Bagian. 2
Tuhan, mengapa harapan ini harus muncul?
10 Nov
2013, Minggu, 14.30…
Arlet
sedang berada didalam bus utuk kembali ketempat kosnya, menjalankan
aktivitasnya sebagai seorang mahasiswi tingkat akhir di sebuah universitas
swasta di kota Semarang. Entah mengapa sejak pertemuan Arlet dengan Bani di
coffe break tadi pagi pikirannya tersita
oleh laki-laki yang tingkat kepedeannya melebihi para artis. Idih,,, ngapain
sih aku mikirin makhluk nyebelin itu, batin Arlet,,, tapi, oke juga sih orangnya,
sederhana… manis pula. Bagi Arlet, ia lebih menyukai laki-laki sederhana, yang
tinggi badannya selisih 20cm dari Arlet. Bani sendiri adalah laki-laki yang
berpenampilan sederhana, potongan rambutnya seperti tentara-tentara, kulitnya
sawo matang namun begitu bersih, hidung nya lumayan mancung, alis tebal
berwarna hitam pekat, matanya tajam namun begitu teduh, tinggi badannya
kira-kira 180cm, pipinya tirus dengan dagu yang sedikit nyantis, dengan ciri-ciri seperti itu di mata Arlet,
Bani begitu mirip dengan almarhum kakaknya yang meninggal enam tahun lalu.
Tuhan, mengapa ia begitu mirip dengan almarhum mas rumi, tanya Arlet dalam
hati.
Dua
minggu di semarang, pikiran Arlet masih tersita oleh skripsinya, Harlan,
almarhum mas Rumi, dan terkadang bayangan wajah Bani. Entah mengapa akhir-akhir
ini Arlet begitu merasa rindu yang teramat pada almarhum kakak nya itu, wajar
saja mungkin,,, Seseorang bisa merasakan
rindu kepada mantan pacarnya yang mungkin baru menjalani hubungan selama lima
tahun atau lebih, dengan seseorang yang baru dikenal saja mereka bisa begitu
mudah merasa rindu, apalagi dengan seseorang yang telah menemani mu selama kamu
masih didalam kandungan, menyayangimu selama separuh umurmu,,, dan tiba-tiba
saja orang tersebut pergi meninggalkanmu selamanya karena memang telah
ditakdirkan seperi itu, tidak ada yang bisa menolak takdir, begitu juga Arlet,
ia tidak bisa menolak saat kakaknya pergi meninggalkan nya, di usia dimana
Arlet masih membutuhkan sosok seorang kakak laki-laki. Dulu Arlet tidak memahami
semua itu, dulu Arlet tidak pernah menangis saat rasa rindu kepada kakaknya
mampir dihatinya, namun sekarang Arlet sudah begitu mengerti tentang itu semua,
tiap kali bayangan kakaknya melintas dibenak Arlet air matanya menetes begitu
saja, di umur Arlet yang sekarang, dan dengan apa yang telah dicapai Arlet, ia
menyesali kenapa kakaknya tidak bisa melihat nya tumbuh dewasa dan akan segera
mendapatkan gelar sarjana yang diimpikan Arlet, Arlet yakin, jikalau kakaknya
masih ada ia akan begitu bangga dengan
apa yang telah dicapai oleh adik satu-satunya itu.
Istana Mie & Es, Kudus, Sabtu, 23 Nov
2013, Tiga belas hari berlalu….
Arlet
memesan makanan favoritnya, nasi goreng seafood , sebotol air mieral dingin,
dan avocado juice,,,, Arlet merasa ia butuh sendirian saja untuk menyegarkan
pikirannya yang sudah ia kuras untuk skripsinya, maka ia memutuskan untuk pergi
sendirian ke salah satu mall di kota Kudus, jika dirumah ia pasti akan merasa
terganggu oleh kehadiran adiknya yang minta ampun usilnya. Saat sedang ingin
duduk, tiba-tiba ia dkagetkan oleh suara yang sudah sangat ia kenal. Hai let,,,
apa kabar??? Kata seorang laki-laki yang ternyata adalah mantan kekasihnya
bernama Ilal,,, Oh,, hai, baik, baik sekali, jawab Arlet… Ilal adalah mantan
kekasih Arlet yang masih Arlet ingat hingga sekarang. Kamu sama siapa kesini
let??? Tanya Ilal, Sendirian aja, kamu sendiri kesini sama siapa, kabar kamu
gimana???? Kata Arlet sambil menyilahkan Ilal duduk semeja dengannya,,, Aku
juga sendirian kesini, kabar ku juga baik, baik sekali malah,, jawab Ilal
dengan senyum simpulnya. Ilal adalah laki-laki yang begitu memikirkan
penampilannya, dan Arlet tidak suka itu,,, Namun Ilal mencintai Arlet dengan
begitu Istimewa, memprioritaskan Arlet, menjaga Arlet, mengerti akan semua
kegiatan Arlet, menerima Arleta apa adanya,,, tidak heran jika hubungan Arlet dengan
Ilal bertahan selama emapt tahun, sampai pada 10 Desember tahun lalu, hubungan
Arlet dengan Ilal harus berakhir karena Ilal harus pergi ke Malang, menyusul
orang tua nya dipidah tugaskan di Kota Malang, Ayah Ilal adalah seorang Hakim,lulus
dari Akademi Militer di Semarang, Ilal lagsung diminta ayahnya untuk menyusul
pindah ke Kota Malang, dan Ilal tidak bisa menolak permintaan dari Ayahnya yang
sangat ia hormati itu, Ilal satu tahun lebih tua dari Arlet, waktu itu sebelum
kepindahan Ilal ke Kota Malang, Ilal hanya mengatakan kepada Arlet bahwa ia
harus pindah ke Kota Malang, selain itu Ilall tidak mengatakan apa-apa lagi,
tidak kata putus dari kedunya, Ilal pergi begitu saja dari kehidupan Arlet, dan
Arlet masih begitu yakin bahwa suatu saat Ilal akan kembali ke kehidupannya
lagi, menunggu Ilal selama satu tahun, walaupun enam bulan belakangan ini
pikirannya tersita oleh sosok Harlan. Tapi Arlet hanya sebatas mengagumi
Harlan, tidak lebih. Jauh didalam lubuk hati Arlet, Arlet masih begitu menyayangi
laki-laki ini, dan entah takdir apa yang sudah membawa Arlet untuk bertemu
dengan Ilal kembali. Sejak pertemuan dengan Ilal di Istana Mie & Es, mereka
berdua jadi sering berkomunikasi, Ilal akan tinggal di Kudus selama kurang
lebih dua pekan. Saat pada hari terakhir Ilal di Kudus, Ilal mengajak Arlet
untuk bertemu, Arlet menyetujui permintaan Ilal itu… “Let, ada waktu enggak,
ada yang mau aku omongin sama kamu,,, kita ketemu di Coffe Break ya, jam 10.00,
aku tunggu let, see you”… tulis Ilal di pesan,,, “O.K
jam 10.00,,, see you too…” balas Arlet. Jantung Arlet berdegup begitu kencang
saat membaca pesan dari Ilal.
Coffe
Break, sabtu 7 Desember 2013, 10.15…
“Duh,
maaf telat let, udah lama nunggu ya,,,” kata Ilal menyadarkan Arlet dari
lamunannya,,, “Oh,,, iya gak apa-apa kok, lumayan 10 menit aku nunggu kamu,”
jawab Arlet… “ada apa lal, mau ngomongi apa???” Tanya Arlet. “Gini let,” jawab
Ilal seraya menyerahkan sebuah Undangan, “Dua minggu lagi aku akan menikah di
Malang, aku berharap kamu bisa datang let ke Malang nanti soal biaya tiket biar
aku yang nanggung itu khusus buat kamu,,,”
“NIKAH????”
Kata Arlet begitu terkejut, saat itu Arlet langsung terdiam, seperti ada sebuah
angin putting beliung di hati Arlet yang siap menghancurkan seisi hati Arlet
yang sudah dipenuhi dengan harapan-harapannya kepada Ilal, Tuhan, mengapa
seperti ini akhirnya, kenapa aku harus bertemu lagi dengan Ilal, jika engkau
menghendaki kami untuk berpisah, kenapa engkau membiarkan bunga cinta itu
tumbuh lagi jika engkau menginginkan bunga itu untu layu, Tuhan, bantu aku,
bantu untuk tidak menerima kabar ini dengan tangisan, Tuhan, aku masih begitu
menyayanginya, tidak aku masih egitu mencintaiya Tuhan, mengapa engkau tidak
mengizinkan aku saja yang menjadi calon mempelai perempuan untuk Ilal, Tuhan
bantu aku untuk tetap bisa menegakkan kepala ku menghadapi laki-laki yang masih
aku cintai ku, bantu aku Tuhan… batin Arlet dalam hati.
“Arlet,,,,Arleta,,,,
ARLETA HARUMI ALTHAF,,,” kata Ilal menyebut nama lengkap Arlet… “kamu kenapa
kok bengong begitu let???” Tanya Ilal. “Oh,,, maaf, aku sedikit kaget dengar
berita itu”, jawab Arlet. “Siapa nama calon istri kamu lal, pasti cantik ya,,,?”
Tanya Arlet berusaha menutupi kepedihan hatinya. “Namanya, Dira, kebetulan Dira
tinggal di Malang dan dia bekerja di salah satu Bank swasta di Malang, iya, dia
cantik, dn dia sama cuek nya kayak kamu,,,” jawab Ilal dengan begitu hati-hati,
mungkin Ilal tau apa yang dirasakan oleh Arlet, dan Ilal tidak ingin menamnbahi
luka hati Arlet, jika Ilal bercerita panjang lebar tentang Dira kepada Arlet. “selamat
ya lal, aku usahakan akan datang ke pernikahan kamu”, tambah Arlet,, “Kalo
gitu, aku permisi pulang dulu ya let, nanti sore aku sudah harus berangkat lagi
ke Malang,,, Oh iya, aku juga ngundang Edis kok, kemarin aku udah ketemu dia,
dan kamu bisa berangkat ke Malang bareng sama Edis,” kata Ilal… Arlet hanya
menjawab singkat perkataan terakhir Ilal tadi….
Arlet
tidak tahan lagi, air matanya tak mampu ia bendung lagi, Arlet menutup wajahnya
dengan kedua telapak tangannya, menangis sejadi-jadinya, ia tidak peduli dengan
tatapan para pengunjung coffe break yang saat itu memang sedang ramai, Puting
beliung di hati Arlet tadi kini sudah menghancurkan segala yang ada dalam hati
Arlet, menghancurkan semua harapan dan kenangan indah Arlet bersama Ilal, tanpa
menyisakan apa-apa. Ia tidak tau apakah ia harus ikut senang dengan berita tadi
atau malah berduka, seharusnya Arlet sadar bahwa memang Ilal tidaklah
diciptakan untuk Arlet, “bukakankah untuk setiap pertemuan pasti selalu ada
perpisahan, tapi mengapa perpisahan yang ini begitu menghancurkan hatiku Tuhan,
aku tidak menghendaki semua ini terjadi, aku tau ini semua adalah kehendakMu
Tuhan, jadi tolong beri aku kekuatan untuk menerima ini, aku mohon…” kata Arlet
sambil terisak. Ilal seperti sebuah pohon trembesi bagi Arlet, menyediakan
cadangan CO2 untuk Arlet, peneduh bagi Arlet ketika Arlet sedang merasa lelah,
rimbun daunnya menjadikan Arlet betah berlama-lama didekatnya, namun akarnya
begitu kuat dan besar membuat trembesi merusak apapun yang dilewati akar
tanaman tersebut, dan Ilal baru saja menghancurkan hati Arlet dengan cinta yang
Ilal berikan dulu kepada Arlet, cinta yang akarnya begitu kuat didalam hati
Arlet.
Tanpa
Arlet sadari didepan Arlet, di kursi tempat Ilal duduk beberapa menit lalu, ada
seseorang laki-laki yang memandangi Arlet yang sedang menangis, mata laki-laki
itu berkaca-kaca melihat perempuan berambut pendek sebahu didepannya itu
menangis terisak seperti itu, entah apa yang sedang laki-laki itu pikirkan…
15
menit berlalu,,,
Arlet
masih terisak, namun ia sudah menguasai dirinya, saat Arlet membuka telapak
tangannya, ia terkejut olh kehadiran laki-laki didepannya yang sudah
memandanginya sejak dari lima belas menit yang lalu,,, “kamu, ngapain
disini???” tanya Arlet kepada laki-laki itu yang ternyata adalah Bani,,, “dari
tadi aku negliatin kamu nangis disini, ada apa sebenarnya, kok nangis sampe
segitunya???” tanya Bani sembari memberikan tisu untuk Arlet,,, “Terimakasih
tisunya” kata Arlet seraya mengambil tisu yang diberikan oleh Bani,,, “tadi aku
ngeliat kamu nangis, setelah kamu berbicara sama laki-laki yang tadi duduk
disini sama kamu, ada masalah apa, mungkin kamu bisa cerita biar sedikit lega”
bujuk Bani, Arlet terdiam mendengar ucapan Bani, mengapa laki-laki yang begitu
mirip dengan almarhum kakaknya ini begitu ingin tau apa yang sedang terjadi
dengan dirinya. Arlet tidak menjawab perkataan Bani, Arlet hanya terdiam
menatap mata Bani yang begitu teduh, entah apa yang terjadi didalam hati Arlet,
namun Arlet begitu nyaman menatap mata Bani, dan sepertinya Bani memang
laki-laki baik-baik, yang tidak memiliki niat jahat, itu terlihat dari tatapan
mata Bani yang begitu khawatir melihat Arlet yang tampak menyedihkan itu. Lumayan lama Arlet menatap mata Bani yang
begitu teduh itu,,, “Kenapa kamu peduli sama aku, bahkan kita belum saling
kenal?” tanya Arlet, Bani terdiam sesaat, berpikir…”Entahlah, kamu begitu
terlihat rapuh, dan…” Bani tidak melanjutkan perkataannya,,, “Dan apa???” tanya
Arlet, “Dan,,, aku hanya ingin,,,, berada di sini,, di sisi mu,,, rasanya, aku
ingin menghapus air matamu itu,” jawab Bani, “Menghapus air mata ku??” tanya
Arlet, “Iya… aku tidak tahan melihat seorang perempuan menangis, apalagi jika
itu karena seorang laki-laki, dan,,, buat ku laki-laki yang membuat seorang
perempuan menangis,,,, mereka benar-benar tidak pantas disebut gentle,,, itu
sama seperti mereka membuat ibu mereka sendiri menangis, dan itu sungguh sangat
tidak pantas dilakukan”, jawab Bani, “Apa kamu selalu seperti itu ketika
melihat seorag perempuan menangis karena laki-laki?” tanya Arlet, “Aku selalu
merasa iba setiap kali melihat perempuan menangis,,, namun,,,, baru kali ini
aku begitu ingin menghapiri nya, baru kali ini aku begitu ingin menghapus air
matanya, dan…. Air matamu lah yang ingin kuhapus dari wajahmu” kata Bani sambil
memalingkan wajahnya,,, pipinya terlihat memerah. “Terimakasih, sekali lagi,
bebrbicara denganmu saat sedang dalam situasi seperti ini, begitu sangat
membantuku” kata Arlet, yang lalu pergi meninggalkan Bani,, “Perempuan itu, dia
begitu dingin terhadap laki-laki, tapi kenapa hatinya begitu rapuh, ada apa
sebenarnya dengan dia, dan,,, kenapa aku begitu khawatir dengan keadaannya yang
seperti itu??” tanya Bani kepada dirinya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar