Kamis, 19 Juni 2014

Seribu Semesta Arlet, Part 5

Bagian. 5
Buat ia mencintaiku, Tuhan!!!

Kamis pagi, di coffe break, dua hari sebelum pernikahan Ilal, Sembilan hari setelah pengakuan Bani….
            Jam, 08.15                                                                               
            Arlet berada di coffe break seperti biasa, menunggu Refi pulang sekolah, diluar hujan lumayan deras, suasana di coffe break begitu nyaman sekali, Thousand Years dari Christina Perri mengalun lembut didalam ruangan coffe break, diselingi dengan suara rintik hujan yang samar-samar terdengar dari dalam coffe break. Arlet melamun memandangi Trembesi yang basah terkena hujan, sudah sebelah hari Arlet tidak mendengar kabar Bani, Bani sendiri seperti hilang ditelan bumi, tidak ada lagi pesan masuk dari Bani di handphone Arlet, dan sekarang dua hari menjelang pernikahan Ilal, Arlet menyiapkan perasaannya untuk tidak terluka lebih jauh lagi, ia ingin menghapus kenangannya bersama Ilal, tapi itu ternyata begitu sulit, mungkin jika Bani tidak mengakui perasaannya pada Arlet, Arlet saat ini masih bisa dengan leluasa berkirim pesan dengan Bani, untuk sekedar curhat atau berbalas kata, tapi setelah kejadian itu Arlet begitu menjaga jarak dengan Bani, setelah kejadian itu Arlet tidak lagi membalas pesan dari Bani, dan Bani juga sudah delapan hari ini tidak mengirim pesan pada Arlet, mungkin ia menyerah, mungkin ia sadar bahwa perasaannya itu hanyalah sementara. Seperti itu dugaan Arlet. Pintu coffe break terbuka seseorang laki-laki berseragam perawat masuk kedalam coffe break sambil mengelap rambutnya yang sedikit basah terkena hujan, Arlet memandangi laki-laki itu, “Bani”, batin Arlet, ia lantas mengalihkan pandangannya saat mata Bani melihat kearah Arlet. “Arleta, diam disini saja ada yang ingin kubicarakan, sebentar” kata Bani yang langsung melangkah ke stand coffe break untuk memesan Cappuccino hangat dan Vanilla Latte hangat kesukaan Arlet, “Ini, kupesankan untukmu,,,” kata Bani sembari meletakkan segelas kopi kesukaan Arlet, “Terimaksih,” jawab Arlet pelan, Bani duduk, meminum cappuccinonya, “Arlet, apakah kamu kecewa dengan perkataan ku minggu lalu”, tanya Bani, “ Aku tidak memiliki hak untuk itu,” jawab Arlet singkat, “Lalu apa yang membuatmu menghidar dari ku, tidak membalas pesanku, mengapa kau lakukan itu?”, tanya Bani lagi, “Aku hanya ingin focus pada skripsi ku, tidak ada hal lain,” jawab Arlet tanpa menatap Bani, “Arlet, tidakkah kau tau kelakuan mu itu membuatku semakin ingin memilikimu,” kata Bani, “Kau kadang bersikap begitu dingin, namun terkadang kau begitu ingin tau akan orang lain dan bersikap hangat, sebenarnya apa yang salah dengan ku Arlet, katakanlah,”, “Bani,,, kau tau, kau mengingatkan ku akan suatu hal, hal yang tidak ingin ku ingat lagi, Bani, bahkan aku berharap untuk tidak pernah bertemu denganmu, Bani,kau mengingatkan ku akan bagaimana rasanya kehilangan orang yang benar-benar penting dalam hidupku,” kata Arlet, “Siapa orang itu, tidak bisakah bercerita kepada ku, jika memang kehadiranku membuatmu tidak nyaman aku terima itu, tapi aku perlu tau apa alasanmu untuk itu, Arlet,”. Arlet terdiam, menunduk,,, lalu menatap mata Bani, “Kau, mengingatkan ku akan Almarhum kakakku, mengingatkanku akan rasa kehilangan yang teramat dalam, kau Bani, matamu itu, sama seperti mata kakakku, aku selalu merasa nyaman saat menatap matamu, itu membuat ku merasa bertemu kembali dengan kakakku, aku takut tenggelam dengan rasa nyaman ku itu, aku takut suatu saat akan merasa kecewa lagi”, jawab Arlet, “Jika aku membuat mu merasa nyaman, lalu mengapa kau menghindari ku setelah aku mengatakan aku menyukai mu, tidak…. Aku mencintaimu, mengapa Arlet, mengapa?”, tanya Bani lagi, “Aku tidak percaya akan hal seperti itu, cinta pada pandangan pertama,,,”, jawab Arlet, “Kalau begitu, beri aku waktu untuk membuktikan bahwa aku memang benar-benar mencintaimu, dan akan kubuktikan kepadamu, bahwa tidak ada yang salah dengan yang namanya cinta pada pandangan pertama, beri aku waktu Arlet, aku akan berusaha untuk tidak membuatmu kecewa” Bani meyakinkan Arlet,, “Jika engkau bisa membuat ku lupa akan Ilal, dan membuat ku lupa akan bagaimana rasanya kehilangan, aku akan mempertimbangkan itu,” jawab Arlet, “Akan aku lakukan apapun pinta mu, tapi,,, jika aku tidak mampu akan hal itu,jika aku gagal membuatmu lupa akan kedua hal itu, aku mohon, sungguh,,,, jangan pernah engkau pergi seperti minggu lalu, jika aku tidak mampu akan hal itu, aku mohon, tetaplah hadir disekitar ku, aku akan tetap terus berusaha,” kata Bani dengan tatapan serius, “Waktu tidak akan bisa menunggu Bani, kaulah yang mengatur waktu itu, kaulah yang menentukan kapan itu terjadi, dan apabila kau tidak berhasil akan hal itu, maka aku tidak akan bisa menunggu,” jawab Arlet, “Percayalah Arlet, kumohon beri aku waktu,” pinta Bani, “Kita lihat nanti, biarlah waktu yang menjawabnya,” kata Arlet, “Balas pesanku jika kau sempat,” pinta Bani, Arlet hanya mengangguk, Arlet melihat jam di tangan kirinya, 09.30. “Aku harus menjemput Refi,” kata Arlet, “Biar aku antar,” pinta Bani, “Baiklah,,,” jawab Arlet.
             Hujan sudah mulai reda ketika Arlet keluar dari coffe break bersama Bani, hanya  tersisa gerimis-gerimis kecil. Didepan TK Refi, Arlet sama sekali tidak mengajak Bani berbicara, begitupun sebaliknya, Bani hanya memandangi Arlet sesekali, Menurut Bani, Arlet adalah wanita yang sederhana dalam berpenampilan, sifat Arlet yang cenderung cuek mengimbangi sifat Bani yang sedikit rewel akan sesuatu. “Arlet,,,,”, panggil Bani, “Apa”, jawab Arlet “ Jangan melamun terus,,,”Bani menyemnggol pundak Arlet, “Apa hak mu melarang ku?” tanya Arlet, “Tidak ada, tapi jika kau sedang melamun seperti itu, membuatku ingin berada disekitarmu selalu, menjaga mu agar kau tidak hanyut terlalu jauh dalam lamunanmu,” jawab Bani, “Kau, cerewet Bani,” kata Arlet singkat, Bani hanya tertawa mendengar hal itu.
“Mbak Alet,” teriak Refi dari Depan gerbang TK nya, “Hei,,, Refi, apa yang kamu bawa itu”, tanya Arlet sambil menggandeng tangan Refi, “Ini,,, dinosaullus, lefi tadi buat dali tepung yang dikasih ibu gullu,” jawab Refi, “Wow,,, bagus nya buatan Refi, Refi suka Dinosaurus ya,” tanya Bani, “Iya,, Lefi suka dinosaullus, besal…” jawab Refi, “Yuk pulang, diantar mas Bani ya,,” pinta Bani, “Ayok… tapi gendong Lefi dulu,” kata Refi, “Siapa takut,” jawab Bani sembari menggendong Refi dipundaknya, mereka bertiga berjalan menuju coffe break, Bani memarkir motornya di coffe break. Refi begitu cepat akrab dengan Bani, tapi mengapa dengan Ilal, Refi tidak terlalu akrab, padahal Refi mengenal Ilal, sejak dari umur Refi masih satu tahun.
21.25…
Gamal Albani__ “Pasien yang ku tangani malam ini membuat ku muak”
Arleta Harumi__ “Kau adalah seorang perawat, mana boleh kau berkata seperti itu,”
Gamal Albani__ “Bagaimana tidak, ia terus saja mencariku, ia hanya mau dirawat oleh ku, dia itu tante berumur empat puluh tahun, dan si kampret Ian, begitu senang akan hal ini, ia menganggap itu adalah hiburan bagi nya”
Arleta Harumi__ “Bukankah itu menyenangkan merawat tante berumur empat puluh tahun, anggap saja dia itu Ibu mu,”
Gamal Albani__ “Ia sama sekali tidak mirip dengan ibuku,”
Arleta Harumi__ “Bukankah itu resiko dari pekerjaanmu, bukankah menyenangkan memiliki banyak penggemar,,?”
Gamal Albani__ “Percuma aku memiliki banyak penggemar, jika aku tidak mampu mendapatkan hati seorang wanita, akan lebih mudah jika wanita yang kuinginkan itu adalah salah satu penggemarku, tapi sayangnya bukan”
Arleta Harumi__ “Menurutmu haruskah esok aku pergi ke Malang”
Gamal Albani__ “Kau mengalihkan pembicaraan Arlet”
Arleta Harumi__ “Kau tidak jaga?jam berapa ini”
Gamal Albani__ “Tidak, sedang istirahat, untuk apa pergi ke Malang”
Arleta Harumi__ “Menghadiri pernikahan Ilal”
Gamal Albani__ “Apa kau akan menghancurkan pernikahan Ilal?,”
Arleta Harumi__ “Hei… aku tidak akan melakukan itu, aku tidak mau menghancurkan kebahagiaan orang lain, kau pernah mengatakan kepada bukan, buat apa menghancurkan dan menghalangi kebahagiaan orang lain, tidak akan berguna,”
Gamal Albani__ “Baguslah jika kau tau itu, kau akan pergi dengan siapa?”
Arleta Harumi__ “Dengan sahabat ku, dia juga mendapat undangan dari Ilal”
Gamal Albani__ “Kau berangkat dari mana esok?, jam berapa?”
Arleta Harumi__ “Dari stasiun Tawang, jam tujuh pagi, kenapa?”
Gamal Albani__ “Mengapa tidak berangkat menggunakan travel saja, kau harus transit di Surabaya sebelum sampai ke Malang,”
Arleta Harumi__ “Edis tidak mau menggunakan travel, ia lebih suka menggunakan kereta, jika aku tidak menuruti nya maka ia tidak akan mau berangkat ke Malang, untuk menghadiri pernikahan Ilal, dan aku butuh Edis untuk membuat ku merasa lebih tenang”
Gamal Albani__ “Kau punya hak untuk memilih tidak datang Arlet, atau aku yang akan menemani mu pergi ke Malang, aku akan membuat perhitungan dengan Ilal mu itu,”
Arleta Harumi__ “Kau tidak punya hak untuk melakukan itu, dan kau juga tidak punya hak untuk melarang ku pergi”
Gamal Albani__ “Ya,aku tau itu,,, kau berangkat dari rumah jam berapa esok?
Arleta Harumi__ “Jam lima pagi setelah shubuh,”
Gamal Albani__ “Besok sebelum jam lima akan kujemput dirumahmu, biar aku yang mengantarmu ke stasiun”
Arlet, tidak membalas pesan Bani, ia ingin segera tidur,ia sangat lelah, dan harus bangun pagi besok.
Jum’at, 04.45…
“Permisi….”, kata seseorang sambil mengetuk pintu rumah orangtua Arlet, “Arlet, bukakan pintu,” suruh Ibu Arlet… “Iya, sebentar”, jawab Arlet sembari keluar dari kamar nya, Arlet sedikit malas untuk membuka pintu, ia tau persis siapa yang berkunjung kerumah orangtuanya pagi-pagi buta begini, saat Arlet membuka pintu, wajah Bani langsung muncul, Bani masih memakai seragam perawatnya, ia hanya menutupi baju seragamnya degan menggunakan hoodie berwarna hitam polos dengan tulisan Manchester United berwarna merah dibagian depannya, “Hai… Good Morning,Mrs….”, Sapa Bani saat Arlet membukakan pintu, “Mari masuk,,,” sahut Arlet, “Sebentar aku panggil Ibu,,,”, imbuhnya, Bani hanya mengangguk dan segera duduk di sofa ruang tamu kediaman orang tua Arlet, “Hei… belum ada yang meyuruhmu duduk Bani,,” kata Arlet setengah berteriak, “Oh,,, Ok, aku tidak akan duduk, dimana Refi?”, tanya Bani, “Dia belum bangun,” jawab Arlet, sambil berjalan menuju dapur untuk memberitahu Ibunya,,, “Bu,,, didepan ada Bani, dia mau mengantarkan  Arlet ke stasiun,” bisik Arlet kepada Ibunya, “Bani,?, tanya Ibu Arlet heran, “Iya Bani, bukankah Ibu sudah mengenalnya”, jawab Arlet, “Sudah, ayo temui dia, Arlet telat nanti jika Arlet harus menjawab pertanyaan Ibu, tentang mengapa Bani mau mengantar Arlet pagi-pagi buta begini” imbuh Arlet sambil menggandeng tangan Ibunya, “Bani,,, kau masih ingatkan dengan Ibu ku,” tanya Arlet, mengejutkan Bani yang masih berdiri sambil melihat-lihat foto keluarga Arlet yang dipasang di dinding ruang tamu rumah, “Oh,,, Iya,,, tentu saja aku ingat, jawab Bani dengan nada suara yang dilembut-lembutkan, tapi walau bagaimanapun Bani berusaha melembutkan nada suaranya, tetap saja suaranya terdengar berat, “Pagi tante,,, maaf pagi-pagi begini bertamu,’ tambah Bani, “Tidak apa-apa mas Bani, kok berdiri saja disini, ayo… mari duduk sebentar”, kata Ibu Arlet, menyuruh Bani duduk, “Arlet, cepat sana ambil tasmu, jangan membuat orang lain menunggumu terlalu lama”…”Iya Bu, sebentar…” jawab Arlet, ia lalu kembali kekamarnya untuk mengambil tas, jaket dan helm nya.
“Ayo berangkat, ini sudah jam lima lebih lima menit, nanti Edis menunggu ku terlalu lama” kata Arlet kepada Bani, “Bu… Arlet berangkat ya, bilangan sama Refi, minggu pagi Arlet sudah sampai rumah,” tambah Arlet kepada Ibunya sembari mecium tangan dan pipi Ibunya yang sangat ia hormati itu,,, “Bani, juga permisi tante,” kata Bani, yang juga ikut mencium tangan Ibu Arlet… “Kalian berdua hati-hati ya,,,, Mas Bani, pelan-pelan saja naik motor nya, jangan terlalu terburu-buru” pesan Ibu Arlet untuk Bani sebelum mereka pergi, Bani hanya mengangguk sambil tersenyum lebar. “Apa, kau akan datang ke pesta pernikahan dengan pakaian seperti itu, ha?” tanya Bani, matanya melihat Arlet dari atas hingga bawah, Arlet memakai celana denim skinny fit warna navy , kaos putih bergambar Tazmanian Devil, jaket denim sewarna dengan celananya dan juga sneakers berwarna hitam,  “Tentu saja tidak Mr. Sok tau, buat apa aku membawa ransel kalau bukan untuk menaruh baju yang akan kupakai besok?” Arlet sedikit berteriak saat menjawab pertanyaan Bani tadi. “Iya, mana aku tau kalau kau menaruhnya didalam ransel mu,, cepatlah naik, nanti kau terlambat” suruh Bani.
Stasiun Tawang, 06.15…
Arlet duduk termenung dikursi tunggu stasiun, menatap kosong kearah peron, ia harus menghadapi kenyataan bahwa harapan nya akan Ilal harus benar-benar berakhir esok, berakhir dihari bahagia Ilal, Bani berdiri disamping Arlet, matanya tak pernah lepas dari Arlet, ia memandangi Arlet yang sedang termenung sejak tadi. “Kau, baik-baik saja,” Bani berjonggok didepan Arlet, menatap mata Arlet, “Hm, aku baik-baik saja”, Arlet tersenyum, “Haruskah aku menemanimu, aku bisa minta cuti dua hari dari Rumah Sakit,” tanya Bani, dengan tatapan khawatir, “Tidak, tidak perlu, siapa aku memintamu untuk menemaniku, duduklah disini, jangan berjonggok didepan ku seperti itu,” pinta Arlet, “Tapi wajahmu, seperti akan menghadiri sebuah pemakaman, jika kau ingin membatalkan keberangkatanmu, aku akan mengantarmu pulang kerumah lagi,” Bani berdiri dan duduk dikursi samping Arlet, “Tidak Bani, aku tidak akan membatalkannya” Arlet menjawab, “Kereta mu berangkat jam berapa?”, Bani bertanya sambil menghidupkan rokok, “Jam tujuh, bisakah kau tidak merokok saat dibersama ku”, bentak Arlet, “Apakah kau tidak menyukai laki-laki perokok” sahut Bani, “Semua wanita tidak pernah menyukai laki-laki perokok Bani, tapi mau bagaimanapun semua laki-laki sekarang pasti perokok, hanya saja, cobalah untuk tidak merokok didepan seorang wanita, hargailah dia,” jelas Arlet, “Baiklah, akan kulakukan, maaf jika membuat mu merasa tidak nyaman,” Bani menatap Arlet, lalu membuang rokok yang sudah terlanjur ia bakar tadi. “Arleta”, teriak seorang wanita, “Edis,” Arlet menghampiri sahabatnya itu, ia langsung memeluk Edis, “Kamu lama sekali dis,”. “Maaf membuat mu menunggu, siapa itu”, Edis menunjuk kearah Bani, “Oh… mari aku kenalkan” Arlet menarik tangan Edis, “Ini, Bani,,, dia teman ku”, “Hai,,, Bani”, Bani menyalami Edis, “Edis”, sahut Edis memperkenalkan dirinya kepada Bani, “Apa kau baik-baik saja, kau yakin masih ingin pergi”, Edis menatap Arlet, “Aku baik-baik saja, masuklah dulu kedalam kereta, cari nomor kursi kita, ada yang ingin ku bicarakan dengan Bani, sebentar,” Arlet meminta Edis untuk masuk kedalam kereta yang sudah datang sejak 20 menit tadi, “Baiklah, jangan lama-lama, sepuluh menit lagi kereta berangkat” Pesan Edis, Arlet hanya tersenyum dan menggangguk, “Terimakasih, kerena telah mengantarku pagi-pagi seperti ini, aku tau kau baru selesai bertugas jam dua dini hari, maaf merepotkanmu,” Arlet memandang Bani, “Sudahlah, itu tidak masalah bagiku, bukankah aku sudah pernah mengatakan padamu kalau aku mencintaimu, maka akan kulakukan apapun untukmu selagi aku bisa, sms aku jika sudah sampai, jaga dirimu baik-baik” Bani mengacak-ngacak rambut Arlet, “Hm, aku pergi” senyum Arlet, Arlet berjalan menuju kereta meninggalkan Bani, “Buat ia mencintaiku Tuhan,” Bani masih belum beranjak dari tempatnya tadi, ia masih memandangi Arlet dari belakang.


1 komentar:

  1. Casino site - Lucky Club Live
    The only place where you can escape with a little fun is with us. Our slots are all ready for you to take a break luckyclub.live from your routine. Every game here is from

    BalasHapus