Sabtu, 07 Juni 2014

Seribu Semesta Arlet. Part 2

Bagian. 2
Tuhan, mengapa harapan ini harus muncul?

10 Nov 2013, Minggu, 14.30…
Arlet sedang berada didalam bus utuk kembali ketempat kosnya, menjalankan aktivitasnya sebagai seorang mahasiswi tingkat akhir di sebuah universitas swasta di kota Semarang. Entah mengapa sejak pertemuan Arlet dengan Bani di coffe break tadi pagi pikirannya  tersita oleh laki-laki yang tingkat kepedeannya melebihi para artis. Idih,,, ngapain sih aku mikirin makhluk nyebelin itu, batin Arlet,,, tapi, oke juga sih orangnya, sederhana… manis pula. Bagi Arlet, ia lebih menyukai laki-laki sederhana, yang tinggi badannya selisih 20cm dari Arlet. Bani sendiri adalah laki-laki yang berpenampilan sederhana, potongan rambutnya seperti tentara-tentara, kulitnya sawo matang namun begitu bersih, hidung nya lumayan mancung, alis tebal berwarna hitam pekat, matanya tajam namun begitu teduh, tinggi badannya kira-kira 180cm, pipinya tirus dengan dagu yang sedikit nyantis,  dengan ciri-ciri seperti itu di mata Arlet, Bani begitu mirip dengan almarhum kakaknya yang meninggal enam tahun lalu. Tuhan, mengapa ia begitu mirip dengan almarhum mas rumi, tanya Arlet dalam hati.
Dua minggu di semarang, pikiran Arlet masih tersita oleh skripsinya, Harlan, almarhum mas Rumi, dan terkadang bayangan wajah Bani. Entah mengapa akhir-akhir ini Arlet begitu merasa rindu yang teramat pada almarhum kakak nya itu, wajar saja mungkin,,, Seseorang  bisa merasakan rindu kepada mantan pacarnya yang mungkin baru menjalani hubungan selama lima tahun atau lebih, dengan seseorang yang baru dikenal saja mereka bisa begitu mudah merasa rindu, apalagi dengan seseorang yang telah menemani mu selama kamu masih didalam kandungan, menyayangimu selama separuh umurmu,,, dan tiba-tiba saja orang tersebut pergi meninggalkanmu selamanya karena memang telah ditakdirkan seperi itu, tidak ada yang bisa menolak takdir, begitu juga Arlet, ia tidak bisa menolak saat kakaknya pergi meninggalkan nya, di usia dimana Arlet masih membutuhkan sosok seorang kakak laki-laki. Dulu Arlet tidak memahami semua itu, dulu Arlet tidak pernah menangis saat rasa rindu kepada kakaknya mampir dihatinya, namun sekarang Arlet sudah begitu mengerti tentang itu semua, tiap kali bayangan kakaknya melintas dibenak Arlet air matanya menetes begitu saja, di umur Arlet yang sekarang, dan dengan apa yang telah dicapai Arlet, ia menyesali kenapa kakaknya tidak bisa melihat nya tumbuh dewasa dan akan segera mendapatkan gelar sarjana yang diimpikan Arlet, Arlet yakin, jikalau kakaknya masih ada ia akan  begitu bangga dengan apa yang telah dicapai oleh adik satu-satunya itu.
 Istana Mie & Es, Kudus, Sabtu, 23 Nov 2013, Tiga belas hari berlalu….
Arlet memesan makanan favoritnya, nasi goreng seafood , sebotol air mieral dingin, dan avocado juice,,,, Arlet merasa ia butuh sendirian saja untuk menyegarkan pikirannya yang sudah ia kuras untuk skripsinya, maka ia memutuskan untuk pergi sendirian ke salah satu mall di kota Kudus, jika dirumah ia pasti akan merasa terganggu oleh kehadiran adiknya yang minta ampun usilnya. Saat sedang ingin duduk, tiba-tiba ia dkagetkan oleh suara yang sudah sangat ia kenal. Hai let,,, apa kabar??? Kata seorang laki-laki yang ternyata adalah mantan kekasihnya bernama Ilal,,, Oh,, hai, baik, baik sekali, jawab Arlet… Ilal adalah mantan kekasih Arlet yang masih Arlet ingat hingga sekarang. Kamu sama siapa kesini let??? Tanya Ilal, Sendirian aja, kamu sendiri kesini sama siapa, kabar kamu gimana???? Kata Arlet sambil menyilahkan Ilal duduk semeja dengannya,,, Aku juga sendirian kesini, kabar ku juga baik, baik sekali malah,, jawab Ilal dengan senyum simpulnya. Ilal adalah laki-laki yang begitu memikirkan penampilannya, dan Arlet tidak suka itu,,, Namun Ilal mencintai Arlet dengan begitu Istimewa, memprioritaskan Arlet, menjaga Arlet, mengerti akan semua kegiatan Arlet, menerima Arleta apa adanya,,, tidak heran jika hubungan Arlet dengan Ilal bertahan selama emapt tahun, sampai pada 10 Desember tahun lalu, hubungan Arlet dengan Ilal harus berakhir karena Ilal harus pergi ke Malang, menyusul orang tua nya dipidah tugaskan di Kota Malang, Ayah Ilal adalah seorang Hakim,lulus dari Akademi Militer di Semarang, Ilal lagsung diminta ayahnya untuk menyusul pindah ke Kota Malang, dan Ilal tidak bisa menolak permintaan dari Ayahnya yang sangat ia hormati itu, Ilal satu tahun lebih tua dari Arlet, waktu itu sebelum kepindahan Ilal ke Kota Malang, Ilal hanya mengatakan kepada Arlet bahwa ia harus pindah ke Kota Malang, selain itu Ilall tidak mengatakan apa-apa lagi, tidak kata putus dari kedunya, Ilal pergi begitu saja dari kehidupan Arlet, dan Arlet masih begitu yakin bahwa suatu saat Ilal akan kembali ke kehidupannya lagi, menunggu Ilal selama satu tahun, walaupun enam bulan belakangan ini pikirannya tersita oleh sosok Harlan. Tapi Arlet hanya sebatas mengagumi Harlan, tidak lebih. Jauh didalam lubuk hati Arlet, Arlet masih begitu menyayangi laki-laki ini, dan entah takdir apa yang sudah membawa Arlet untuk bertemu dengan Ilal kembali. Sejak pertemuan dengan Ilal di Istana Mie & Es, mereka berdua jadi sering berkomunikasi, Ilal akan tinggal di Kudus selama kurang lebih dua pekan. Saat pada hari terakhir Ilal di Kudus, Ilal mengajak Arlet untuk bertemu, Arlet menyetujui permintaan Ilal itu… “Let, ada waktu enggak, ada yang mau aku omongin sama kamu,,, kita ketemu di Coffe Break ya, jam 10.00, aku tunggu let, see you”… tulis Ilal di pesan,,,   “O.K jam 10.00,,, see you too…” balas Arlet. Jantung Arlet berdegup begitu kencang saat membaca pesan dari Ilal.
Coffe Break, sabtu 7 Desember 2013, 10.15…
“Duh, maaf telat let, udah lama nunggu ya,,,” kata Ilal menyadarkan Arlet dari lamunannya,,, “Oh,,, iya gak apa-apa kok, lumayan 10 menit aku nunggu kamu,” jawab Arlet… “ada apa lal, mau ngomongi apa???” Tanya Arlet. “Gini let,” jawab Ilal seraya menyerahkan sebuah Undangan, “Dua minggu lagi aku akan menikah di Malang, aku berharap kamu bisa datang let ke Malang nanti soal biaya tiket biar aku yang nanggung itu khusus buat kamu,,,”
“NIKAH????” Kata Arlet begitu terkejut, saat itu Arlet langsung terdiam, seperti ada sebuah angin putting beliung di hati Arlet yang siap menghancurkan seisi hati Arlet yang sudah dipenuhi dengan harapan-harapannya kepada Ilal, Tuhan, mengapa seperti ini akhirnya, kenapa aku harus bertemu lagi dengan Ilal, jika engkau menghendaki kami untuk berpisah, kenapa engkau membiarkan bunga cinta itu tumbuh lagi jika engkau menginginkan bunga itu untu layu, Tuhan, bantu aku, bantu untuk tidak menerima kabar ini dengan tangisan, Tuhan, aku masih begitu menyayanginya, tidak aku masih egitu mencintaiya Tuhan, mengapa engkau tidak mengizinkan aku saja yang menjadi calon mempelai perempuan untuk Ilal, Tuhan bantu aku untuk tetap bisa menegakkan kepala ku menghadapi laki-laki yang masih aku cintai ku, bantu aku Tuhan… batin Arlet dalam hati.
“Arlet,,,,Arleta,,,, ARLETA HARUMI ALTHAF,,,” kata Ilal menyebut nama lengkap Arlet… “kamu kenapa kok bengong begitu let???” Tanya Ilal. “Oh,,, maaf, aku sedikit kaget dengar berita itu”, jawab Arlet. “Siapa nama calon istri kamu lal, pasti cantik ya,,,?” Tanya Arlet berusaha menutupi kepedihan hatinya. “Namanya, Dira, kebetulan Dira tinggal di Malang dan dia bekerja di salah satu Bank swasta di Malang, iya, dia cantik, dn dia sama cuek nya kayak kamu,,,” jawab Ilal dengan begitu hati-hati, mungkin Ilal tau apa yang dirasakan oleh Arlet, dan Ilal tidak ingin menamnbahi luka hati Arlet, jika Ilal bercerita panjang lebar tentang Dira kepada Arlet. “selamat ya lal, aku usahakan akan datang ke pernikahan kamu”, tambah Arlet,, “Kalo gitu, aku permisi pulang dulu ya let, nanti sore aku sudah harus berangkat lagi ke Malang,,, Oh iya, aku juga ngundang Edis kok, kemarin aku udah ketemu dia, dan kamu bisa berangkat ke Malang bareng sama Edis,” kata Ilal… Arlet hanya menjawab singkat perkataan terakhir Ilal tadi….
Arlet tidak tahan lagi, air matanya tak mampu ia bendung lagi, Arlet menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, menangis sejadi-jadinya, ia tidak peduli dengan tatapan para pengunjung coffe break yang saat itu memang sedang ramai, Puting beliung di hati Arlet tadi kini sudah menghancurkan segala yang ada dalam hati Arlet, menghancurkan semua harapan dan kenangan indah Arlet bersama Ilal, tanpa menyisakan apa-apa. Ia tidak tau apakah ia harus ikut senang dengan berita tadi atau malah berduka, seharusnya Arlet sadar bahwa memang Ilal tidaklah diciptakan untuk Arlet, “bukakankah untuk setiap pertemuan pasti selalu ada perpisahan, tapi mengapa perpisahan yang ini begitu menghancurkan hatiku Tuhan, aku tidak menghendaki semua ini terjadi, aku tau ini semua adalah kehendakMu Tuhan, jadi tolong beri aku kekuatan untuk menerima ini, aku mohon…” kata Arlet sambil terisak. Ilal seperti sebuah pohon trembesi bagi Arlet, menyediakan cadangan CO2 untuk Arlet, peneduh bagi Arlet ketika Arlet sedang merasa lelah, rimbun daunnya menjadikan Arlet betah berlama-lama didekatnya, namun akarnya begitu kuat dan besar membuat trembesi merusak apapun yang dilewati akar tanaman tersebut, dan Ilal baru saja menghancurkan hati Arlet dengan cinta yang Ilal berikan dulu kepada Arlet, cinta yang akarnya begitu kuat didalam hati Arlet.
Tanpa Arlet sadari didepan Arlet, di kursi tempat Ilal duduk beberapa menit lalu, ada seseorang laki-laki yang memandangi Arlet yang sedang menangis, mata laki-laki itu berkaca-kaca melihat perempuan berambut pendek sebahu didepannya itu menangis terisak seperti itu, entah apa yang sedang laki-laki itu pikirkan…
15 menit berlalu,,,

Arlet masih terisak, namun ia sudah menguasai dirinya, saat Arlet membuka telapak tangannya, ia terkejut olh kehadiran laki-laki didepannya yang sudah memandanginya sejak dari lima belas menit yang lalu,,, “kamu, ngapain disini???” tanya Arlet kepada laki-laki itu yang ternyata adalah Bani,,, “dari tadi aku negliatin kamu nangis disini, ada apa sebenarnya, kok nangis sampe segitunya???” tanya Bani sembari memberikan tisu untuk Arlet,,, “Terimakasih tisunya” kata Arlet seraya mengambil tisu yang diberikan oleh Bani,,, “tadi aku ngeliat kamu nangis, setelah kamu berbicara sama laki-laki yang tadi duduk disini sama kamu, ada masalah apa, mungkin kamu bisa cerita biar sedikit lega” bujuk Bani, Arlet terdiam mendengar ucapan Bani, mengapa laki-laki yang begitu mirip dengan almarhum kakaknya ini begitu ingin tau apa yang sedang terjadi dengan dirinya. Arlet tidak menjawab perkataan Bani, Arlet hanya terdiam menatap mata Bani yang begitu teduh, entah apa yang terjadi didalam hati Arlet, namun Arlet begitu nyaman menatap mata Bani, dan sepertinya Bani memang laki-laki baik-baik, yang tidak memiliki niat jahat, itu terlihat dari tatapan mata Bani yang begitu khawatir melihat Arlet yang tampak menyedihkan itu.  Lumayan lama Arlet menatap mata Bani yang begitu teduh itu,,, “Kenapa kamu peduli sama aku, bahkan kita belum saling kenal?” tanya Arlet, Bani terdiam sesaat, berpikir…”Entahlah, kamu begitu terlihat rapuh, dan…” Bani tidak melanjutkan perkataannya,,, “Dan apa???” tanya Arlet, “Dan,,, aku hanya ingin,,,, berada di sini,, di sisi mu,,, rasanya, aku ingin menghapus air matamu itu,” jawab Bani, “Menghapus air mata ku??” tanya Arlet, “Iya… aku tidak tahan melihat seorang perempuan menangis, apalagi jika itu karena seorang laki-laki, dan,,, buat ku laki-laki yang membuat seorang perempuan menangis,,,, mereka benar-benar tidak pantas disebut gentle,,, itu sama seperti mereka membuat ibu mereka sendiri menangis, dan itu sungguh sangat tidak pantas dilakukan”, jawab Bani, “Apa kamu selalu seperti itu ketika melihat seorag perempuan menangis karena laki-laki?” tanya Arlet, “Aku selalu merasa iba setiap kali melihat perempuan menangis,,, namun,,,, baru kali ini aku begitu ingin menghapiri nya, baru kali ini aku begitu ingin menghapus air matanya, dan…. Air matamu lah yang ingin kuhapus dari wajahmu” kata Bani sambil memalingkan wajahnya,,, pipinya terlihat memerah. “Terimakasih, sekali lagi, bebrbicara denganmu saat sedang dalam situasi seperti ini, begitu sangat membantuku” kata Arlet, yang lalu pergi meninggalkan Bani,, “Perempuan itu, dia begitu dingin terhadap laki-laki, tapi kenapa hatinya begitu rapuh, ada apa sebenarnya dengan dia, dan,,, kenapa aku begitu khawatir dengan keadaannya yang seperti itu??” tanya Bani kepada dirinya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar