakhiri hubungannya dengan Alka,
Alka tidak berkata apapun saat Rere menjelaskan alasannya mengapa ia
menginginkan putus.
“Kita
kan tetap bisa ngejalanin hubungan jarak jauh Re, enggak perlu putus begitu aja
kan,” tanggap Alka.
“Tapi
Al, Long Distance Relationship itu hanya menunda waktu, banyak orang yang
ngejalanin LDR yang akhirnya putus dengan cara yang lebih menyakitkan,” Rere
mencoba menyakinkan Alka.
Alka
menatap mata Rere dan menggenggam tanga Rere erat sekali “Dengerin gua
baik-baik ya Re, enggak akan hal yang
bisa bikin kita putus kecuali karena emang salah satu diantara kita udah enggak
punya perasaan sayang lagi, ingat itu Re,” Alka melepaskan genggaman tangannya
dan pergi meninggalkan Rere.
Rere
menutup wajah nya dengan kedua telapak tangannya “Al, gua juga enggak pernah
mau mengakhiri hubugan kita, gua terlalu sayang sama lo, tapi gua juga enggak
bisa ngejalani LDR itu enggak akan berhasil Alka,”
Hari-hari
berikutnya tepat satu bulan sebelum Ujian Nasional tingkat SMA berlangsung,
hubungan Rere dan Alka mejadi semakin tak tau arah, semua pesan yang Rere
kirimkan untuk Alka tidak satupun dibalas Alka, di sekolah pun mereka tak
pernah lagi saling bertegur sapa, Rere pernah menghampiri Alka yang sedang
duduk termenung di lapangan basket sekolah, namun Alka menjauh dan pergi, Alka
sepertinya masih belum bisa menerima apa yang menjadi keputusan Rere, hal itu
membuat Felli menjadi curiga.
“Re,
lo putus ya sama Alka?” Felli bertanya kepada Rere saat jam istirahat sekolah.
Rere
menggeleng “Enggak tau deh Fell, Alka tiba-tiba ngejauh dari gua,”
Felli
bertanya lagi “Lo udah bilang sama Alka soal rencana lo pindah ke Semarang dan
lo yang pengen putus sama dia?”
Rere
hanya mengangguk,,,
“Re,
Alka tu terlalu sayang sama lo, dia enggak rela jika harus ngeakhirin hubungan
yang udah dia jalani selama satu setengah tahun, satu setengah tahun itu bukan
waktu yang singkat Reira, lo harus nya ngertiin alasan nya dia.”
“Iya
tapi gua harus gimana Fell, LDR itu hanya menunda waktu lo untuk mengakhiri
sebuah hubungan, dan gua pengen kalau gua sampai putus sama Alka, itu dengan
cara baik-baik, dan lo juga tau kan gimana gua sayang sama Alka.”
“Lo
terlalu takut dengan bayangan lo sendiri Re, lo bahkan udah mengira-ngira hal
yang belum tentu akan terjadi, ya tapi semua keputusan lo, gua harap itu adalah
keputusan terbaik buat lo dan juga Alka, jangankan Alka yang sayang banget sama
lo, gua aja enggak rela kalau lo harus pindah ke Semarang,” ucap Felli.
Mungkin
benar apa yang dikatakan Felli, Rere terlalu takut dengan bayangan nya sendiri,
ia terlalu takut akan hal-hal yang bahkan belum tentu akan terjadi.
Hari
demi hari Rere merasa makin jauh dengan Alka, tidak ada perubahan dalam sikap
Alka, ia makin terkesan begitu dingin, berbeda jauh dengan Alka yang selama ini
ia kenal, Rere merindukan Alka, sangat amat merindukan sifat humoris Alka dan
semua perlakuan manis Alka, tapi satu hal yang tidak pernah berubah, Alka masih
tetap memberikan Rere origami bangau yang ditaruh nya di meja Rere.
Hari
terakhir Ujian Nasional…
Rere
tidak langsung pulang setelah ujian nya berakhir, ia memutuskan untuk tetp
berada di sekolah sampai sore hari, Rere duduk sendiri di bangku dekat lapangan
basket sekolah nya, memandangi lapangan basket yang perlahan mulai sepi,,,
“Re,”
suara seseorang mengagetkan Rere, Rere menoleh ke tempat suara tersebut
berasal,
“Al,
belum pulang?” Rere langsung berdiri dari tempat ia duduk.
Alka
duduk disamping Rere menarik tangan Rere dan menyuruhnya untuk duduk lagi “Jadi
pindah ke Semarang kapan Re?” Alka memulai pembicaraan.
“Besok
sore Al,”
“Maafin
gua Re karena terlalu egois, maaf karena beberapa hari kemarin gua bersikap
cuek, andai hari-hari kemarin bisa ke ulang lagi Re, gua bakal bikin kenangan
yang paling indah buat lo, maafin gua ya Re.”
Rere
memandang wajah Alka dengan mata berkaca-kaca “Al, satu setengah tahun itu
berarti banget buat gua, Al gua pengen putus bukan karena gua enggak sayang sama lo,
justru karena satu setengah tahun itu terlalu berarti maka nya gua pengen kita putus bukan
dengan cara yang menyakitkan, akan lebih baik jika kita putus disaat kita masih
saling sayang, itu enggak akan ngebuat kita jadi saling benci,”
Alka
membelai rambut Rere yang terurai “Re, lo adalah orang yang paling susah buat
ngubah pendirian lo, dan sekarang apapun keputusan lo gua bakal terima, tapi
dengan satu syarat,”
“Apa
syarat nya Al?”
“Jangan
pernah ganti nomor handphone lo, oke?”
“Cuma
itu?”
Alka
mengangguk “You always be my first, you know that,”
Empat
tahun sudah berlalu…
Rere berada disebuah kedai kopi di
salah satu mall di Semarang, lagu Kasih Putih milik Glenn Fredly
mengingatkannya akan Alka yang mengungkapkan perasaan nya di tempat yang begitu
indah di Cipelang, Rere tersenyum kecil mengingat kisah nya bersama Alka,
bersama cinta pertama nya, “Andai aku di beri kesempatan untuk bertemu mu lagi
Al, aku akan meminta maaf karena telah mengingkari janji ku”, batin Rere “Bagaimana
keadaan mu sekarang, empat tahun berlalu, bahkan belum ada lagi kisah cinta ku
yang sebaik saat bersama mu,” Kau tau seperti
apapun kisahnya, bagiku cinta pertama tetaplah indah, tidak akan pernah ada
habisnya untuk dikenang, walau itu berakhir dengan suka ataupun duka, dengan
senyum ataupun air mata, cinta pertama tetaplah yang pertama, karena sebelumnya
tidak ada orang lain selain ia.
Based
on my true story…
--The
End--
Jumat, 11 Juli 2014
Secangkir Arabica Untuk Naura
-Secangkir Arabica Untuk Naura-
“Dinno, dimana kau sekarang bisakah
kah kau menjemputku, aku tidak bisa mengemudi dengan keadaan seperti ini” suara
Naura ditelepon,
“Kau mabuk lagi?”, tanya Dinno…
“Sudahlah, jangan banyak tanya,
perutku mual sekali, cepat jemput aku ditempat biasa, cepat jemput aku Dinno”,
teriak Naura dari telepon..
“Kau ini, menyusahkan sekali Naura,
harusnya kau tidak usah minum jika kau mengemudi, tunggu sebentar, diam ditempatmu
jangan berulah” Dinno menutup telepon dari Naura…
Naura,
adalah seorang wanita berusia dua puluh lima puluh tahun, enam bulan lalu ia
mengalami kejadian yang membuatnya berada dalam titik terendah di kehidupannya,
bagaimana tidak Ayah nya yang selama ini ia kagumi dan ia hormati, memiliki
wanita simpanan yang usianya sama seperti usia Naura saat ini, dan yang paling
parah Ayahnya itu lebih memilih hidup bersama wanita barunya itu, meninggalkan
Naura dan Ibunya. Ibunya tidak tahan melihat sikap Ayahnya yang begitu
menjijikkan itu, Ibu Naura deperesi berat sehingga memutuskan untuk mengakhiri
hidupnya dengan cara meminum cairan pembersih lantai, Naura sudah kepalang
benci dengan Ayahnya, Naura benci karena Ayahnya menjadi sebab mengapa Ibunya
memilih bunuh diri, dalam hati Naura, ia sudah enggan memanggil laki-laki itu
dengan panggilan Ayah, tidak ada Ayah yang memilih meninggalkan anaknya demi
wanita lain yang seumuran degan anaknya sendiri, kini Naura hidup bersama Kakek
dari Ibunya, ia dirawat oleh Kakeknya yang seorang pensiunan jendral, Naura
enam bulan lalu, bukanlah Naura yang seperti sekarang ini, Naura sekarang
menjadi sering pergi ke klub malam untuk sekedar minum sampai mabuk jika ia sedang dilanda stress, dulu ia adalah
wanita yang anti dengan gemerlap dunia malam, kini Naura menjadi akrab dengan gemerlap
dunia malam itu, hanya saja Naura tidak datang ketempat seperti itu untuk dugem
dan bersenang-senang dengan laki-laki, ia datang hanya untuk sekedar duduk dan
memesan minuman, ia selalu menolak ajakan laki-laki atau om-om yang
menggodanya, bahkan Naura pernah memukul kepala seorang pria seumuran dengan
Ayahnya menggunakan gelas minumannya, Naura tentu punya alasan untuk itu, pria
itu tidak hentinya menggoda Naura, mengajak naura ke hotel, dan banyak lagi,
Dinno harus berurusan dengan pihak keamanan klub demi Naura, bahkan kakek Naura
sampai harus mengeluarkan uang yang lumayan besar nominalnya untuk membayar
ganti rugi biaya rumah sakit si pria itu tadi, kakek Naura sudah tidak tau
harus bagaimana lagi menghadapi cucu perempuannya itu, kakeknya kini hanya
membiarkan Naura, membiarkan Naura sampai ia sendiri sadar bahwa perbuatannya
itu salah, bahwa tidak seharusnya ia mencari pelampiasan dengan cara seperti
itu. Naura Intan Maheswari, adalah wanita cantik yang tidak senang berdandan,
ia memiliki rambut hitam pendek model pixie, ia juga memiliki tato bertuliskan
namanya Naura I. Maheswari dilengan kirinya.
Dinno
berlari keluar dari kafe miliknya, menghetikan sebuah taksi yang lewat didepan
kafe,,,,
Dinno, adalah teman Naura sejak
SMP, mereka berdua sangat akrab seperti layaknya kakak dan adik, jika mereka
sedang hang out berdua tak jarang malah ada saja mengira mereka adalah sepasang
kekasih. Ayah Dinno adalah Dosen disalah satu Universitas Islam Swasta
dikotanya, Ibunya memiliki usaha toko roti buatan sendiri, namun sekarang Dinno
sudah tidak memiliki Ayah, Ayah Dinno meninggal tiga tahun lalu karena serangan
jantung, kini ia hanya hidup dengan Ibu dan seorang adik laki-lakinya. Dinno
memiliki sebuah kafe yang pelanggannya sudah lumayan banyak, ia mendirikan kafe
itu dengan modal yang diberikan Ayahnya saat Ayahnya masih hidup, Dinno
menjalankan kafe miliknya sendiri sudah sejak ketika ia masih berstatus sebagai
mahasiswa. Dinno adalah laki-laki yang lumayan tampan, Dinno memiliki bola mata
besar, alis hitam tebal, hidung mancung, rambut berpotongan spikey yang rapi, dan
terlebih ia adalah laki-laki yang tau segala sesuatu tentang Naura.
Dinno sampai di klub yang sering
didatangi Naura, menghampiri Naura yang sedang duduk di meja bar,
menggoyang-goyangkan gelas yang sedang ia pegangi dengan tangan kanan nya.
“Sudah cukup kau minum,” Dinno
mengambil gelas Naura,
“Kenapa lama sekali kepala ku
sangat pusing kenapa kau baru datang?” Naura memandangi Dinno yang sedang duduk
di samping nya,
“Kenapa lagi kau, habis berapa
gelas kali ini, kau masih memikirkan ayah mu?” Dinno mengguncang-guncangkan
pundak Naura dengan kedua tangannya,
“Tidak, untuk apa aku memikirkan si
brengsek itu, aku baru saja di sumpah serapahi oleh seorang laki-laki, lagi”
Naura menyinggkirkan tangan Dinno dari pundaknya,
“Sumpah serapah, seperti itukah
kau? Hanya karena disumpahi seorang laki-laki kau berbuat seperti ini, bukankah
kau bilang kau sudah biasa dengan hal seperti itu, bukankah kau bilang kau tak
mau memikirkan hal itu, lalu apa yang kau lakukan sekarang?, lihatlah diri mu
sekarang Naura, kau berantakan” Dinno meneriaki Naura yang menatapnya dengan
tatapan kosong,
“Bisakah kau tidak meniriaki ku
Dinn,” mata Naura berkaca-kaca “Baru kali ini aku melihatmu begitu marah, ini
melebihi saat aku memukul seorang brengsek beberapa bulan lalu” imbuh Naura
yang diikuti dengan tetesan air mata yang segera ia sapu dengan telapak
tangannya,
“Maaf Ra, aku hanya tidak ingin kau
seperti ini terus” Dinno mengusap air mata Naura, “Ayo kita pulang, dimana
kunci mobilmu?” tanya Dinno, Naura mengambil kunci mobilnya didalam tas
memberikannya pada Dinno,
“Dinno, kepala ku begitu sakit” Naura
memegangi kepalanya,
“Sini aku bantu berjalan” Dinno
melingkarkan tangan Naura di pundaknya, berjalan keluar dari ruangan yang
begitu ramai itu.
Perjalanan pulang di dalam mobil
Naura…
Naura tertidur di kursinya,
sesekali ia mengigau tidak jelas mungkin karena ia masih dibawah pengaruh
alcohol yang diminum nya tadi. Dinno menyetir dengan tenang sambil sesekali
memandangi wajah Naura yang terlihat begitu lelah, lelah akan kebencian yang ia
pendam dalam hati nya, lelah akan semua sumpah serapah yang ia dapatkan dari
laki-laki yang ditolaknya. Pertanyaan yang selalu muncul di benak Dinno, jika
laki-laki itu memang menyukai Naura, kenapa mereka harus menyumpahi Naura ketika
di tolak, bukankah itu adalah hak Naura mau menerima nya atau tidak.
“Dinn, jangan antar aku pulang
kerumah eyang, beliau bisa marah jika aku pulang dengan keadaan seperti ini”
Naura mengagetkan Dinno yang sedang berkonsentrasi menyetir,
“Aku tau Ra, aku tau itu” Dinno
melirik Naura yang ternyata masih memejamkan matanya. Dalam kondisi seperti itu
biasa nya Naura memang tidak berani pulang kerumah eyang nya, eyang nya bisa
murka dengan Naura, dan jika kondisi Naura seperti itu maka Dinno akan mengajak
Naura ke rumah orang tua nya, membiarkan Naura tidur di kamarnya selama satu
malam, Ibu Dinno pun sudah terbiasa dengan keadaan Naura yang seperti sekarang
ini, Ibu Dinno paham betul dengan keadaan Naura saat ini.
Keesokan harinya, Minggu, 08.00…
Naura membuka matanya, melihat
sekeliling sambil berusaha bangkit dari tempat tidur. “Oh, God… anak gila ini,
kenapa dia mengajak ku pulang kerumah orang tua nya lagi” Naura menggumam,
“Kau sudah bangun tukang mabuk, kau
tidur seperti orang mati tau” Suara Dinno mengejutkan Naura,
“Kau, kenapa kau terus membawa ku
pulang ke rumah orang tua mu ketika aku mabuk” Naura melempar bantal kearah
Dinno yang sedang berdiri disamping tempat tidur,
“Bukankah semalam kau sendiri yang
bilang kalau kau tidak mau pulang kerumah eyang mu?” Dinno mengambil bantal
yang di lempar Naura tadi,
“Tapi jangan bawa aku ke sini, aku
malu dengan Ibu mu Dinno, bagaimana jika Ibu mu tidak mau kau berteman lagi
dengan ku” Naura memukul Dinno
“Kau kan bisa mengantar ku
apartement miliki Almarhumah Ibu ku” tambah Naura,
“Dan meninggalkan mu sendirian di
apartement itu, kau ingat Naura, terakhir kali aku mengantar mu ke apartement
itu, tengah malam kau malah menelpon ku dan meminta ku untuk menemani mu,
karena kau tidak bisa tidur” kata Dinno.
Naura terdiam, ia memang masih belum lupa
dengan kejadian enam bulan lalu itu, dan di apartement di daerah Semarang atas
itulah tempat dimana Ibu nya ditemukan sudah tidak bernyawa, apartement itu
kini ia biarkan kosong, tidak ia sewakan atau menjual nya kepada siapa pun
karena apartement itu hanyalah satu-satunya yang tertinggal dari Ibu nya,
sesekali Naura datang untuk hanya sekedar membersihkan apartement itu, terlalu
lama di apartement Ibu nya hanya akan membuatnya makin benci dengan Ayah
kandung nya sendiri.
“Sudahlah Ra, cepat mandi dan
sarapan Ibu sudah menyiapkan sarapan untuk mu dan juga aku, ganti pakaian mu
kau bau alcohol ” Dinno memberikan t-shirt berwarna putih miliknya dan juga rok
pendek selutut berwarna hijau tosca milik Ibunya.
Naura menerima t-shirt dan rok yang diberikan
oleh Dinno, entah ada berapa t-shitr Dinno yang ia simpan di rumah eyang nya,
Naura selalu memakai t-shirt Dinno jika ia menginap di rumah orang tua Dinno,
dan lucu nya Naura tak pernah mau mengembalikan t-shirt yang sudah di pinjamkan
Dinno untuknya dan Dinno pun tak pernah mau meminta t-shirt itu kembali.
Tiga puluh menit kemudian…
Naura menghampiri Dinno yang sedang
sibuk di dapur milik Ibu nya…
“Kau sedang membuat apa Dinn? Aroma
nya begitu memikat,” tanya Naura,
“Ini Arabica, kau mau biar aku
buatkan” Dinno melirik Naura yang sedang mengeringkan rambut basah nya dengan
handuk kecil, sejenak pandangan Dinno terhenti ia memandangi Naura
“Kau terlihat begitu indah
mengenakan itu Ra, berbeda jauh dengan diri mu yang sekarang, aku seperti
melihat Naura yang dulu, Naura yang penuh dengan kesederhaan dan keceriaan”
kata Dinno dalam hati,
“Dinn,,,, Dinno jangan bengong
seperti itu” Naura memukul Dinno dengan handuk yang ia bawa.
Dinno terkejut dan segera memalingkan wajah
kembali sibuk dengan Arabica yang ia buat tadi,
“Buatkan aku satu juga ya pak Dinn”
Naura melingkarkan tangannya di pundak Dinno,
“Berhentilah berbuat seperti aku
ini adalah suami mu Ra, lepaskan tangan mu dari pundak ku” Dinno setengah
berteriak, Naura buru-buru melepaskan tangan nya dan berjalan menuju meja makan
yang di atas nya sudah tersaji beberapa jenis masakan.
“Ini, minumlah selagi masih hangat,”
Dinno menaruh segelas kopi Arabica hitam di samping tangan kanan Naura, “kenapa
kau terus- menerus menolak laki-laki yang mendekati mu, apa kau tidak mau punya
pacar dan segera menikah?” tanya Dinno,,,
“Kau tau Dinn, mereka semua itu
sama seperti ku, mereka senang mabuk, mereka semua itu,,, mengatakan hal yang
sama pada setiap wanita yang mereka temui, dan aku,,, aku tidak mau menyerahkan
masa depan ku kepada laki-laki seperti itu,” jawab Naura
“Walaupun mereka kaya dan mempunyai
jabatan, setau ku laki-laki yang mendekati mu rata-rata mereka sudah mapan
secara materi” Dinno mengambil gelas yang berisi air putih di depannya…
“Walaupun mereka kaya, aku tidak
butuh semua materi yang mereka punya Dinn, yang Ibu tinggalkan untuk ku sudah
lebih dari cukup untuk ku menghidupi diri ku sendiri”, jelas Naura.
“Lalu, kau mau laki-laki seperti
apa untuk mendampingi mu Ra?” kata Dinno sambil sibuk mengunyah.
“Seperti mu mungkin,” Celetuk
Naura.
Dinno terkejut dengan ucapan Naura
tadi, Dinno tau bahwa Naura hanya asal bicara namun di hati nya Dinno berharap
bahwa kata-kata Naura tadi memang bersal dari hati terdalam nya. Dinno
sebenarnya sudah mulai menyimpan perasaan lebih kepada Naura, perasaan yang
bukan perasaan biasa Dinno menyayangi Naura lebih dari sekedar sahabat Dinno
mencintai Naura dan menyayangi Naura lebih dari yang Naura ketahui. Dinno tidak
tahu persis kapan ia mulai jatuh cinta pada Naura, yang ia tahu perasaan cinta
nya mulai muncul saat Naura kehilangan diri nya yang sebenarnya, disaat Naura
sedang terlelap tidur di mobil atau di kamar nya, disaat itulah perasaan cinta
Dinno semakin bertumbuh tanpa ia bisa mengontrol pertumbuhan perasaannya itu.
Namun Dinno tahu tidak mudah bagi seorang Naura untuk menerima laki-laki untuk
dicintai nya, untuk mencintai nya, dan untuk menemani nya. Naura semakin sulit
percaya kepada laki-laki setelah apa yang Ayah nya lakukan kepada nya dan
kepada Ibunya.
“Apa ada yang salah dengan ucapan
ku barusan Dinn?” tambah Naura.
Dinno menggeleng, “Cepat habiskan
makanan dan kopi mu itu Ra, aku harus segera membuka kafe,” lanjut Dinno.
Naura mengangguk, megikuti perintah
Dinno. Naura mengantarkan Dinno ke kafe terlebih dulu sebelum ia pulang. Dinno
meninggalkan mobil nya di kafe, karena semalam setelah menjemput Naura, Dinno
tak kembali lagi ke kafe nya dan menyuruh pegawai nya menutup kafe.
“Dinn,” teriak Naura dari dala
mobil “Terimakasih karena selalu ada untuk ku disaat sulit ku seperti ini,
beruntung nya aku memiliki sahabat seperti mu” tambah Naura.
Dinno mencubit pipi Naura,
“Pulanglah, hati-hati menyetir”.
“Nanti malam aku akan mampir,
buatkan aku kopi seperti tadi ya” pinta Naura.
Dinno hanya tersenyum sambil
mengewasi Naura yang mulai mengemudi meninggalkan Dinno.
Minggu malam, 19.15…
Naura berjalan memasuki kafe Dinno
yang memiliki interior klasik yang sangat indah. Semua mata memandangi Naura
yang sedang melangkah menuju meja tempat pengunjung memesan pesanan mereka,
bagaimana tidak Naura datang mengenakan dress panjang warna hitam lengan pendek
dengan bagian belakang dress yang terbuka sampai batas pinggang nya, rambut
Naura ia ikat menggunakan tusuk konde berwarna merah hati, Naura juga memakai
lipstick berwarna senada dengan tusuk konde nya. Naura melangkah menghampiri
Dinno yang sedang meracik kopi.
“Good night Erlangga Dinno
Mahadika, aku pesan satu gelas kopi hitam Arabica” Naura berdiri di depan meja
dimana Dinno sedang meracik kopi.
Dinno terkejut “Kapan kau datang?
Mengapa tidak bilang dulu sebelum kau kesini?”
“Sejak kapan pengunjung dikafe mu
harus reservasi terlebih dulu?, cepat buatkan aku kopi seperti tadi pagi” Naura
berjalan menuju kursi kosong disamping jendela meninggalkan Dinno.
Dinno terkejut sekali lagi melihat
pakaian yang Naura kenakan malam ini “Dia, apa dia sudah gila memakai pakaian
seperti itu” Dinno menggumam.
Dinno selesai membuat kopi pesanan
Naura, Dinno menghampiri Naura yang sedang duduk sendiri dengan tatapan kosong,
“Ini kopi mu, dan pakai jaket ini untuk menutupi bagian belakang mu yang
terbuka”, Dinno menaruh kopi di meja Naura dan menyerahkan jaket nya.
“Untuk apa aku harus memakai jaket
mu? Apa ada yag salah dengan cara ku berpakaian malam ini?” Naura memandangi
Dinno dengan tatapan jengkel.
“Pakai jaket itu Ra, semua mata
disini terus saja memandangi mu, lihatlah mereka kebanyakan dari mereka itu
laki-laki, pakai jaket itu Naura”, kata Dinno sedikit memaksa.
Naura melihat sekelilingnya,
“Baiklah akan aku pakai, kau puas?” ucap Naura sambil memakai jaket yang
diberikan Dinno.
“Ra, kau tidak bisa terus seperti
ini, kembalilah ke Naura yang dulu, Naura yang sederhana, Naura yang tidak
pernah membiarkan orang lain menikmati keindahan mu, Naura yang tidak pernah
pergi ke klub malam dan mabuk-mabukan, Ra kembalilah ke diri mu yang dulu”,
Dinno menatap mata Naura yang berwarna cokelat terang.
Naura terdiam sambil memandangi
segelas kopi yang ada didepannya, “I can’t Dinn, ini semua sudah terlalu jauh,
aku sudah tenggelam terlalu dalam, aku tidak bisa kembali ke diri ku yang
dulu.”
“Of course you can Ra, ini semua
hanya masalah kau mau atau tidak”, Dinno mengenggam tangan Naura “Naura dengar,
aku tidak bisa selalu ada untukmu disaat kau membutuhkan ku, Ra cepat atau
lambat kita akan sibuk dengan urusan kita masing-masing, dan bagaimana jika kau
masih seperti ini sementara aku sudah tidak bisa selalu ada untukmu Ra?”
Naura terkejut “Memangnya kau mau
kemana? Kau mau meninggalkan ku?” Tanya Naura serius.
“Sebentar lagi aku akan bertunangan
Ra, dengan perempuan yang Ibu pilihkan untuk ku,” ucap Dinno dengan pelan.
Naura melepaskan genggaman tangan
Dinno “Bertunangan? Kau serius Dinno, secepat itukah?” ucap Naura dengan suara
bergetar.
Hati Naura terasa teriris, sahabat
yang selama ini selalu menemani nya akan segera pergi dari nya untuk sesuatu
yang baru, sesuatu yang mungkin akan lebih pentig bagi Dinno ketimbang Naura.
Naura seperti tidak ingin membagi sahabat baik nya itu kepada siapa pun.
“Iya Ra, aku akan bertunangan.”
Wajah Dinno pucat. Dinno seperti berat sekali menyampaikan kabar itu kepada
Naura.
Dinno belum siap jika harus
mempuyai jarak dengan Naura, dan tidak akan pernah siap. Dinno sudah mulai
menyayangi Naura lebih dari sekedar sahabat, ia sudah mulai mencintai Naura
dengan setulus hatinya.
Naura bangkit dari kursi nya, “Aku
harus pulang Dinn, maaf” Naura melepas jaket milik Dinno dan menaruhnya di
sandaran kursi yang ia tempati tadi, pergi meninggalkan Dinno tanpa kata lain
selain “maaf”.
Naura menyetir dengan hati yang
tengah kacau, mata nya berkaca-kaca ia rasanya ingin segera sampai ke rumah dan
berbaring di kamarnya, menangis tanpa ada orang yang megetahui nya.
Keesokan hari nya…
“Naura, kamu ndak kerja ini sudah
siang nduk”, Kakek Naura mengetuk pintu kamar Naura.
Naura bangun dari tempat tidur nya,
berjalan menuju pintu kamarnya “Naura lagi ndak badan eyang, Naura ingin
istirahat saja dirumah” ucap Naura dengan lembut.
“Ya sudah kalau ndak enak badan
kamu istirahat di rumah, tapi cepat sana mandi, si mbak sudah meyiapkan
sarapan” ucap kakek Naura.
Naura hanya mengangguk sambil
tersenyum, ia kembali masuk ke kamar nya duduk di depan cermin meja rias nya.
Naura memandangi diri nya di cermin yang tampak kacau, mata nya begitu sembab
dan hati nya masih juga belum membaik. Naura mengambil handphone yang ia taruh
di meja rias nya. Lima belas panggilan tak terjawab: Dinno Mahadika. Naura
menaruh handphone nya kembali, berjalan menuju kamar mandi yang ada di kamar
tidur nya.
“Eyang, bagaimana jika kita pindah
rumah saja? Kita pindah ke rumah eyang di Surabaya, bagaimana eyang?” Tanya
Naura dengan tatapan serius.
“Kamu ini aneh-aneh saja, apa alas
an mu meminta pindah rumah Naura bukankah kamu disini sudah punya karir yang
bagus?” jawab kakek Naura lembut.
Naura terdiam, ia sendiri tidak
tahu apa alasannya meminta pindah rumah. Ia hanya berpikir jika ia tidak mampu
merelakan Dinno di miliki orang lain, maka ia harus berada jauh dari Dinno,
sejauh yang ia bisa agar ia tidak selalu bergantung pada Dinno.
“Mungkin kalau pindah rumah, Naura
akan berhenti pergi ke klub malam lagi eyang, Naura ingin lingkungan baru
lingkungan yang bisa membuat Naura melupakan apa yang Naura alami, dan menjadi
Naura yang baru”, jawan Naura meyakinkan kakek nya.
Kakek Naura menghela nafas panjang,
“Baiklah, jika memang itu alasan mu eyang hanya mau kau bahagia tapi selagi itu
positif untukmu, jika kamu pindah urus semua urusan mu terlebih dulu di sini.”
Naura tersenyum “Terimaksih banyak
eyang, Naura akan segera menyelesaikan urusan Naura.”
Dua hari kemudian…
Setelah menyerahkan surat
pengunduran diri nya dari perusahaan tempat Naura bekerja. Naura menyempatkan
diri untuk ke makam Ibu nya dan mampir sebentar ke apartemen milik Ibu nya.
Naura berdiri di balkon apartemen, memandagi layar handphone nya, sudah dua
hari Naura mengacuhkan semua pesan dan panggilan masuk dari Dinno, ia harus
bertemu dengan Dinno sebelum kepindahannya ke Surabaya ia harus menyelesaikan
urusannya dengan Dinno.
Malam harinya, 20.00…
“Bisa datang kesini sebentar ada
yang ingin kubicarakan, aku sedang di klub yang sering ku datangi”, Naura
berbicara di telepon.
“Baiklah Aku akan segera kesana,
aku juga ingin bebicara dengan mu”, sahut Dinno.
Naura tidak berbicara lagi, ia
langsung menutup telepon nya dan kembali menenggak minumannya.
Tiga puluh menit kemudian, 20.30…
Dinno sampai di klub favorit Naura, “Kenapa kau tidak menjawab
panggilan dari ku, tidak membalas pesan ku, dan kenapa kau tidak mengabari atau
datang ke kafe ku?”
“Kau sendiri, apa kau datang ke
rumah ku? Ke kantor ku? Atau ke apartemen ku?”
“Naura, kau tau bagaimana khawatir
nya aku akan keadaan mu sekarang yang makin bertambah buruk?” Dinno setengah
berteriak.
“Kau sendiri, apa kau tau bagaimana
aku sulit menerima kenyataan bahwa sebentar lagi kau akan menjauh dari ku, aku
tau mungkin egois Dinn, tapi adakah yang salah dengan ku, aku sudah terbiasa
dengan kehadiran mu, kita sudah saling mengenal sejak SMP.” Naura meneteskan
air matanya lagi, lalu melingkarkan kedua tangan nya dileher Dinno, “Maaf jika
aku terlalu egois, selamat atas rencana pertunangan mu, semoga kau selalu
diberi kebahagiaan bersama calon istri mu nanti,” Naura lantas mencium kening
Dinno dan pergi meninggalkan Dinno terdiam setelah mendengar perkataan Naura.
Esok paginya, 06.30..
Naura berada di depan pintu rumah
orang tua Dinno, membawa papper bag ukuran sedang yang berisi semua t-shirt
Dinno. Naura mengetuk pintu, tidak berselang lama, seorang wanita yang seumuran
dengan almarhum Ibu nya membuka pintu, wanita itu masih terlihat canti di
umurnya yang hamper separuh abad, wanita itu terlihat begitu anggun mengenakan
blouse warna peach dan rok spam warna hitam panjang.
“Naura,” sapa wanita itu “Ada apa
pagi-pagi sekali kesini, sebentar ya tante bangunkan Dinno dulu.”
Naura meraih tangan Ibu Dinno “Enggak
usah tante, Naura Cuma mau nitipin ini ke tante,” Naura menyerahkan papper bag
yang ia bawa.
“Apa ini Ra?” Tanya tante Mela,
Ibunda Dinno.
“Itu semua t-shirt nya Dinno yang
Naura pinjam tante,” Naura tersenyum.
“Kamu lagi enggak berantem sama
Dinno kan Ra? Kamu sama Dinno baik-baik saja kan?” tante Mela membelai rambut
Naura lembut.
“Enggak kok tante, Naura sama Dinno
baik-baik saja, walaupun berantem paling Cuma masalah kecil, lagipula Naura
enggak enak hati kalau membangunkan Dinno Cuma karena Naura mau mengembalikan
t-shirt nya Dinno,” jelas Naura “Oh iya tante, terimakasih banyak karena tante
selalu mengizinkan Naura menginap disini, maaf kalau seandainya ada perilaku
Naura yang membuat tante dan Dinno merasa terganggu.”
Tante Mela tersenyum “Kamu ini Ra,
kamu itu kan sahabat Dinno sejak dari kecil mana mungkin tante merasa
terganggu, tante Cuma ingin hubungan kamu sama Dinno baik-baik saja.”
Naura mengangguk dan membalas
senyuman tante Mela “Ya sudah tante, Naura enggak bisa lama-lama, sudah
ditunggu eyang di rumah, Naura pamit tante.”
07.45…
Naura berada di dalam mobil travel
yang akan membawa ia dan kakek nya menuju Surabaya. Naura tak kuasa menahan air
mata nya, ia harus meninggalkan kota kelahiran nya, meminggalkan semua kenanangan
manis bersama almarhumah Ibu nya, dan kenangan empat belas tahun persahabatnya
dengan Dinno, Naura kini semakin yakin dengan apa yang dirasa nya, ia bukan
hanya menyayangi Dinno sebagai sahabat, ia menyayangi Dinno lebih dari itu, dan
ketika Naura sadar akan perasaannya, ketika itu pulalah ia harus mengalah, ia
harus menyerahkan Dinno kepada orang lain, kepada perempuan yang jauh lebih
baik dari diri nya, kepada perempuan yang jauh lebih pantas untuk Dinno.
Sore harinya, di kediaman orang tua
Dinno…
“Ini apa bungkusan apa Bu?” Tanya Dinno
sambil menunjukan papper bag berwarna cokelat tua yang tadi pagi di bawa Naura.
“Itu tadi dari Naura, isi nya
t-shirt kamu yang dipinjam Naura, tadi Naura menitipkan itu sama Ibu”, jelas
Ibu Dinno.
Dinno kembali ke kamar tidur nya,
ia penasaran kenapa Naura tiba-tiba mengembalikan semua t-shirt nya yang
dipinjam Naura, padahal Dinno sama sekali tidak pernahh meminta nya. Dinno
mengambil handphone milik nya, mencari nama Naura Maheswari di daftar panggilan
keluar di handphone nya, “Nomor yang anda tuju berada di luar service area”
Dinno langung melempar handphone nya ke tempat tidur, “Apa-apaan ini, kenapa
nomor nya selalu tidak bisa dihubungi sejak kemarin, apa yang terjadi
sebenarnya dengan mu Naura.”
Dinno membuka papper bag nya, ia
menemukan secarik kertas yang dilipat menjadi tiga bagian, ia lalu membuka dan
membaca tulisan yang ia hafal betul siapa pemilik tulisan itu.
Erlangga
Dinno Mahadika…
Empat belas tahun kita bersahabat bukan, kau tau adalah
hal menyenangkan karena telah melewatkan empat belas tahun kehidupan ku
bersahabat dengan seorang seperti mu. Menyenangkan karena kau selalu saja ada
untuk ku bahkan di saat teburuk ku sekalipun. Dinno, maaf akan perkataan ku
kemarin malam, aku sadar aku terlalu egois, dan kini aku juga sadar bahwa apa
yang membuat ku tidak bisa merelakan mu di miliki orang lain adalah karena aku
menyayangi mu, bukan sebagai sahabat lagi, tapi lebih dari itu, dan disaat aku
sadar akan itu disaat itu pula aku harus membuang rasa ku itu. Kau tau hal yang
paling menyakitakn adalah ketika cinta mu kepada seseorang hanyalah kau yang
merasakan, tanpa ada balasan dari orang tersebut, tapi yang paling menyakitkan
lagi, adalah ketika kau terlambat menyadari nya, dan walau kau
memperjuangkannya itu semua sia-sia karena seorang tersebut akan menjadi milik
orang lain dan bukan menjadi milik mu. Semoga
pengakuan ku ini tidak akan berdampak apa-apa bagi mu dan calon istri mu, tidak
ada maksud apa-apa dari ku ketika menulis surat ini, aku hanya ingin
menyampaikan apa yang aku rasa harus aku sampaikan. Semoga hidupmu selalu di
beri kebahagian, di beri limpahan cinta dan kasih dari orang-orang sekitar mu. Cukup
ku rasa apa yang ingin aku ungkapkan.
-Naura Intan Maheswari-
Satu tahun berikutnya….
Satu Tahun berlalu, Naura masih
ingat betul dengan aroma Arabica yang Dinno buatkan untuk nya di malam dimana
ia menyadari akan perasaannya pada Dinno, setiap kali Naura menghirup aroma
dari segelas kopi hitam Arabica ia seperti merindukan sosok Dinno, Dinno dan
aroma Arabica yang khas sudah menyatu dalam ingatan Naura.
Surabaya, Sabtu, 17.00…
Naura baru samapi dirumah ketika ia mendengar suara ketukan pintu di
kediaman eyang nya.
“Iya, sebentar..” teriak Naura. Naura
membukakan pintu, ia terkejut saat mendapati sosok yang berada di hadapan nya
kini. Laki-laki dengan tinggi 185 cm, berambut model spikey, dan memakai
t-shirt berwarna hitam.
“Hai Ra, terkejut?” sapa laki-laki
itu dengan mimic muka datar.
Naura menghela nafas “Dinno, dari
mana kau tau alamat rumah ini?”
Dinno tidak menjawab pertanyaan
Naura, ia langsung masuk kedalam rumah walau Naura belum mempersilahkannya masuk
lalu duduk di kusi ruang tamu, “Satu tahun tanpa kabar, pergi tanpa memberitahu
ku, nomor mu yang tidak bisa ku hubungi, email ku yang tidak pernah kau balas
walau sudah kau baca, dan hanya meninggalkan secarik surat di hari kepergian
mu, siapa kau berani berbuat seperti itu kepada ku, itu semua hampir membuat ku
gila Naura.”
Naura menghampiri Dinno dan duduk
di samping Dinno “Aku punya alasan untuk semua itu Dinno,” Naura melirik tangan
Dinno, tidak ada cincin yang terpasang di jari Dinno, Naura lalu meraih tangan
Dinno dan menggenggam nya, “Dimana cincin mu, apa kau belum menikah setelah
pertunangan mu?”
“Aku membatalkan pertunangan dan juga
pernikahan ku,” ucap Dinno.
“Kau gila, kau membatalkan
pertunangan mu dan juga pernikahan mu begitu saja, apa yang ada dalam benak mu
Dinno?” Tanya Naura.
Dinno membuka tas ransel miliknya,
mengeluarkan sebuah kertas dari dalam tas nya “Berhenti berpura-pura tidak tau
Ra,” teriak Dinno “Ini alasan mengapa aku membatalkan pertungan dan pernikahan
ku,” Dinno menyerahkan secarik kertas yang mula nya berwarna pure white yang
kini berubah menjadi off white.
Dinno menggenggam tangan Naura
erat, “Ra, jika kau mencintai ku kenapa kau tidak mengatakan nya langsung
kepada ku, kenapa kau membiarkan ku melukai hati mu, dan kenapa kau malah pergi
menghilang dari ku? Kenapa Naura?”
Naura menatap mata Dinno “Kau
sendiri Dinno, apa kau juga punya rasa yang sama dengan ku? Dan jika iya kenapa
kau juga tidak mengatakan nya terlebih dulu? Kenapa harus menunggu aku dulu
yang mengatakan nya?”
“Aku bahkan mecintai mu lebih dari
yang kau tau Naura, lebih dari seorang sahabat, kenapa aku tidak mengatakannya,
karena aku tidak ingin kau menolak ku dan persahabatan kita hancur hanya, aku
tidak mau hal itu samapi terjadi, walau kau tidak mencintai ku sekalipun
asalkan tetap berada dekat dengan mu itu sudah cukup bagi ku Naura.”
“Kau pengecut Dinno, dan lagipula
mau seberapa besar kau mencintai ku dan aku mencintai mu, itu tidak akan
berhasil Dinno, tidak akan.” Naura melepaskan genggaman tangan Dinno.
“Kenapa tidak Ra, bukankah tidak
ada hal yang tidak mungkin terjadi di dunia ini?” Tanya Dinno.
“Karena aku bukanlah perempuan yang
pantas untuk laki-laki seperti mu, kau pantas mendapatkan yang terbaik, yang
lebih baik dari ku, dan bukannya seorang perempuan yang hobi nya mabuk seperti
ku, aku tidak pantas untuk mu Dinno, tidak akan pernah.” Jawab Naura setengah
berteriak.
“Naura, yang tau mana yang terbaik
untuk ku adalah diri ku sendiri, bukan kau atau bahkan Ibu ku, tapi aku Ra, aku
yang lebih tau apa yang ku inginkan, maaf aku tidak bisa lama-lama disini Ra,
jika kau berubah pikiran, kembalilah ke Semarang, temui aku di sana, sama
seperti aku yang menemui di sini, aku tunggu kedatangan mu Naura.” Dinno meninggalkan Naura di ruang tamu
sendiri.
Malamnya…
Naura terus saja berpikir mengenai
perkataan Dinno tadi sore, ia masih belum bisa menghilangkan rasa tidak percaya
nya akan kedatangan Dinno, sudah satu tahun Naura tidak bertemu atau bahkan
berkomunikasi dengan Dinno, dan hari ini Dinno datang, hati Naura seperti
berbunga kembali, seperti ladang kering yang merindukan hujan.
Naura menghampiri kakek nya yang
sedang menonton televisi “Eyang, Naura mau minta izin untuk kembali ke Semarang
beberapa hari, ada hal yang harus Naura selesaikan di sana, bolehkah eyang?”
Kakek Naura membelai pipi Naura
lembut “Apakah soal Dinno?, pergilah Naura, lakukan apa yang membuatmu bahagia
selagi itu baik untukmu, eyang Cuma berharap agar kamu bahagia, cari
kebahagiaan mu sendiri Ra.”
“Terimakasih banyak eyang,” Naura
memeluk kakek nya “Tapi, bagaimane eyang tahu kalau itu mengenai Dinno?”
Kakek Naura tidak berbicara apa-apa
lagi, hanya tersenyum memandangi wajah cucu perempuan satu-satunya itu.
Semarang, Senin, 16.30…
Senja bergulir di kota Semarang,
membuat lukisan indah di langit…
“Terimakasih banyak ya pak,” ucap
Naura saat memberikan ongkos taksi kepada bapak supir taksi yang sudah setengah
tua.
Naura sampai di depan kafe milik
Dinno, berdiri tepat di depan kaca jendela besar di samping kiri pintu masuk
kafe Dinno, Naura memandangi Dinno yang sedang sibuk meracik kopi dari luar, ia
tersenyum ketika pandangan Dinno menemukan nya yang masih berdiri di depan
jendela kafe, Dinno langsung meninggalkan tempat dimana ia sedang meracik kopi,
berjalan cepat menuju arah Naura, dan menghampiri Naura, berdiri tepat di depan
Naura, Dinno memandangi Naura yang memakai t-shirt ukuran besar berwarna putih,
rambut Naura yang kini sudah mulai panjang ia biarkan tergerai begitu saja.
Dinno menatap mata Naura yang berwarna cokelat terang.
“Kau datang Ra?” ucap Dinno
singkat.
“Ada yang ingin ku tanyakan pada mu
Dinno.”
“Apa, katakanlah.”
“Apakah, ada yang salah jika
seorang perempuan dan seorang laki-laki yang sudah bersahabat sejak lama jatuh
cinta, adakah yang salah dengan itu Dinn?”
“Tidak Ra, tidak ada yang salah
dengan itu, tidak ada yang salah dengan seorang perempuan dan seorang laki-laki
yang sudah bersahabat sejak lama lalu mereka jatuh cinta, tidak ada yang salah juga
dengan mereka yang baru bertemu lalu jatuh cinta di saat itu juga, yang salah
adalah ketika mereka menolak cinta yang tumbuh subur diantara mereka, karena
bagaimana pun cinta tidak akan pernah salah Naura, dan aku, aku sungguh
menintai mu Naura.”
“Tapi aku bukanlah yang terbaik
untuk mu Dinno.”
“Kau tau Ra, apa yang terbaik dari
mu yang membuat ku jatuh cinta?”
Naura menggeleng,
“Sederhana Naura, semua yang ada
dalam diri mu, walau kau pernah terjebak dalam hal yang salah, walau kau sempat
menjadi diri mu yang paling buruk, walau kau sempat menghancurkan kehidupanmu
sendiri dengan ulah mu, tetap saja kau adalah Naura, u adalah bunga, walau
seperti apa diri mu, kau akan tetap menjadi Naura, menjadi Bunga.”
“Dan, apakah aku adalah penyebab
mengapa kau membatalkan pertunangan mu?”
“Tidak Ra, aku tidak mencintai
perempuan itu, aku mencintai mu Naura, itu semua adalah keinginan ku, dari awal
aku tidak pernah setuju dengan rencana Ibu,”
Naura membenamkan diri nya ke
pelukan Dinno, ia tidak peduli dengan orang-orang yang sedari tadi memandang kearah mereka berdua, ia hanya ingin memeluk Dinno, ia merindukan Dinno,
merindukan laki-laki yang setahun lalu ia tinggalkan yang kini telah kembali
lagi di kehidupan nya.
“Aku tidak mau kehilangan mu lagi
Ra, aku tidak akan membiarkan mu pergi lagi walau itu hanya sehari saja” bisik
Dinno.
“Aku tidak akan pergi lagi jika kau
meminta itu Dinn.”
Cinta tidak akan pernah datang di
tempat yang salah, jika cinta datang di tempat yang salah, maka ia hanya akan
hinggap lalu pergi, Cinta selalu kembali ke pada orang yang meyakini Cinta nya,
walau mereka sudah berpisah lama sekalipun.
-The
End-
Langganan:
Postingan (Atom)